A Dream of meeting prophet

Umm.. before I write this, for disclaimer while reading, I just want to make sure, never extrapolate anything from this post. Never conclude or draw a conclusion. Never self-interpret moreover in exaggeration way anything even just a single word. Never deem as something special.

Today I was awaken from a sleep. In the morning like usual day. There was no something special happened yesterday. There was no any omen which galvanized me to do a good deed. But I dreamed something adequately indescribable in my sleep last night.

Yap. I dreamed of meeting my prophet, Rosul SAW.

I don’t know either it is right or not, but when I woke up I still remembered a bit of my dream scene. I wrote this just want to perpetuate what I saw in that dream and maybe someday I could ask someone to interpret what is the real meaning of this dream.

And yah, one more, what I will write in here, maybe not exactly same with what I dreamed of last night. Since you know dream is truly same with what is described in Inception movie, or like what you occasionally dream in your sleep, something illogically happened and naturally moves from scene to scenes. Here I try to assemble those puzzle scenes and describes it with the words as thoroughly as possible.

So in my dream last night, there were two -let’s say- factions. Both of them clashed of each others. I was a member of one faction which was against the prophet’s faction. There were kind of war at that time and I was truly confuse why should I fight my prophet?

I asked my leader’s faction about that. I mean he is prophet, Rosul SAW, why should I fight against him. I didn’t exactly remember what was his answer. But what I captured from my faction’s leader answer is just follow his order because indeed I was his faction’s.

I doubted a moment. I knew he was truly my prophet. Then I decided to trail my prophet silently. I still remember -if I’m not mistaken- at that time, the physical shape of his body when I trailed him from behind.

This is actually the crucial one. I just googled about a dream of meeting Rosul, and the hadits said syaitan are not able to imitate him. BUT… he is able to be someone and confess that he is him. Therefore I need to make sure that the characteristic of his physical is without discrepancy between what Hadits say and what I saw in the dream.

From what I remember in my dream, he was like an Arab people. I mean physically like an Arab people as we know: wearing a long Gamis, a turban around his head, and the color of everything he was wearing was grey. He was tall and had a very long beard. I think he was old enough maybe around 40s. But because I trailed him from behind I didn’t see his face.

Then in that dream, he entered a house and there was another person in that house as well. I was still behind him while he opened the door and went inside it. My memory of the dream scene is a bit blur till here.

If I’m not mistaken, I also entered that house and seeing his face opened the door for me while perhaps smiling (not sure). I came inside the house and looked at another person with him in that house though I didn’t remember the face. I sat beside my Rosul and he said something to me, but again I didn’t remember his words. There was kind like conversation between me and Rosul, but I’m not really sure about this since the memory was so blur and I could not memorize the detail of what we were talking about. However I felt conveniently comfortable beside him. I could present his wise, his calm, and his broad of knowledge. I felt in peace.

I don’t know whether this scene that I describe through words right now is precisely same with what I dreamed last night but that is what I really felt till now. I hope it’s right. Aamiin.

And after the conversation was finished, magically without any question anymore I just trusted him. I did believed in him. And I was totally sure that his faction was right. I still felt it until know the feeling. Therefore I coalesced and became a member of his faction. And I fought for him.

Then the dream is over.

I have no memory anymore after that one. I remembered I woke up some minutes before adzan shubuh but I didn’t directly realize what I dreamed just after I woke up. I went to bathroom, did an ablution and looked at the phone the there was still time to do Tahajud. Again I still didn’t realize about what I dreamed last night till this time. After the adzan was sounded I did 2 rakaats Qobliah before going to the mosque to pray Shubuh near my kost.

And finally a moment after the last Salam of shubuh prayer, I just realized that I dreamed about my prophet last night. Then it ends up with this post I am writing right now.

Again, don’t extrapolate anything from this. I am also still not really sure about my dream last night whether it’s right or not. But I hope it’s right that I really met Rosul SAW in dream. Aamiin.

Even though I am totally aware that I am still full of sins right now, still far away from a stable Iman. I still waste many of my time, still miss many of sunnah, even many times I am not khusyu in prayer. Therefore I always hope that Allah never feel bored of me. With many sins of mine I hope he never gives up on me and far away from me. Aamiin. Allahumma Aamiin.[]

Be a Muslim with Vision

Random pingin nulis setelah baca note barunya Mark Zuckerberg yang bisa diliat di link ini.

Memang ga mudah untuk mencapai di titik seperti Mark, tapi bisa. Saya menulis ini sebenernya ingin mengingatkan diri dan juga mungkin beberapa pembaca bahwa visi dunia bagi seorang muslim itu mutlak harus ada. Jadi tidak melulu akhirat.

Okay akhirat tetap harus utama tapi dunia juga bukan berarti ditinggalkan. Ga mau ngomongin masalah kewajiban dakwah deh, berat dan terlalu klise. Saya juga masih minim ilmu. Tapi lebih baik ngomongin cita-cita besar dan keinginan untuk berbagi ketika hidup di dunia.

Islam itu agama paling seimbang. Adakan tuh ungkapan dulu saat perang pendeta mengutus pengintai untuk melihat kaum muslim, terus didapati bahwa “Mereka (kaum Muslim) beribadah di malam hari seakan-akan seorang rahib dan berjuang di siang hari layaknya penunggang kuda”. Jadi memang dunia dan akhirat tuh harus seimbang. Sepakat pisan dengan kalimat “beribadahlah sebaik-baiknya seakan kamu akan mati besok, dan bekerjalah secara visioner seakan kamu hidup 1000 tahun lagi.

http://externalresources.net/wp-content/uploads/2011/02/vision.jpg

Aduh saya teh suka kepanjangan kalo nulis. Jadi mau to the point aja, intinya, visi dunia itu penting dan sebisa mungkin besar dan mencakup ranah global. Keren aja kan ada seorang CEO dan founder perusahaan global baru melahirkan anak terus nulis,

Alhamdulillah we just welcome our first child (misal), Harun Al-Fatih into this world. We hope his generation would be better from us and he will become a Muslim that will give much contribution to the world 

Plok. plok. plok. Keren pisan yah. Pengen nangis dah kalo beneran ada. Terus tulisannya di like jutaan orang. Million people get inspired. Dan mereka semua tau dia Muslim. MasyaAllah :’) Aamiin.

Titik point dari tulisan saya sebenarnya, ingin mengajak kalian para pemuda-pemudi masjid untuk melihat dunia dan bermimpi besar. Ini sudah spesifik ya ajakannya, yaitu ke mereka-mereka yang sudah sangat dekat dengan islam. Bukan mereka yang masih ngomongin masalah fardhu nya saja tapi sudah terkait tahajudnya, puasa sunnahnya, bahkan hafalan Qurannya. Yaelah kalo fardhu aja masih jarang ke masjid apalagi bolong-bolong, urusin dulu sono ibadah individual lo, jangan mikir-mikir dunia dulu deh. Hehe.

