Recap: Last 6 Months

I just had continuous meetings yesterday. Tiring yet exciting, since some of them are strategic persons. Means I can’t think of the opportunities to meet them in my “previous” life. Yes! before this roller coaster life.

Kemarin juga baru gajian, in this case nge gaji karyawan. Terharu pisan. Jujur saya punya banyak mimpi-mimpi kecil yang mungkin sepeleh bagi sebagian orang. Contoh: nulis “we are hiring!” di status. Itu bahagia pisan beberapa minggu kebelakang akhirnya tercapai. Karena Alhamdulillah startup yang saya dengan co-founder buat literally lagi hiring orang. Terus, mimpi juga bisa ngegaji lulusan-lulusan kampus ternama. UI, ITB, UGM, bahkan luar negeri. Yang Alhamdulillah terwujud juga tepatnya kemarin, karena beberapa karyawan awal kita alumni beberapa kampus ternama tersebut.

Sesederhana itu sih. Tapi these small milestones & dreams bener-bener memantik sedikit kebahagiaan dalam hati. Dreams could come true through hard work. Itu baru beberapa doang. Masih banyak mimpi-mimpi kecil lainnya yang menjadi bucket list dalam hidup yang belum tercapai. Yang terus juga menjadi pemandu untuk terus berjalan dan bermimpi satu tingkat lebih tinggi kedepannya.

think-big-start-small

Anyway. Lagi ada mood nulis lagi setelah sekian lama vakum. Around 6 months exactly. Yes karena 6 bulan belakang countless things happen. Mungkin bisa jadi satu buku. lol. Lebai. But it’s true.

Mood nulis ini juga bukan buat nulis panjang (meski gatau juga kadang ga kerasa kalo sudah nulis). But, I just want to recap in short what happen in the last 6 months of my life. My 6 months of the result of my life changing decision.

ROLLER COASTER

Long story short, mulai awal tahun ini saya dengan teman saya akhirnya mulai memutuskan untuk fulltime to build our own startup company. Named Provesty. And you know, startup life is really extremely which is literally Roller Coaster. Lol *anak jaksel mode on*. But it’s true. I felt it by myself. Morning I was so excited with what we were going to do. But in the afternoon, something happened, then I felt like “man, it’s not gonna happen”

And it will always (and perpetually) happens along side the journey. Weekday up, weekend down. At 8am full of spirit, 8.03am God I’m gonna quit. It’s really happening. Sebelum-belumnya cuma bisa baca dari buku, atau dari youtube. Startup life itu roller coaster bla bla bla. Tapi kadang mikir “emang iya segitunya.” Dan ternyata emang segitunya. Lol

Then you always (forced) to think every seconds of your life. Dulu waktu jadi karyawan, mau gimanapun perusahaannya I don’t really care, toh saya masih digaji. Yang penting gaji dateng tiap akhir bulan. Sekarang literally setiap bangun pagi langsung mikir, what to do today, what to do next. How to solve last week problems. Belum beres dengan itu, datang lagi, another problem kemarin. It’s sleepless & non-stop. Belum lagi kalo udah nge-gaji karyawan. We race against time. Seconds delayed cost us dearly. Saya selalu ngingetin one-on-one maybe ke karyawan. In this early stage we need to move fast. Ketika ada kerjaan jangan sampai bola nya lama di kita. Make it done, lempar ke yang lain. Dan kalo stuck nya di orang lain/partner, wajib di teror setiap waktu. Since we are literally racing against time!

BOOTSTRAPPING

Yes. In the last 6 months we still did bootstrapping. No gaji. No office. No kejelasan kedepannya gimana. Kita dulu literally pindah-pindah kantornya, dimana ada internet, disitu kita ngantor haha. Kalo di Bandung kita biasanya ngantor di wifi corner telkomsel, cuma bayar 5000, pake wifi.id dan super kenceng. Atau kalo di jakarta bisa di kosan, di McD, cafe (beli kopi doang) atau bayar per hari di co working space. Sungguh terlantar. Tapi begitulah bootstraping.

Cold calling dan cold emailing, ga dibales-bales. Nge whatsapp calon-calon angel & mentor, berkali-kali. Ibarat berpuluh-puluh baris di whatsapp, terus dibales sebaris “please contact my secretary”. Umm alritee. Ya gitu lah haha. But that experience kita belajar banyak banget, it’s how building company like. Man Jadda Wa Jadda. Akhirnya sempat ada satu VC yang bales, terus ketemu lah kita dengan managing partner nya. Karena kita belum ada apa-apa sama sekali, mereka pengen ngeliat traction kita. Akhirnya instead of giving money, he gave us free office, 3 months di Spacemob Gama Tower (beberapa minggu langsung kemudian diakuisisi WeWork).