Jadi sekali lagi kalian yang hatinya sudah terpaut sangat dekat dengan masjid, Islam dan Quran, segeralah bertebaran di muka bumi. Bermimpilah. Jadi Sekjen PBB. Presiden RI. Jadi Dirut Pertamina, PLN, atau CEO Schlumberger boleh deh. Atau ingin mendirikan perusahaan global sekelas facebook, google. Atau setidaknya CEO dari perusahaan-perusahaan itu, kayak Sundar Pichai dari India kan keren tuh. Terjun di dunia perbankan juga boleh deh, tapi tujuan untuk, misal, masuk World Bank dan sedikit demi sedikit memperbaiki sistem ekonomi “kacrut” dunia sekarang untuk kepentingan umat. Tau sih riba, tapi menurut saya balikin lagi ke niat. Kalo gaada muslim yang masuk ke dunia perbankan global yaudah kapitalis mulu, ga akan berubah (Allahu’alam ya silahkan tanya ke ustad detail terkait ini, ampuni saya ya Allah jika salah, masih kurang ilmu). Tapi poinnya:

Bermimpilah untuk menjadi salah satu orang yang mempunyai pengaruh besar, bervisi besar dan global dengan tetap tidak lepas dari identitas awal sebagai muslim.

Jadi kalo bisa sih jangan main di masjid mulu. Eits hati-hati ini saya ngomongnya dengan mereka-mereka yang sudah (insyaAllah) sholeh ya. Ngertilah. Jangan di salah interpretasikan. Ga mau juga mendikotomisasikan ibadah dan bekerja. Dalam islam mah semuanya satu, untuk mencari Ridha Allah. Jadi ke mesjid mah tetep we kalo lagi ada deket kita (mun di luar negeri kan rada susah tuh), tapi tetap berkeliaran di mana-mana wajib iya.

Ohya saya bukan berarti mendiskreditkan orang-orang yang sering di mesjid yah. Maksudnya kalo memang mereka disana ngajar bahasa Arab, ngajar tahsin, tahfidz, dan menjadi ustadz. Why not? kita juga sangat butuh orang seperti itu. Nah tapi kalo bisa jangan semuanya. Beberapa orang main-main lah ke luar. Masuk ke ranah “gersang”. Zona tidak nyaman. Dan bervisilah besar untuk menjadi orang yang berpengaruh di sana.

Be a Muslim with Vision. Kalo kalian sudah baca note nya Mark Zuckerberg, itu keren pisan euy. Power dan wisdom. Apalagi misal kalo beberapa tahun lagi ada orang sholeh yang punya power kaya gitu juga. Ah betapa indahya dunia. Karena orang sholeh pasti tau Islam Rahmatan lil Alamin. Dan yakin pasti akan membawa perubahan besar di dunia ke arah yang lebih baik. Bukan untuk muslim saja tapi untuk semua orang.

I will invest, in syaa Allah, 99% of my company share to make a world a better place. 

MasyaAllah. Urang mah bakal nangis pisan pasti kalo beneran aya nu kaya gitu mah *keluar sunda KWnya. Semoga beneran ada yah. Dan saya yakin insyaAllah pasti ada. Karena kebangkitan Islam itu pasti. Tinggal kita aja mau menjadi salah satu yang terlibat atau tidak. Allahu’alam[]

 

Couch Surfing Experience (II): Random Conversation about God

Post ini sambungan dari part I sebelumnya. Tentang pengalaman couch surfing (CS) perdana di Budapest. Singkat cerita, ketika saya di Budapest saya menumpang di salah satu Host CS bernama Laszlo, dia orang Hungary asli.

Di hari terakhir saya di Budapest, tepatnya sebelum pulang saya iseng-iseng aja nanya ke Laszlo tentang agama dan bagaimana pandangannya. Cukup mengejutkan kata-kata pertama yang dia lontarkan

“Yes. I don’t believe in God. And I am happy with my life”

Sebenernya sudah biasa sih saya mendengarkan kata-kata itu. Tipikal orang Eropa. Jadi keep calm dan iseng aja ngajak ngobrol. Tapi tetap, saya coba untuk seterbuka mungkin. Benar-benar pilih kata ketika ngomong. Karena tidak ingin meninggalkan bekas buruk sebelum pulang. Saya bertanya:

“Why don’t you believe in God Laszlo?”

“I just don’t believe it. You see. There were many wars and many people died. If there was God, how could He let it happen”

Waktu itu saya tiba-tiba ingin menjawab sebisa mungkin dari sudut pandang Islam. Tapi mungkin karena efek kurang ilmu, dan kurang siap dalam menjawab, akhirnya malah saya menjawabnya terbata-bata. Ternyata ga segampang itu ya memberitahu orang asing tentang Islam. Di satu sisi ada rasa gugup dan goyah. Tapi saya coba sedertemine mungkin, dan semampu saya untuk menjelaskan ke dia.

Btw ini kisah nyata loh, hehe. Saya tidak membuat-buat pertanyaannya. Laszlo benar-benar menanyakan itu ke saya. Dan mendengar pertanyaan itu langsung saya teringat tulisan yang dulu pernah saya baca tentang mahasiswa Muslim dan Professor yang atheis. Kira-kira poin jawaban saya seperti ini ke Laszlo, tapi jangan dibayangkan saya lancar jawabnya. Semoga Laszlo bisa menangkap poin saya waktu itu.

“Do you know dark room Laszlo? That room is not in the state with much darkness. But instead it is in the state with the absence of light. Same with hot and cold. There is no state named “Cold”. But that state is called “Cold” because of the absence of Heat.”

Terus saya menambahkan penekanan

My point is, God didn’t create that evilness. Humans created it.

Balik lagi ya waktu itu saya benar-benar terbata-bata. Ga selancar seperti di tulisan. Jadi ga tau Laszlo nangkep poin saya atau ga waktu itu. Semoga nangkep. Terus saya lupa dia banyak cerita lagi. Yang menekankan dia tidak akan terpengaruh dengan apapun perkataan saya. I don’t believe in God. Titik. Dan saya bahagia. Katanya. Terus tiba-tiba dia nanya lagi ke saya.

“Then how did you explain this: There was a bus with many children inside. Suddenly it got accident, and many of them died. How could God let them die. They are all innocence”, said Laszlo

Saya benar-benar diam dalam waktu yang cukup lama. Tapi saya mencoba menerangkan apa yang saya tau dari sudut pandang Islam. Saya cukup ingat pas jawab ini. I answered:

“Because I am Moslem I will try to answer according to my religion. In Islam there are two kinds of fate. First, fate that we cannot change no matter how. Second, fate that we are possible to change.

The first one is absolute. No matter how hard we try we are not able to change it. For example, fate that we are a man or a woman. Fate about When and where were we born. Including fate about where and when we will die. And from my personal point of view it is absolutely fair. Back to those children, that means in that exact time is their fate to die.

The second one is fate that we are able to change. For example like wealth, healthiness, quality of life. Etc.