Lumayan banget. Di sana harga per desk nya sekitar 2jt per orang. Berarti kita 3 bulan sudah hemat 12 juta. Akses wifi gratis, free cereal dan coffee, meeting room kalo ketemu client, mewah banget pokoknya. Kalo kalian tau Gama Tower itu gedung tertinggi di Indonesia sekarang (dulunya wisma46, mantan gedung kantor). Yang di atasnya ada Hensin (Resto tertinggi di jakarta) dan satu gedung dengan Westin. Belum lagi lokasinya di Rasuna Said. Jadi di website & kartu nama kita jadi credible banget dengan kantor disini. Ketika pitching atau ketemu orang, mereka ga memandang sebelah mata at least. Meski padahal kita cuma 2 meja doang, bukan satu lantai. Lol. That’s the art of bootstrapping.

DUBAI

Yes. Di sekitar bulan april, Alhamdulillah saya dikasih kesempatan mengunjungi Dubai. Ikut FIABCI world congress di bayarin full oleh advisor kita. Plus kita ngasih share juga sih. Dulu rada nyesel asal-asal ngasih share gitu, tapi ya gimana, dulu mah totally no idea mw gimana, jadi kasih we lah. Ke Dubai ini saya banyak ketemu orang baru, some strategic persons dan lebih dekat dengan advisor kita juga jadinya. Advisor kita ini salah satu real estate tycoon, yah crazy rich asian lah lol. Jadi saya di bawa-bawa ke 4 season, armani hotel, termasuk burj khalifa, yang kalo nabung ga kesampean dah. Dalam jangka pendek, mungkin belum terlalu terlihat hasil dari Dubai, but in long run, saya yakin in syaa Allah bisa memanfaatkan jaringan ini. Semoga nanti bisa buat satu post sendiri tentang perjalanan & pembeljaran selama di Dubai ini. Aamiin.

32469098_10208526876209827_3532209034402725888_n

FUNDING & INVESTMENT

Another Alhamdulillah. Setelah berbulan-bulan (hampir) sekarat. Kita finally bisa secured funding! Yeay. Yap beberapa angel investors akhirnya chip in ke kita. Masih kecil. Kita nyebutnya ini Angel round. Dan lebih bahagianya lagi angels ini not only put money on the table, kita dikenalin ke lawyer, konsultan, networknya beliau, strategic persons dll.

Semua legal things kita juga dibenerin. Kita dibantu buat PT oleh tim legal investor kita. PT yang biasanya kita keluar uang at least 15juta jadi gratis karena dibuatin oleh beliau. Modal tersetor 50jt dipinjemin dulu untuk syarat PT. Karena angel investor kita ini kalo masuk dia mau masuknya ke PT yang udah jadi. Bahkan dulu kita sempet ada akta pembaharuan gara-gara salah beberapa kata doang: “modal tersetor lebih dari 50jt”, sedang yang ditransfer 50jt pas, seharusnya 50jt 100 rupiah itu udah cukup. Akhirnya diganti lagi, yang kalo kita bayar sendiri itu sudah kayak buat PT baru 2x15jt. Haha.

Setelah bolak-balik notaris, tanda tangan sana-sini, alhasil Alhamdulillah jadilah PT kita dengan nama PT Provesty Global Nusantara. My truly first legal PT. Di balik nama itu melambangkan mimpi besar sederhana, we aim global market but we start with Nusantara at the beginning. As simple as that. I don’t know and don’t really care how we reach that global market. I just want to dream. It’s free right. PT jadi, tinggal kita masuk ke termsheet. Ada cerita seru juga, dulu duit baru turun literally di hari pas tanggal gajian. Lol. Udah cemas harus nombokin dulu, tapi Alhamdulillah turun juga. Seru banget intinya. Mungkin terkait funding & investment ini nanti bisa jadi satu post sendiri. But sekali lagi Alhamdulillah. It’s all Allah’s blessing.

HIRING!