Saya lupa detail balasan dari dia. Tapi intinya dia tidak menerima jawaban seperti itu. Dan dia terus menekankan dia masih tidak percaya Tuhan. But the good thing, he really honors me as Moslem. Bahkan dia mendoakan saya:

“You are a good guy, still young and really determined. I hope you can find happy life in the future.”, katanya.

Aamiin. Yah saya hanya bisa mengaminkan saja. Sebelum pulang, saya sengaja memberi laszlo 4 selebaran tentang Islam yang saya dapatkan dari Islamic Center Vienna. Awalnya mau saya bawa sebagai kenang-kenangan, tapi setelah dipikir-pikir, sepertinya (mungkin) Laszlo lebih membutuhkan. Meski Allahualam di bacanya atau tidak. Hehe

“Those 4 papers I got from Vienna Islamic Center. It tells a bit about Islam and all are English. I hope you will have time to read it”, tutup saya

“Thanks Muhammad. I will save it”, jawab Laszlo

Satu yang saya lega. Laszlo orangnya baik dan pengertian. Sepertinya efek karena sudah sering meng-host orang dari berbagai latar belakang, sehingga dia jadi sangat terbuka tentang perbedaan. Jadinya at least I could have a happy farewell with him. Benar-benar bersyukur mendapat dia sebagai host pertama saya di couchsurfing.

DSC_0658

Satu pelajaran, ilmu saya masih sangat-sangat dangkal. Jawab seperti tadi aja masih terbata-bata. Semoga di sisa umur bisa terus belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya aamiin.[]

Kekuatan Doa

Terkadang saya merasa banyak sekali pertolongan & kemudahan yang saya rasakan selama masa kuliah *Ini ceritanya masih mengenang 5 tahun di ITB*. Nostalgia baru lulus. Kesulitan? Jangan ditanya dah, memutuskan masuk ITB brarti sudah siap dengan “endless pain” sejak hari pertama kuliah. Nah tapi topik tulisan ini saya mau fokus di beberapa pertolongan & kemudahan saja, selama di kampus.

Saya pernah cerita ke Ibu, bertanya (dengan bahasa yg sudah di formalkan)

“Bu, apakah saya benar-benar mampu menghadapi kerasnya kehidupan pasca kampus? Saya sering sekali ditolong orang, bahkan beberapa mata kuliah dan tugas besar itu banyak dibantu teman-teman yang jago. Pas tugas akhir pun begitu. Ketika saya di Jerman juga. Pas saya di organisasi juga. Bingung aja, ntar pasca kampus saya sendiri, could I really survive?”

Ibu saya menjawab

Jangan begitu. Seharusnya kamu bersyukur. Mungkin itu salah satu hasil dari doa kamu. Kemudahan-kemudahan dan pertolongan itu bisa jadi jawaban Allah yang disalurkan melalui orang lain. Jadi paska kampus pun begitu. Terus berdoa untuk meminta kemudahan dari Allah.

Speechless dan terharu :’). Saya terdiam dan merenung. Benar juga ya. Semoga benar. Nih kalo boleh di list, banyak sekali saya ditolong orang lain, dan kebetulan-kebetulan yang mempermudah saya dalam beberapa urusan

berdoa

Pas TPB. Saya dipertemukan dengan banyak teman yang ikut Olim international. Ga paham dah gimana cara otak mereka berjalan. Tapi benar-benar plawid plusplus: “Tempat bertanya dan selalu ada jawabnya. Cepat pula” lol. Ada Haris olim matematika, sangat membantu di kalkulus. Romi olim fisika (dan sampe sekarang jadi sahabat super), benar-benar luar biasa, sekali saya kasih soal langsung kebayang jawabannya. Farras majid, doi ga olim sih tapi core i7 pisan di Kimia. Dan anak-anak olim lain, astronomi, kebumian, yang jago-jago juga di kalkulus, fisika, kimia dll. Banyak pisan dah. Ga kebayang kalo saya ga ketemu mereka. Bisa-bisa “rantai carbon” bertebaran di transkrip TPB.

Tugas besar. Biasanya di kerjakan per kelompok. Ada yang boleh milih dan ada yang dipilihin dosen. Entah mengapa saya selalu dapetnya dengan teman-teman yang jago.

Pemira KM ITB. Sempat ga sengaja diamanahin jadi ketua pemira pas tingkat 3. Benar-benar no idea pisan karena saya ga pernah tergabung di kepanitiaan itu di tahun-tahun sebelumnya. Tapi Alhamdulillah, ring 1 dan 2 tim saya diisi orang-orang yg luar biasa semuaa. Waktu itu saya berani maju karena ada Tarung (SI 10) yg siap bantu di eksternal dan Maul (MS 10) yg siap bantu di sistem, misal saya kepilih. Kalo mereka berdua ga mau, mungkin gw ga jadi maju. Serius.

Maul terutama udah sejak TPB jadi panitia pemira, Dan udah paham banget seluk beluk aturan pemira. Tanpa dia, gw ga bisa apa-apa dah. Tarung jg berjasa bgt bantu cariin ring 1 dan 2 dgn jaringannya. Sehingga dapet nama-nama keren: Zaki (setaun setelahnya jd ketua kongres), Thariq anak DP yg jago buat artisik 3D, Ayu yg jago pisan media & publikasi, terus sekjen saya Galih mantan ketua angkatan SF, Dinqi msdm terbaik & sekarang udah nikah :’), Raka Sbm & ppsdms jg, pipeng bendahara super detail, Pipit sekretaris super teliti & skrg S2 di jepang, Bejo pengadaan dana paling inisiatif, Yadi kabid supporting sekaligus sahabat yg lulus bareng, Cindy si galak tapi rapi banget ngurus perizinan, Hudan doklog super ulet dan tanggung jawab, Terus para dream team bidang sistem, ada Adhy beres pemira jadi petinggi OSKM, Marcel bos FIM, Habib senator IF ketua DKM jg dan Angga komdis paling tegas yg klo gaada dia ga akan bisa dah gw ngeberesin kasus pemira kemarin. Intinya tanpa mereka saya bener-bener ga bisa apa-apa di kepanitiaan ini.

Exchange di Korea. Yang tiba-tiba dikasih beasiswa full oleh pemerintah Korea. Awalnya saya mau berangkat dengan uang sendiri, cuma di gratisin tuition fee dan akomodasi. Dan hidup miris disana. Tiba-tiba dihubungi dari kampusnya bahwa saya direkomendasikan untuk dapat beasiswa KGSP. Dan Alhamdulillah keterima. Beasiswanya lebih dari cukup pisan, bahkan bisa dipake buat jalan-jalan dan beliin HP baru buat Ibu dan adik.

Pas di korea saya ambil banyak makul management dan marketing. Hal yang baru bagi saya. Tapi saya ketemu anak-anak Teknik Industri dari Telkom University yg exchange disana jg. Alhasil saya banyak belajar dari mereka terkait ilmu TI dan managementnya. Kalo gaada mereka bisa-bisa transkrip exchange saya memalukan nama ITB. Haha

Tugas Akhir. Dikarenakan exchange, saya jadi TA bareng angkatan bawah. Alhamdulillah lagi dapat timnya sama Wildan dan Rosin, anak asrama salman yang sholeh dan jago. Pasca hidup di negara minoritas muslim, iman saya bener-bener down, tapi karena mereka jadi bisa bantu recovery iman lagi. Wildan jg anak Olim dan cumlaude. Rosin juga jago koding & biomedic. Ga kebayang kalo TA saya ngerjain sendiri atau ga bareng mereka, bisa 6 tahun saya lulus ITB. huhu

Intern di Hamburg. Ini sama. Saya benar-benar no idea sebelum berangkat. Takut pisan gimana misal saya ga mampu ngerjain proyeknya, terus malu-maluin nama Indonesia. Alhamdulillah tiba-tiba saya dapetnya supervisor yang baiik pisaan. Namanya Jan, orang Jerman. Dia ga tanggung-tanggung kalo ngajarin. Padahal udah pHD. Bahkan orangnya gaul dan easy going. Dia ngebolehin saya sholat jumat dan skip kerja, tanpa harus ngeganti jam kerja :’). Kemudian proyek yang saya dapat disana juga kerja tim, jadi ga sendiri. Saya bareng Richard mahasiswa Fisika dari Jerman, dan Beryl Computer Science dari Amerika. Proyeknya kita kerjain bareng jadinya kerasa gampang. Karena ada teman tempat bertanya. Dan ada backup misal gagal. Intinya misal kemarin saya dapetnya proyek sendiri, bisa-bisa ga selesai sebelum pulang.

sholat-dhuha

Selesai sholat adalah salah satu waktu maling mustajab untuk terkabulnya doa. Saya biasanya berdoa disusaikan kebutuhan, misal sebelum UTS minta dilancarkan. Pas seleksi beasiswa minta diberikan. Pas dikasih amanah, minta dikuatkan. Doa mah semau kita saja. Pas lagi ada maunya jg gapapa, kasih tau aja semuanya ke Allah.Toh “Iyya kana’ budu wa iyya kanasta’in”. Dengan siapa lagi kita meminta kalo ga dengan Dia Yang Maha Mengabulkan. Tapi tetap mengikuti adab, selalu memuji namaNya sebelum mulai, istighfar dll.

Nah untuk isi doa, selain bait-bait khusus tadi yang sesuai kebutuhan, memang ada satu bait yang hampir tidak pernah saya tinggalkan ketika berdoa:

Ya Allah, mudahkanlah aku dalam segala urusanku, Ridhailah segala yang aku lakukan. Dan bimbinglah aku di jalan lurusMu dengan tujuan akhir surgaMu

Semoga kemudahan-kemudahan dan pertolongan-pertolongan yang saya dapatkan selama masa perkuliahan tersebut benar-benar jawaban atas doa saya. Dan semoga juga saya dan teman-teman pembaca tidak berhenti berdoa hingga akhir hayat kelak dan diberikan jalan terbaik dariNya. Aamiin.[]

Tschüß Brother :’)

Hari ini saya melewatkan satu kesempatan penting. Mengantar kepulangan sahabat sekaligus saudara muslim saya asal Pakistan yang baru menyelesaikan penelitiannya di DESY, Hamburg. Namanya Askar. Sedih rasanya. Kita hanya bertemu beberapa hari tapi dia sudah saya anggap seperti kakak sendiri disini. Terkait pertemuan pernah saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya. Sempat sedikit sedih ketika mengetahui bahwa dia tidak melaksanakan sholat 5 waktu lagi, dengan dalihnya kesibukan dalam mengejar PhD. Tapi dia masih berharap untuk bisa melakukannya lagi. Bahkan dia meminta untuk diajak sholat jumat. Kesimpulan: masih ada secercah iman di hatinya.

***

Flashback hari jumat, beberapa hari yang lalu, seperti biasa saya mematikan komputer kantor lebih cepat dikarenakan ingin mengejar bus menuju masjid yang jaraknya lumayan jauh dari DESY. Hari ini saya sudah menargetkan untuk sholat jumat di KJRI Hamburg, supaya bisa mendengarkan kembali khotbah dengan bahasa yg saya mengerti, bahasa Indonesia. Namun dalam perjalanan ke halte bus, tetiba notifikasi whatsapp dari Askar muncul

“Hi. Bro. Will u go to mosque?”

Dikarenakan sedikit terburu-buru, saya lupa kemarin saya baru berkenalan dengan Askar, dan lupa mengajak dia. But now he asked me. Tanpa pikir panjang langsung arah badan saya putar balik, berlari menuju hostel lagi untuk menemui dia. Berbekal ingatan sayup akan nomor kamarnya, secara gambling saya mengetok salah satu pintu di dekat tangga, yang saya cukup yakin itu kamarnya. Pintu dibuka dan benar itu Askar.

“Hi brother! Let’s go to mosque now. We’re a bit late, I am sorry I just read your whatsapp”
“Now?? Okay give me 5 minutes to change cloth and do wudhu”

Tahu dia dari Pakistan, niatan awal untuk ke masjid KJRI Hamburg saya urungkan, instead, saya akan membawa dia ke masjid Indonesia, Al-Ikhlas, di dekat Central Station Hauftbanhof, yang kebetulan juga masjid itu didirikan bersama orang2 Pakistan. Setelah dia berganti pakaian, segera kita berjalan cepat menuju halte terdekat. Masjid ini cukup jauh dari DESY, menempuh perjalanan sekitar 1 jam dengan bus dan disambung kereta S-Bahn.

***

Sholat jumat di masjid Al-Ikhlas ini cukup lama. Dari adzan pertama ke adzan kedua jeda waktunya sekitar setengah jam. Belum sempat bertanya mengapa, tapi mungkin karena menunggu para jamaah memenuhi masjid, yang tentunya mereka memiliki jam kerja berbeda-beda

Dari balik tiang saya melihat Askar mengambil Quran di masjid tersebut dan membacanya. Alhamdulillah. Saya pun tidak mau kalah. Lidah yang hampir gersang akan pengucapan ayat-ayat suci ini ingin segera saya gunakan. Quran super kecil hasil pinjaman teman kontrakan segera saya keluarkan. Lembaran saya balik menuju surat ke 18, surat yang Rosul anjurkan untuk dibaca pada hari jumat: Al-Kahfi

***

Setelah selesai sholat, gerombolan muslim keluar serentak dari 3 masjid berbeda. FYI di daerah ini terdapat 3 masjid yang letaknya bersebelahan. Bedanya adalah negara yang mengurusnya. Tapi dengan banyaknya orang yang bertebaran di jalan Kleiner Pulverteich ini, membuat saya ingin meneteskan air mata. Jujur. Bersyukur masih banyak sodara seperjuangan yang meramaikan masjid dan melaksanakan kewajiban sholat jumat di negeri minoritas muslim ini.