Yes dengan adanya funding kita jadinya bisa hiring. Akhirnya seperti yang ditulis di atas, bisa juga nulis “we are hiring!” di status lol. Pas saya lagi nulis ini, karyawan yang sudah join ke kita ada 4 orang, termasuk kita berdua jadi berenam. Dan fun fact semuanya cumlaude dan dari kampus ternama. Jadi di tim kita berlima cumlaude semua kecuali saya haha. Kita ga mensyaratkan harus cumlaude sebenernya, saya juga baru sadar ketika mereka udah pada join terus nanya IPK ternyata >3.5 semua. De best. Tapi IPK emang tetep kita pertimbankan. Karena itu membuktikan tidak hanya intelektual tapi juga kemauan untuk belajar. Tapi kalo IPK biasa selama dia mau belajar we are more than welcome. Ohya sama ada 1 lagi, software engineer, tapi doi 1 month notice jadi in syaa Allah join bulan depan. Nyari engineer sekarang susah. Pada songong-songong dan jual mahal. Hidup alumni STEI. Lol

BUILDING COMPANY & UNCOUNTABLE LEARNING 

Building company and building business. It’s two different things. Dan dua-duanya susah minta ampun. Saya dengan co-founder jujur sering banget hampir berantem. Selisih pendapat. Debat. Karena thats how to build great company. Kita harus set aside feeling, dan work on this professionally.

Tapi kita akui, kita berdua banyakk banget belajar. Mungkin accumulated beberapa bulan kebelakang, pembelajarannya melebihi beberapa tahun saya dulu pas kerja jadi karyawan. Bayangin aja sekarang kita belajar legal, bisnis, coding dari nol, selling, belum lagi cara hitung gaji, ngitung pajak, BPJS, dasar akunting, dll. Tapi asiknya membangun perusahaan sendiri, itu bener-bener ga kerasa. Time flies so exciting

DREAM

“Access to capital” is really important. Saya lagi random baca buku “Ciputra, Entrepreneur the passion of my life.” Biografi Pak Ciputra mulai dari perjuangan sulitnya beliau dari kecil, SD, SMP, SMA, terus masuk ITB, dan menjadi salah satu developer besar di Indonesia. Such a journey, jadi gaada alasan lagi buat ngeluh. Ohya saya mulai penasaran dengan Pak Ciputra ini pas waktu di Dubai, beliau sering banget disebut-sebut, karena beliau orang Indonesia pertama yang pernah menjadi ketua World Real Estate Federation, FIABCI. What a person!

Back to capital. Pak Ciputra ini banyak sekali mimpinya, mulai dari proyek pertama beliau merekapitalisasi pasar senen, membuat disneyland di Indonesia (yang akhirnya sekarang jadi Taman Impian Jaya Ancol), dan proyek besar beliau lainnya yang belum saya baca. I really felt him, ketika Indonesia di awal pembangunan paska merdeka, sangat sulit untuk mendapatkan akses ke kapital. Padahal jika ada, beliau bisa banyak men-develop proyek spektakuler untuk akselerasi pembangunan.

What makes country poor or rich, juga karena access to capital. Negara yang punya banyak natural resources tapi gaada akses ke kapital, bisa menjadi miskin. Meski ada faktor besar lainnya juga, misal policy & political institutions yang membuat capital juga bisa menjadi useless. But it’s another thing. One of my dream through building Provesty, is providing a new alternative access of capital in real estate & infrastructure industry. And through technology I believe we could not only aim domestic market, but trillion dollars of global real estate market. Dream big, start small. Semoga tercapai. Aamiin

LUCKS

Yes. Poin penutup. Saya bener-bener ngerasa, banyakk banget keberuntungan selama bangun startup ini. Luck ketemu Co-Founder yang jago & satu visi. Mau susah bareng lagi (dulunya doi kerja di Amerika cuy, tau sendiri gaji per bulannya berapa). Luck ketemu advisor, mentor, bahkan investor. Luck dapet proyek bagus. Luck dapet orang-orang yang di hire talented. Dan luck-luck lainnya.

Saya barusan rapat btw, terus ngerasa bersyukuur banget Head of Business & Risk yang saya hire, doi 8 tahun di BNI, mau join ke perusahaan kecil gini. Dan karena eks-banker dia jadi tahu bener produk-produk perbankan. Jadi kita tinggal buat versi syariah nya. Banyak banget intinya kalo dihitung, mungkin saya bisa sampai ditahap ini karena keberuntungan. Tapi sebagai muslim, it’s not a luck. It’s Allah’s help. Semakin banyak istighfar dan doa, pertolongan Allah bisa datang dari arah yang tak di sangka. This life is full of uncertainties. That’s why I need unknown special power from Allah to help to do it.