“Afif, let’s have a lunch” Askar suddenly talked to me “and after that we can go for a walk”

Saya yang sudah menyelesaikan tugas mingguan saya, sekaligus supervisor saya sudah tau kalo setiap jumat saya harus beribadah di luar, memiliki waktu yang fleksible, sehingga tidak mengharuskan saya untuk kembali ke kantor pasca solat jumat

“Sure. Los gehts!! Let’s find halal restaurant near here and after that I can accompany you to go around Hamburg”

Dan ternyata restoran halal berjejeran di daerah sini. Ada Turki, india, afganistan, bahkan burger halal. Askar asked me to go to Turkey restaurant, well why not. Di restoran Turki kita memesan Lahmacun mit Doner, yaitu Turkische Pizza yang disajikan dengan doner/daging khas Turki seharga 5 euro. Enaak pisaaann!! Dan porsinya itu loh, luar biasa bikin kenyang.

IMG_0836

Lahmacun mit Doner. Yummy

Setelah selesai makan, I accompaned him to go to Hamburg townhall yang terletak di jantung kota ini. Well even though I just have been in here for 1 month, but I came first so I know more about Hamburg than him. Askar juga memiliki hobi fotografi dengan kamera Canon nya yang lebih canggih (dan tentunya lebih mahal dari saya lol). Bahkan dia punya zoom lense. Mid professional. Alhasil kita hunting foto di sekitar townhall dan lake yang ada di depannya.

Matahari perlahan-lahan mulai setengah turun. Jam menunjukan pukul 5 dan saya baru ingat ada janji dengan teman, which is saya harus segera kembali ke DESY. Askar pun mengikuti

“Askar, let’s cook dinner together tonight. I really want to learn cooking from you. And I have already bought you beef from Turksiche Market too. Remember??”
“Sure!! I will show you the original pakistan food”

***

Malamnya kita janjian sekitar pukul 8 di dapur untuk cooking dinner together. Disini saya banyak belajar. Mulai dari takaran. Jumlah bawang. Knifing skill, cara memotong bawang, tomat, kunyit dan daging. Dan juga urutan dalam memasak daging itu sendiri. Dia membawa bumbu spesial dari Pakistan, bubuk campuran warna merah yang didalamnya sudar diracik dari berbagai bahan makanan. Cooking beef took a really long time, almost 1 hour. Tapi itu berhasil dibayar dengan luar biasa enaknya hasil masakan.

tumblr_nt3g7hkeLb1qbxx0no1_500

Here we are. Pakistan Karahi Beef

Penampilannya seperti rendang, tapi tidak terlalu pedas. Namanya Karahi Beef. Kita menggunakan tortilla untuk Karbohidrat dan beberapa salad (Cucumber, Zucchini and Cabbage) sebagai sumber vitamin. Super yummy!! :9

***

Setelah selesai makan kita membereskan dan mencuci peralatan dapur. Then after that, I invited Askar to do sholat together

“Askar let’s pray Magrib together. Jamaah. And after that we can exchange memory card from our cameras”
“Good idea. Let’s do it in my room” said Askar
“Okay I’ll bring sajadah and the memory card as well”
“Sure, I’ll wait in my room”

Yes akhirnya bisa sholat bareng. Well, I have principle that we cannot force people to be a good muslim and do every prayers as we want. I prefer to be friend first than try to ask them. I try to look at from their shoes first. What if I became him, what I will think about prayers, do I really want to do it. And so on. And so on. Because of what? Because I was ever being like them too. Saya pernah jahiliah, super jahiliah bahkan hehe. Dimana iman sangat turun dan hati merasa tidak terlalu sreg untuk mendekatkan diri dengan islam. Well Iman is going up and down isn’t it.

Jangan sekali-sekali menganggap orang lain seperti kita yang mungkin, Alhamdulillah, sedang dilumuri cahaya iman. Try to put their shoes and see what is the point of view. Well saya juga masih dalam tahap belajar menjadi muslim yang baik. Iman jangan ditanya dah, kebanyakan turun nya. But at least itu prinsip ideal yang saya pikirkan.

***

Kembali hari ini. Siang tadi tepatnya. Minggu ini adalah minggu pengambilan data test beam proyek saya, sehingga mengharuskan saya hampir seharian di lab. Alhasil saya tidak sempat mengucapkan selamat jalan ke Askar yang berangkat sekitar pukul 5 sore tadi. Whatsapp baru saya buka malam nya dan terlihat chat dari Askar, 17:13PM

“Hey man. I am leaving. Can shake hand with u?”

I didn’t see it, because I leaved my tablet in the bag. I just saw it at 21:04PM and directly replied him. This is our history chat anyway, I just copy paste it from the whatsapp-web with deleting the phone number of course lol

[8/18/2015, 21:04] Brotherr I am really sorry. I was full time in the lab this afternoon
[8/18/2015, 21:05] Have a safe flight bro. Keep in touch
[8/18/2015, 21:06] Anyway I still have a bit of ur money (4€). Is it okay?? :(

[8/18/2015, 21:08] It’s Ok. ….
[8/18/2015, 21:08] U can pay in mosque on Friday from my side
[8/18/2015, 21:08] I pay that euro in mosque. …

[8/18/2015, 21:12] Okayyyy

[8/18/2015, 21:12] JazakAllah
[8/18/2015, 21:12] Remember me in pray

[8/18/2015, 21:12] Sure. You have to try to do it again. A bit at least
[8/18/2015, 21:13] 5 times a day 😊
[8/18/2015, 21:13] It really brings peace in heart
[8/18/2015, 21:13] Since our final destination is akhirat :)

[8/18/2015, 21:13] InshAllah
[8/18/2015, 21:13] U r nice guy
[8/18/2015, 21:13] God bless u

[8/18/2015, 21:14] Aamiin
[8/18/2015, 21:14] Hope someday we meet again
[8/18/2015, 21:14] In USA maybe
[8/18/2015, 21:14] Haha
[8/18/2015, 21:14] Aamiin

[8/18/2015, 21:14] InshAllah
[8/18/2015, 21:15] I leaving
[8/18/2015, 21:15] C u inshAllah

[8/18/2015, 21:15] Tscuss

Well he ever told me that he wanted to continue his postdoc in US. And I also told him that I really wanted to pursue my master in US. But yeah, we have no idea about the future, only Allah knows. Let’s just see. :)

Anyway, It was really nice to know him as a brother of Muslim in this kind of country. He is nice guy, he even leaved many “Ghonimah” for me. Ada kentang, bawang, sayur, gula, telur, minyak matahari, detergen, dll. Alhamdulillah rezeki emang ga kemana haha. Well tschüß Brother!![]

IMG_1160

Hamburg, Germany
19th August, 2015

A Little Piece of Dream: Amerika, Kampus dan Bisnis Start-up

Post ini  merupakan sambungan post sebelumnya, yang bisa dilihat disini:

[Prolog] A Little Piece of Dream: Mimpi, Memori dan Amerika

move-forward

Yah, memang ada yang bilang, kekuatan utama ketika kita dalam posisi paling bawah dalam hidup; ketika kegagalan bertubi-tubi menghantam jiwa;  ketika kenyataan yang datang jauh sekali dari harapan; dan ketika nurani kita merasa hidup ini tidak lagi memiliki arti; adalah Keyakinan bahwa masih ada hari esok, keyakinan akan asa yang akan bangkit dikemudian hari. Memang itulah satu-satunya tenaga yang tersisa untuk terus bergerak, menembus lika-liku hidup menuju secercah cahaya harapan.

Oleh karenanya jangan pernah berhenti menatap masa depan. Mengepalkan tangan kedepan, menuju cahaya matahari yang menghangatkan, untuk selalu memiliki cita-cita menjadi manusia yang Allah dan Rasul idamkan.

“Berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia”
― Andrea Hirata, Sang Pemimpi

Amerika dan Kampusnya

Awal cita-cita saya ingin meneruskan studi di Amerika adalah ketika masa SMA, beberapa kakak kelas saya ada yang berangkat untuk pertukaran pelajar selama 1 tahun di US. Mendengar cerita-cerita mereka bagaimana kehidupan di sana, betapa beragam orang-orangnya dan luar biasanya kemajuan teknologi yang ada, membuat saya ingin segera menginjakan kaki di sana.

Cita-cita itu kembali mengangkasa ketika saya bertemu dengan kakak kelas dan dosen yang kebanyakan alumninya jebolan dari berbagai universitas di Amerika. Kakak kelas saya yang pernah melakukan riset di CMU (Carnigie Mellon University), pernah bercerita bagaimana mahasiswa di sana sangat bersahabat dan menerima kehadiran orang baru. Fasilitas dan teknologinya pun sangat mumpuni untuk mendukung kegiatan dan ide-ide para mahasiswa. Dan yang paling penting masyarakat muslim di sana mulai berkembang dan diakui oleh negara. Yah setidaknya dibandingkan Jepang -bahkan musholla di Bandara saja tidak ada (pengalaman)- dengan kehadiran masjid yang langkanya luar biasa, Amerika masih jauh lebih baik.

Masjid Masyarakat Wisconsin Utara di Altoona, Wisconsin.

Masjid Masyarakat Wisconsin Utara di Altoona, Wisconsin.

Dari republika.co.id, jumlah masjid di Amerika Serikat bertambah sebanyak 74 persen sejak tahun 2000. Pada 2000, tercatat 1.209 masjid di seluruh negeri Paman Sam. Jumlah masjid meningkat menjadi 2.106 masjid pada 2010. Sebagian besar masjid itu dibangun di New York dengan total 257 masjid, California dengan 246 masjid, Texas dengan 166 masjid dan Florida dengan 118 masjid. Yah setidaknya dengan kehadiran masjid, bisa menolong untuk terus menjaga hati dan iman dalam waktu yang cukup panjang di sebuah negara yang liberal.

Penguatan keinginan lebih membuncah ketika dosen saya menguatkan dengan argumennya bahwa sangat disayangkan jika kita yang mengambil kuliah S1 ITB (terutama perogram studi elektro), melanjutkan S2 di dalam negeri. Karena banyak mata kuliah S1 yang diulang, ditambah media dan fasilitas yang belum bisa mengimbangi beberapa riset dan thesis yang notabene membutuhkan teknologi tinggi. Sehingga untuk pengembangan  teknologi memang sebaiknya mahasiswa merantau dan mencuri ilmu dari luar negeri.

Tech-Startup Enterprise

Kampus-kampus di Amerika sudah tidak diragukan lagi sangat produktif menghasilkan para founder & entrepreneur terutama di bidang rekayasa teknologi (atau tech-based) yang berhasil memperkerjakan banyak orang. Bisa dilihat di link forbes di bawah ini”

http://www.forbes.com/sites/michaelnoer/2012/08/01/the-most-entrepreneurial-colleges/

Diambil saja salah satu contohnya,  kampus top di telinga para engineer, MIT, berhasil membangun 25.600 perusahaan yang semuanya dirintis oleh alumnus MIT dan berkisar memperkerjakan 3.3 juta orang di Amerika! Atau salah satu universitas impian saya, California Institute of Technology (berada di posisi ke empat, berdasarkan forbes), alumnusnya Charles Trimbles, berhasil menemukan “Trible Navigation” yang memiliki revenue hingga $1.6 billion.

Bisnis berbasiskan high-tech, sangat berkembang di Amerika karena mereka memiliki fasilitas dan pangsa pasar yang besar, baik untuk rakyat mereka sendiri maupun di ekspor ke luar negeri. Sebut saja Sillicon Valley, pusat seluruh perusahaan IT berkumpul, sehingga mitra sangat mudah ditemukan.

Oleh karenanya salah satu visi saya ke depannya adalah berhasil melanjutkan kuliah S2 di Amerika sekaligus membangun perusahaan start-up di sana. Bidang yang ‘mungkin’ saya geluti (hal ini masih sangat bisa berubah kedepannya dikarenakan masih perlu banyak inputan dan pengetahuan lebih) adalah terkait rekayasa komputer dalam hal mixed reality. Mungkin ada yang pernah mendengar istilah “augemented reality”, yah disitulah (hingga saat ini) saya ingin coba tekuni. Mengapa? jawabannya simpel karena cukup aplikatif dan bisa diterapkan di banyak hal, terutama untuk bisa menolong banyak orang.

Menjadi wirausaha tidak harus DO, ataupun putus kuliah. Justru dengan ilmu yang lebih mumpuni, kita bisa semakin kreatif berinovasi dan berkreasi untuk rekayasa piranti. Banyak orang-orang sukses contohnya saja Bapak Sehat Sutardja yang berhasil mendirikan perusahaan semikonduktor (Marvell Technology Group) di Sillicon Valey. Beliau adalah alumnus Teknik Elektro dan Ilmu Komputer di Universitas California, Berkeley. Berdasarkan data dia pernah menjadi 10 orang terkaya di Amerika versi majalah forbes.

Terus, berarti tidak nasionalis dong? Yah jujur pandangan saya, nasionalis tidak melulu harus ‘berdiam’ di tanah air dan mengabdi di sana. Saya -jika Allah berkenan untuk memberikan kesempatan belajar di Amerika- akan sebisa mungkin menuntut ilmu dari sana. Mencoba merintis perusahaan, memperluas jaringan, memperlebar wilayah berfikir, bertukar gagasan dengan orang-orang expert, dan dengan modal dan pengalaman tersebut mencoba membangun perusahaan di Indonesia.