Frost.jpg

Done! Panjang juga ya. Sekian recap selama 6 bulan kebelakang. It’s long way to go. And It’s still unclear what will happen in the future. Jadi final muse, building a business is really really hard. Serius. Banyak ketidak pastian dan totally blurry what will happen along the journey. Apalagi di bisnis saya yang sekarang. Contoh: handling legal itu superr lieur. Ditambah lagi handling shariah compliance nya. Stressed. But, itulah seru nya berjuang di jalan islam. Kita tidak mengejar dunia aja, tapi juga keberkahannya di Akhirat. Dan dengan legally & shariah compliance kita bener-bener pengen kontribusi terhadap ekonomi dan dakwah islam kedepannya. Berat bahasanya tapi semoga bisa.

As closing, this road that less traveled is so lonely & wasted if we do it for Dunya matters only. It’s temporary. The eternal life is later in hereafter. So always make Allah’s Ridha as the final purpose for every decision and step we choose along side of our journey.[]

2017 Journey: Part I

Learning in life is as indispensable as breathing in running. As my wordpress title, I realized Life is truly series of learning. Dan Islam mengokohkan itu dalam Hadits Rosulullah SAW, yaitu bagi siapapun yang menuntut ilmu, akan dipermudah jalannya oleh Allah menuju surga. Pergantian tahun menjadi salah satu titik refleksi dalam koordinat kartesius hidup, untuk melihat sejauh apa kita belajar dan berkembang dari tahun sebelumnya. Apakah kurva perjalanan kita linear sesuai dengan garis asymptot ideal yang dituju, atau justru berbelok tanda ada yang harus dievaluasi. Salah satu metode refleksi yang biasa saya gunakan, adalah dengan menuliskan milestone perjanalan dalam satu tahun belakang dalam bentuk tulisan.

I really want to make it routine in annual basis to be honest, but to make such commitment is not that easy, yet at least writing in some years is much better than writing nothing at all. Kebetulan sedang ada mood nulis, and here it is, my 2017 Journey. Sebenarnya ada sebagian cerita di tahun 2016 sebagai pembukaan, but mostly core nya di 2017. Saya coba iseng nulis targetnya tidak terlalu Panjang, but once I have mood to write its hard to stop, alhasil sekarang jadi berhalaman-halaman lol. Hence, I will try to parse this story into some parts in order not to make this boring for the readers (if any) and skip some important parts.

Lol, so long opening. So let’s just begin to surf in my 2017 Journey.

hand-playing-with-toy-plane_1252-549

A DYNAMIC YEAR

Tahun 2017 merupakan tahun yang sangat dinamis, terutama dalam historis per-karir-an saya. Total 3 perusahaan saya pindah hanya dalam jangka waktu 1 tahun, yang secara per-HR-an itu sangat buruk dan menurunkan kredibilitas. Namun secara per-Milenial-an, itu dianggap sesuatu yang lumrah, toh teman-teman saya juga banyak melakukan hal yang sama.

Teringat dulu ketika matahari pagi pertama terbit dari Horizon, menandakan pergantian tahun, 1 Januari 2017. Saya masih bekerja sebagai Bisnis Analis Konsultan di NTT Data Indonesia. Jika tidak salah, saat itu saya baru menyelesaikan satu proyek Bersama dengan tim Everis, Spanyol dan Meksiko, dan menyisakan beberapa laporan yang harus dibuat di awal tahun. Proyek officially berakhir di Desember 2017, dan di Januari 2017 selayaknya perusahaan konsultan, terjadi masa transisi, saya harus menyelesaikan laporan-laporan akhir proyek, sembari transisi untuk ditransfer ke proyek lain.

Jujur saat itu, bekerja di NTT Data sungguh sangat berada di zona nyaman saya. Mulai dari gaji yang lebih dari cukup plus bonus ketika lembur. Tempat kosan saya di setiabudi, yang ke kantor hanya berjalan kaki sekitar 20 menit ke Wisma 46 BNI di Sudirman, which is tidak harus merasakan “neraka”-nya kemacetan Jakarta. Tempat makan dekat dan murah untuk ukuran Jakarta. Masjid dekat kosan tinggal jalan dan masjid di dekat kantor juga besar dan tinggal menyeberang, yang terkadang saya sempat tidur siang disana bada dzuhur. Lingkungan kerja juga sangat kondusif, and I made many friends there. Mulai dari yang seumuran sesama milenial, senior, hingga bapak Ibu yang sudah punya anak seumuran saya.