Mungkin terdengar terlalu idealis (atau mungkin utopis?). Yah tidak ada yang tahu. Yang paling bisa menentukan adalah Dia yang memiliki kuasa atas segala sesuatu, Allah SWT. Yang bisa dilakukan manusia adalah bekerja dan berusaha, untuk hasil akhir biarlah Dia yang menentukan.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(Q.S. Al-Baqarah : 216)

Dari alasan-alasan di ataslah, membuat saya segera mematok tujuan untuk bisa belajar di Amerika ini, di hadapan saya. Tapi tidak menempel di kening, lebih baik membiarkan dia menggantung, mengambang 5cm di depan kening sehingga dia  tidak akan lepas dari mata yang menyorot masa depan.

dreams

Masih banyak yang ingin saya ceritakan sebenarnya tentang serpihan mimpi “a little piece of dream” ini. Apakah dengan ini saya hanya mencoba berwacana? Atau bagaimana dengan potensi-potensi alam Indonesia, mengapa tidak bisnis dengan hal tersebut saja? Ada yang bilang “Indonesia mah susah mau buat bisnis, mending kerja aja, zona nyaman? atau di multinasional tuh! kan bisa freshgraduate gajinya belasan juta”? bagiamana tanggapan saya?

Ditunggu part terakhir dari bab EPILOG curahan kecil “A Little Piece of Dream” saya berikutnya.[]

Islam dan Kebahagiaan

Sedang menunggu mata kuliah Elektronika 2, jadi iseng mau menulis atau mungkin lebih tepatnya curhat dalam serangkaian kata mengenai hal dasar dan fundamental sebagai kejaran hidup manusia, yaitu tentang ‘kebahagiaan’.

Sebenarnya apa itu kebahagiaan? Banyak orang hidup di dunia ini hanya mengincar zona dimana kebahagiaan bisa benar-benar dirasakan. Tapi kebanyakan mereka gagal menemukannya. Kenyamanan dalam hidup dan ketenangan tanpa ada beban merupakan sesuatu yang sulit untuk didapatkan, entah mengapa? meskipun orang terkaya sedunia sekalipun masih bertanya, apakah saya bahagia?

Di tahun 1923 di Pantai Hotel EdgeWater di Chicago, berkumpul 8 orang paling sukses dan terkaya di dunia untuk melakukan pertemuan. Faktanya jika total aset dan kekayaan mereka di jumlahkan maka akan melebihi kekayaan Amerika Serikat kala itu. Namun pada kenyataannya, bagaimana mereka mengakhiri hidupnya kira-kira 25 tahun kemudian:

  1. Charles Schwab, presiden perusahaan baja terbesar, mengalami kebangkrutan dan hidup dengan modal pinjaman sebelum mengakhiri hayatnya
  2. Howard Habson, presiden perusahaan gas terbesar bahkan sampai menjadi orang gila
  3. Arthur Cutton, salah satu pedagang komoditi terbesar meninggal karena pailit
  4. Richard Whitney, masuk penjara dan meninggal di rumahnya
  5. Albert Fall, meski meninggal dengan tenang di rumahnya, sebelumnya ia juga masuk penjara
  6. Jessi Livermoe, broker terbesar di Wall Street, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
  7. Ivan Krueger, presiden monopoli terbesar di dunia, bunuh diri
  8. Leon Fraser, presiden the Bank of International Settlement juga bunuh diri

(sumber: http://muesa-maseno.org/rich_men.html)

Jelas materi tidak akan menjamin seseorang mendapat kebahagiaan. Orang yang kaya belum tentu merasakan nikmatnya hidup. Orang yang menjabat sebagai presiden perusahaan atau berkuasa penuh atas kepemimpinan suatu negara tidak bisa mendapat jaminan bisa tersenyum dan bahagia hingga akhir usia. Contohnya kedelapan orang termasyur di atas. Mereka mungkin dari segi materi & kedudukan sangat berkecukupan dan mungkin banyak orang yang mendambakan berada di posisi mereka. Namun apakah mereka bahagia sebelum mencapai penghujung hidupnya?

Kehidupan bukan Hanya Sebatas Materi

Saya dan mungkin kebanyakan orang di dunia pasti pernah merenungkan sebenarnya apa tujuan hidup di dunia? Apakah sebatas mencari uang dan mencukupi kebutuhan? Ataukah untuk mengincar kekuasaan sehingga nama kita dikenang banyak orang? Mungkin kebanyakan orang menjadikan hidupnya sebagai sarana pengejar kebahagiaan dengan cara menimbun materi dan menggunakannya untuk foya-foya. Atau dengan serakah mengambil hak kekayaan orang lain demi memuaskan nafsu dunianya. Namun apakah itu hakekat sebenarnya kehidupan?

Saya baru membaca buku Character Building, tulisannya Bapak Erie Sudewo dan menemukan 1 paragraf yang menarik: Uang bisa membeli tempat tidur, tapi yakinkah kenyenyakan bisa dibayar? Rumah bisa dibeli namun bisakan kenyamanan dibayar? Satpam digaji, peralatan pengamanan pun diadakan. Tapi bisakah keselamatan dibayar. Obat ditebus dan rumah sakit luar negeri pun disambangi. Tetapi bisakah kesembuhan dibeli? Sajadah didatangkan dari Persia, hanya bisakah sajadah itu membuat shalat kita menjadi khusyuk?

Seyogyanya nikmat, kenyamanan, dan kebahagiaan belum tentu sebanding lurus dengan kekayaan materi yang kita punya. Banyak fakta dan kejadian yang sudah membuktikan kalimat tersebut. Semua itu tidak lain hanyalah nafsu manusia yang jika tidak terkendalikan, akan menjadi keserakahan yang membuat mereka buta, tuli dan mungkin lebih hinda daripada binatang. Ada hal lain selain materi yang menjadi titik sentral dari segala garis kebahagiaan kehidupan. Yaitu kedekatan kita terhadap Tuhan satu-satunya di dunia, Allah SWT.

Islam Datang sebagai Kunci Kebahagiaan

 Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya? [QS Al-Qasas: 60] 

Banyak kegelisahan-kegelisahan yang pastinya kita rasakan selama menjalani kehidupan dunia. Misalnya bagi golongan mahasiswa pernah merasakan kehilangan benda berharga dan menyebabkan kerugian (mungkin) hingga jutaan rupiah, yang bagi saya dan mayoritas kaum mahasiswa lainnya itu sangatlah besar. Tidak bisa mencapai IPK yang ditargetkan atau bahkan anjlok di salah satu semester. Mendapat cemoohan dari teman-teman sebaya karena perbuatan yang telah kita lakukan. Di cap sebagai tidak amanah karena ‘terlihat’ gagal dalam memimpin suatu organisasi/acara, padahal kenyataannya kesuksesan-kesuksesan yang pernah diraih tidak tercitrakan ke mata mereka dan pada umumnya manusia hanya menangkap dari sudut pandang yang terlihat dari mereka. Atau mungkin ketakutan masa depan terkait bisakah pasca kuliah nanti menjadi orang yang sukses dan bahagia?

Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma’rifatullah”, telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan:

“Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia.

Ada pun kelezatan hati ialah ma’rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden.

Maka tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan  oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada ma’rifat yang lebih lezat daripada ma’rifatullah.”

Islam mengajarkan kita untuk menyandarkan diri ke satu tempat yaitu Allah SWT. Kegelisahan-kegelisahan di atas bisa langsung di bantah dengan hanya satu jawaban, yaitu kita hidup semata-mata untuk mencari keridhanNya. Kita mengetahui bahwa Allah menjajikan tempat yang kekal dan jauh lebih baik dibanding dunia bagi orang-orang yang beriman, yaitu Jannah! Lekas untuk apa bersedih karena kehilangan materi, toh itu tidak akan dibawa ke liang lahat.

Orang tidak melihat ketika kita banyak melakukan hal baik dan malahan karena yang terlihat perihal buruk di mata orang langsung di cap jelek oleh orang lain. Lantas apakah kita merasa kecewa? Jika dikembalikan lagi ke hakekat hidup dalam islam, niscaya kegelisahan seperti itu akan hilang. Kita hidup untuk Allah, tidak masalah orang menilai apa yang penting kita baik di mata Dia, yang tentunya tidak akan pernah tertidur dan lepas pandangan dari segala aktivitas kita. Kegagalan-kegagalan yang kita rasakan pun akan sangat cepat tersingkirkan jika kita mengembalikan lagi bahwa kebahagiaan mutlak itu hanya ada pada Allah, bukan kekayaan, prestasi ataupun kekuasaan yang gagal kita raih. Rezeki sudah Allah tentukan, dan di tangan Dialah segala sesuatu diputuskan. Jika kita berfikir bahwa Allah-lah yang paling mengetahui apa yang paling baik buat kita buat apa maratapi kegagalan?

Betapa indahnya islam menjelaskan konsep kebahagiaan asalkan kita benar-benar yakin dan beriman akan eksistensi Allah sebagai salah satu elemen penting kehidupan manusia. Entah apa yang dipikirkan oleh orang yang bunuh diri karena kekecewaan di dunia, itu merupakan hal yang sangat bodoh dalam islam. Hidup ini bagaikan roda yang berjalan, pasti akan selalu berputar dan saling berganti nasib baik dan buruk. Setiap orang memiliki waktunya masing-masing jadi jangan saling iri akan kebahagiaan orang lain ataupun senang atas penderitaan orang lain. Kita punya Allah dan dengan Islam lah Dia memberikan kita makna mutlak sebuah kebahagiaan.[]

Institut Teknologi Bandung, 4 September 2012, 10:48 AM
Muhammad Afif Izzatullah
-sembari menunggu waktu masuk mata kuliah Elektronika Sinyal Analog & Mixed-

My Parent’s Haj Pilgrimage 2009

7th November – 19th December 2009 was a very admirably big historical event for my parent. Because after waiting along year to years, finally my parent could go to the sacred city Mecca to do haj pilgrimage (Naik Haji). Go haj is the 5th “Pillars of Islam” (Rukun Islam) that Muslims have to do as they can since that’s one of obligatory for adequate people. Because of reason above, my parents plan to go haj in 2009, and Alhamdulillah it’s reached.

7th November 2009

Today was Saturday that my parents leaved us to go haj. But I was actually very regret, I couldn’t accompany and take away them to pilgrim hostel (asrama haji) because I had to join a scientific paper competition at that time. But it was no problem, since I had said goodbye and prayed them one day before departure. But in 7th September my parent hadn’t gone yet to take off to Mecca but then still in Palembang in pilgrim hostel.

In Pusri mosque, seconds before leaving

8th November 2009

At present was a day that all of haj people from Bisri (my parent’s haj group) took off to Mecca. They went to airport first and prepared for flying. And promptly at 2.30 pm or 10.30 a.m in Arab, they took off by plane to go to Jedah, Saudi Arabia.

In Pilgrim Hostel

09th-14th November 2009

Arrived in Jedah, My parent and kloter’s friend (kelompok terbang) went by bus to go to Mecca. Around 00.00 o’clock they arrived in Maktab, Mecca, to take rooms distribution for living and taking rest in Mecca. In Mecca my parent did many religious service. The first and foremost of all, they went to Masjidil Harom to do tawaf, sunnah prayers, tahalul and etc. From 10-14th November, all of pilgrim did routine religious service in Masjidil Harom in order to get “mabrur pilgrimage“.

Met Iraqi

15th-23th November 2009

In these days, all of pilgrim concomitant did pilgrimage to Arafat (Ziarah ke Arafah), musdalifah, mina, Jabal Rachman and etc. “Because of this compact schedule, that’s why I think pilgrim has to prepare let physic and mental condition, because not a bit people dying when do haj because of weak physic and destiny”. We’re back to story. After did so many religious service, my parent moved to seek sacrificing animal for “dam”. My parents bought a camel with cost 300 real or 900.000 rupiah for dam. That was the end of 23th November 2009

Seeking camel

24th-25th November 2009

Preparation to go to Arafat was being done by pilgrim today.  At 15.00 all of them, first did an intention and ihrom sunnah prayers before going to Arafat. After that all of pilgrim were distributed into many groups and went inside bus according to their groups respectively. And around 18.00 they all arrived in Arafat tent and did Maghrib and isya praying before they went to rest.

26th November 2009

Today was a day that my parents and other did wukuf  in Arafat. Among of them began wukuf at 12.oo am continue with wukuf’s khotbah and praying by theirselve until 18.00 pm. At 19.00 they went to Musdalifah to do mabit and looking for stone/rock to used in Lontar jumroh next day. After did all things all of them stand line to get bus to go to Mina.

Wukuf Arafat

Wukuf Arafat

27th November 2009

The first day for Lontar Jumroh. After arriving in Mina, all of pilgrim took a rest while waiting for Lontar Jumroh Aqobah announcement. Began at 3.00 pm, the first lontar jumroh in Aqobah was started. All of them move all at once to throw small rock to do Lontar Jumroh Aqobah. After that, among them do tahalul for Idul Adha preparation.

Lontar Jumroh

28th-30th November 2009

These three days, my parent do the second until the forth Lontar jumroh Ula, Asta, and Aqobah. Those were very tired days for my parents, because of that they directly took a rest in tent or went directly to Mecca in the afternoon. At 11.00 my parent finishing the worship series and did tawaf ifadah before they’d go back to Maktab.

1th-15th December 2009

The haj worship schedule almost end until this day. My parent did Tawaf Wada’ in Mecca and did Arbain obligatory prayers 40 times in Madina. After that, All of pilgrim included my parent went to Jeda to prepare to go back to Indonesia via jedah.

Tawaf Wada’

16th-18th December 2009

All these ending days were free before they would go back to Indonesia. Pilgrimage in jeda and Laut Merah, Packing cases, getting zam-zam water and getting Al-Quran and other souvenirs when they went inside to the plane. And promptly 01.15 wib or 11.15 saudi arabia’s time, the plane took off to Indonesia from jeda, step away foot from the sacred city Mecca to go back to Indonesia and meet us as hope would get Mabrur Pilgrimage 2009. Aaamiiin :D

Front of Bus

19th December 2009

The plane arrived in SMB II airport Palembang and as fast as all of pilgrim included my parent were going by bus with destination Pusri mosque with tears and contentment to meet their family again after 40 days seperated not meet each other. Alhamdulillah. :D