Dunia entertainment, aka hiburan dikala stress di kantor juga tidak terlalu jauh, mall Grand Indonesia tinggal jalan kaki dari kantor yang biasanya saya dengan teman hedon paska gajian ke café atau restoran mevvah, ala jomblo yang belum banyak memiliki tanggungan dan tuntutan tabungan. Atau biasanya ketika ada diskon-diskon musiman, kami bergegas mengagendakan untuk pulang lebih cepat agar tidak terlewat barang-barang bagus yang sekali lagi- diskonan. Nonton bioskop juga hampir setiap minggu tinggal jalan sekitar 5 menit dari kosan ke setiabudi one, yang dulu harganya masih sangat murah Cuma Rp 25,000. Ditambah lagi, ada fasilitas kolam renang, jaccuzi dan spa di tempat apartemen teman, jadi biasanya kami mengagendakan setiap kamis untuk renang disana sepulangnya dari kantor. Semuanya begitu indah dan nyaman, apalagi dengan carreer path yang jelas, terukur, dan poin-poin yang harus dicapai jelas sangat memungkinkan saya menghabiskan karir seumur hidup disana, apalagi ketika sudah berkeluarga, dengan work-life balance yang sangat seimbang disini sangat memungkinkan untuk hidup tenang, bahagia dan Sentosa, forever after.

BUT I have my own dream. Saya sempat menuliskannya di Dream Plan saya, salah satunya I want to build my own company.

Dan disaat yang bersamaan era startup teknologi mulai masuk di titik awal asimptot pendakian linear kurva e pangkat x, yang pertumbuhannya sangat eksponensial. Beberapa teman bahkan langsung menjadikan startup sebagai batu pijakan karir pertamanya. Ketika di pertengahan tahun 2016 pun saya tidak jarang browsing dan research tentang beberapa startup di internet, dan mulai muncul godaan-godaan awal untuk resign dan mencoba belajar dari perusahaan kecil menengah bernama startup.

SOME PROJECTS I WAS INVOLVED

Rencana untuk pindah perusahaan sebenarnya masih kecil, tapi sudah ada sejak pertengahan 2016. Karena saat itu saya masih terlibat di proyek seru, Hospital Market Research, sehingga rasa tersebut tidak lebih hanya sebatas pemantik kecil tanpa followup yang serius. Baru di akhir tahun 2016, setelah saya mendapat kabar paska proyek terakhir saya akan kembali di relokasikan ke proyek sebelumnya, rasa tersebut kembali membuncah dan bergebu-gebu.

For short info, saya ingin coba sharing disini juga, some big projecst I was involved in when I worked in NTT Data. And FYI di bulan-bulan awal saya sempat di rotasi ke beberapa business branches, mulai dari microfinance, HRMS, POS payment division, dll. Alhamdulillah, dari rotasi tersebut saya bisa belajar banyak secara helicopter view business model yang digunakan hingga technical surface dari masing-masing projects. Hingga akhirnya di pertengahan ke akhir bulan I ended up taking many big projects from Healthcare division. Salah satunya saya sempat terlibat di proyek Smart Cabinet Development, yang cukup menarik yaitu menggunakan Internet of Things (IoT) untuk rumah sakit, which is salah satu background mengapa saya di approach ke NTT Data adalah karena akan adanya proyek ini.

Di proyek smart cabinet ini saya terlibat end to end, mulai dari project initiation, veteran review boards (VRB), sedikit dilbatkan di financial planning, kemudian in charge utama di fully research and product development both its hardware and software. If I’m not mistaken, I worked in this project di sekitar bulan Juni – September 2016, which the responsibilities include but not limited to clients engagements, business requirements, system design, business process design, product development hingga implementation and operation di Pilot Project salah satu top referral Rumah Sakit di Jakarta. Serunya disini, saya bekerja sebagai business analyst, sehingga mentransformasikan business needs ke dalam bentuk technical solution. Dan karena IoT, disini sistem yang digunakan dan dibuat oleh teman-teman engineer menggunakan Raspberry Pi 3 sebagai core embedded system di Smart Cabinet nya, which is nostalgia, balikan lagi dengan mantan-mantan lama saat di Elektro ITB lol, meskipun sekarang I was not in charge details code that loving machine haha; dan juga web-based system for backend and frontend solution untuk company client dan juga rumah sakit.

This first phase of the project bisa dikatakan sukses dan saya belajar banyak hal dari sana. Setelah September karena operation team yang jalan, dan NTT Data on progress negotiation dengan client terkait project contract for expansion dsb, saya dialokasikan di proyek lain, yaitu market research di sekitar bulan Oktober – Desember 2016.

Untuk proyek market research ini juga cukup menarik. Jadi salah satu anak perusahaan NTT Data di Spanyol, ingin mencoba masuk ke market di Indonesia untuk Hospital Information System (HIS) software. Dan sebelum masuk tentunya harus dilakukan market research terlebih dahulu, untuk mengetahui iklim pasar di Indonesia, seberapa tinggi entry barrier nya, seberapa cost yang diperlukan untuk masuk, bagaimana flow di Rumah Sakit, apakah banyak custom atau tidak, bagaiamana regulasi dan tipe rumah sakit di Indonesia, dengan tujuan investment yang mungkin mencapai Triliunan dapat mendapatkan Return yang positif dan bisa mengambil pie market yang besar dari total market yang ada di Indonesia. I could say I helped Multinational Company Capitalist to grab domestic market in Indonesia, but well it was business as usual and I aimed to just professionally learn out of it. Dan saya juga baru tahu alokasi budget untuk konsultan pre-market entry research itu sangat besar, mereka berani menggolontorkan uang yang cukup gede, karena memang cukup krusial, lebih baik costly di awal, daripada membuat bad investment dan bakal loss besar di akhir.

Jadi disimplifikasi, market research ini secara garis besar terbagi atas ada dua hal, pertama data gathering di lapangan (which is rumah sakit yang kita sudah kerja sama) dan kedua research and creating report di office Wisma BNI 46, HQ dari NTT Data Indonesia. Jadi di akhir tahun 2016 saya banyak bolak-balik rumah sakit Jakarta untuk data gathering, dan menariknya saya belajar banyak terkait business flow di rumah sakit, interview dengan key persons, ketemu dengan banyak dokter (dokter tua tapi, sayangnya bukan dokter muda haha), research terkait teknologi yang digunakan di rumah sakit, dll. Well in general, Hospital is one type of Healthcare business, which is to make money, isn’t it? Saya saat itu bekerja sama dengan senior konsultan namanya Pak Faried, alumni UI, sudah punya anak. Dan kami berdua ditandemkan dengan konsultan asal Spanyol dan Meksiko, namanya Dierk dan Cyntia. Mereka bertiga meskipun umurnya jauh di atas saya, tapi sangat friendly, and we often spent times together exploring Jakarta, outside of work.

Setelah selesai core project di Desember 2016, saya masuk tahap idle, yaitu menyelesaikan seluruh sisa report proyek market research, dan tahap transisi ke proyek selanjutnya. Sebenarnya di Desember 2016, saya sudah mendapat kabar-kabar bahwa saya akan direlokasikan kembali ke proyek Smart Cabinet, untuk expansion tidak hanya di Jakarta, tapi ke berbagai kota di Indonesia, bahkan berbagai pulau di Indonesia. Saat ini sebenernya cukup dilemma, di satu sisi saya bisa belajar banyak hal lagi terkait operational expansion, di sisi lain, saya dengan tipe ENTP ada rasa bosan kembali ke proyek yang sama. Sehingga benih-benih untuk resign dan pindah ke startup yang sempat tersemai, mulai kembali tumbuh dan cukup membesar.

PLANNING FOR LEAP OF FAITH TO JUMP TO STARTUP SHIP

Timing transisi dan akhir tahun ini adalah timing yang cukup tepat jika saya ingin resign dan pindah pekerjaan, karena saya belum officially di assign di satu proyek sehingga akan lebih mudah jika ingin mengajukan resign ke perusahaan. CV kerja mulai saya perbaharui kembali dan update dengan data-data terbaru, sebagai senjata tempur untuk masuk ke medan perang pencarian tempat kerja baru dan waktu itu salah satu parameternya, wajib perusahaan startup!

Sempat ada beberapa pilihan apakah saya sebaiknya pindah ke perusahaan startup yang sudah cukup besar, seperti Bukalapak, Tokopedia atau Traveloka. Atau saya pindah ke perusahaan startup yang masih early to medium stage yang tim nya masih kecil dan lean, namun belum banyak dikenal di khalayak umum.

Ada beberapa pertimbangan & parameter. Pertama yang paling penting adalah dari sisi Learning. Jika saya pindah ke startup yang sudah besar sejenis bukalapak/traveloka, ada kemungkinan startup tersebut sudah semi-korporat which is saya akan responsible terhadap satu hal spesifik dan report ke manager, akan sulit untuk eksplorasi variasi ilmu karena memang by nature kultur perusahaan yang sudah banyak karyawannya, limitasi untuk melakukan banyak hal menjadi sangat kecil. Jadi bisa dibilang, tidak akan jauh berbeda dengan learning yang saya dapat di NTT Data.

Sedangkan jika pindah ke startup kecil to medium. Karena timnya masih kecil dan lean, learning opportunity-nya akan sangat besar. Karena kesempatan untuk explorasi banyak hal sangat terbuka. Ditambah lagi saya juga akan belajar terkait how to build startup company yang tidak akan mungkin saya dapatkan ketika bekerja di startup besar. Kultur nya juga sangat dipastikan sangat agile dan fleksible, dengan kata lain tidak korporat aka tidak saklek. Sehingga bisa mengkomplemen pengalaman saya bekerja di NTT Data yang so korporat style.

Akhirnya ketok palu, saya putuskan untuk memprioritaskan pindah ke early to medium stage startup dibanding ke startup yang sudah besar

STARTUP PARAMETER

Resiko pindah ke startup kecil adalah You will learn a lot of things or you will learn nothing at all. Jadi cukup beresiko. Berdasarkan ilmu risk management, di kasus ini saya akan keluar dari zona nyaman jadi harus dilihat dari sisi cost opportunity yang bakal hilang, apakah worth atau tidak saya pindah haluan. How to parameterize it? First and foremost parameter utama yang akan saya gunakan adalah pertama THE FOUNDERS.

Jika pindah ke startup kecil, akan cukup percuma jika saya pindah ke startup yang foundernya bisa dibilang mediocre, atau tidak exceptional. Jadi saya prefer pindah ke startup kecil tapi dengan Founders yang saya bisa banyak serap ilmu nya, apalagi bisa langsung direct report ke Foundersnya langsung dan dilibatin dalam decision making di startup tersebut.

Yang kedua SALARY. I don’t expect much dari sisi salary sebenernya. Tapi at least kalo bisa tidak turun atau bahkan naik why not. Dikarenakan belum bubble, banyak startup-startup yang ready to burn money to hire talent. Jadi related to salary, parameter yang berhubungan adalah its INVESTMENTMONEY dan BACKED INVESTORS. Beda kan ketika kita join di startup yang masih bootsrap atau yang sudah Seed Investment million dollars apalagi yang sudah raising series A. Dari kemampuan untuk menggaji talent juga berbeda ketika startup ini sudah mendapatkan investment jutaan dollar dari investors. Jadi saya coba juga research-research who backed-investors yang mengbackup startup tersebut.

Yang ketiga BUSINESS TYPE AND ROLE. Saya mencoba mencari startup yang memungkinkan saya belajar sesuatu yang baru dan ada kemungkinan untuk booming in the future. Baik dari sisi jenis bisnisnya maupun bisnis modelnya. Selain business as a whole nya, saya juga coba mempertimbangkan role saya di startup tersebut, apakah memungkinkan untuk berada di melting point untuk strategic decision dan mempelajari core nucleus dari startup tersebut, atau hanya sekedar routine activities yang monoton dan circle exploration nya rendah. After do some research, akhirnya saya memutuskan I prefer startup yang related dengan ecommerce, karena startup ini yang sedang booming dan saya yakin one of the future of industry is digital industry and the power of big data. Sedangkan untuk rolenya saya prefer yang related dengan business analysis ataupun product developement, which is center circle between business and technology.

BEBERAPA APLIKASI DAN TAWARAN

Layaknya algoritma job seeker yang biasa saya gunakan, brute-force, saya menyiapkan CV dan mengirimkan ke sebanyak mungkin open vacancy yang ada, still brute-force nya yang sekarang beda dengan pas saat saya baru lulus aka freshgraduate, sekarang dipakai juga algoritma filter. So before applying to certain startup companies, I still did the due diligence berdasarkan parameter-paramater di atas. Jika tidak salah ada sekitar 4 startup yang saya sempet daftar saat itu. Ada startup yang sudah besar, tapi memang kebanyakan saya daftarnya di startup yang cukup early to medium stage. Saya prefer ga menyebutin nama startup yang saya apply hehe, kalo mau tau detail boleh ngobrol langsung saja.

Ada beberapa respond panggilan interview waktu itu, dan tipikal startup biasanya langsung ketemu petingginya bahkan saya sempet ketemu sekelas VP dan bahkan CEO or CTO dari startupnya langsung. But emang belum jodoh, ada beberapa memang saya kurang cocok, dalam sisi role, business model startupnya (learning kedepannya kemungkinan kurang) dan salary hehe. Bahkan sampai di satu sisi, saya memutuskan lebih baik untuk stay setahun lagi di NTT Data. Toh proyek yang saya akan kerjakan juga sebenernya menarik, karena at least saya akan belajar dari sisi operational expansion.

Sampai satu hari random di bulan Januari, ada satu anak baru yang baru join di NTT Data, dia sebelumnya kerja di Halodoc, nawarin ke saya, katanya startup di tempat temennya kerja lagi nyari product management role. Nama startupnya FinAccel. I really had no idea and that was the first time I heard that name. Dan setelah exploring internet ternyata startup ini bergerak di bidang fintech. Dan sebenernya saya juga saat itu masih awam di dunia perfintechan, tapi dari hasil research, ada kemungkinan bisnis fintech ini akan memegang ranah penting di dunia per startup an or technology company in the future. Then I directly submit my CV there, and if I’m not mistaken, selang satu hari setelah submit, saya langsung diminta ketemu one on one interview dengan CEOnya, Akshay Garg

FINTECH WORLD

Siang teriknya Matahari Jakarta menjadi saksi perjalanan saya ke kantor FinAccel di Rukan permata senayan. Saat itu karena di NTT Data sedang fase idle -tidak terlalu banyak kerjaan- jadi memungkinkan saya bisa izin pas makan siang. As soon as after finishing lunch, saya langsung segera pesen Gojek dan berangkatlah saya ke Rukan Senayan tanpa membawa apapun, karena Akshay CEO nya juga hanya meminta ketemu saja in person.

Sampai di depan rukonya saya langsung menekan tombol bel. Kala itu bener-bener seperti ruko biasa, sama sekali tidak ada ciri kantor startupnya sama sekali, seperti di youtube yang banyak cat, mural, meja pingpong, gaming room dll. Tidak beberapa lama saya menunggu di lobinya, yang hanya ada satu buah sofa, datanglah sesosok orang berkontur wajah India, berkepala botak, sudah cukup berumur, berkemeja dan langsung menyalamin saya.

“You are Afif? Lets go talk outside in the café, our meeting rooms are full for today”

Bahasa Inggrisnya beraksen normal, yah setidaknya I know Indian Aksen from Big Bang theory Rajesh, dan Akshay gaya bicaranya tidak seperti Raj di Big Bang Theory, which was almost like states accent. Dan ternyata benar, setelah kenal lama, Akshay memang lahir di India, tapi dia besar di US, bahkan dia mengakui aksen Bahasa India dia aneh.

Duduklah kami berdua di café, one on one and face to face. Kami berdua memesan minum dan hampir tidak seperti interview kerja pada umumnya, melainkan lebih seperti ngobrol biasa. Dia bertanya tentang my background, dimana saya kuliah, experience selama di kampus dll. Kemudia dia meminta saya cerita kerjaan saya selama setahun kebelakang di NTT Data. Waktu itu cukup beruntung, NTT Data di Amerika, sekitar bulan November 2016, baru mengakuisisi salah satu part of services DELL, dan dimedia diberitakan cukup besar, sehingga image perusahaan sedang baik-baiknya, dan dia sangat impress dengan perusahaan tersebut. Saya normal menceritakan apa adanya, semua proyek yang pernah saya kerjakan, key learning points, dan betapa passion saya bekerja di bidang teknologi. Dia semakin impress dan secara langsung menawarkan saya untuk bergabung ke FinAccel, immediately and as soon as possible. Lol.

Saya agak shock aja, dan jujur saya bilang I have such no idea at all aka totally blind di bidang fintech. Bener-bener baru baca-baca dikit, dan memang tidak ada background finance sama sekali. But he makes sure, yang penting ada keinginan untuk belajar, that’s more than enough. Kemudian dia meyakinkan lagi, ala-ala Steve Jobs sedang merekrut John Sculley #lol, FinAccel akan mejadi fintech player terbesar di Asia, and our first move is we’re gonna disrupt financing industry in Indonesia.

Dia bilang juga FinAccel sekarang sangat Lean team, dia lebih prefer timnya kecil tapi diisi A+ team, dibanding gemuk tapi banyak yang mediocre. Dia juga menceritakan, baru beberapa hari yang lalu senior saya di IF ITB baru join setelah dia selesai master di Belanda. Engineer-engineernya juga para eks-traveloka, gojek, dll yang sudah super experience. Dia menceritakan juga FinAccel ini founded by 3 orang, yang semuanya memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing.

Dia cerita sedikit tentang dia, sempat bekerja di Deloite sebelum membuat his own company name Comly Media, dan berhasil exit dengan diakuisisi Axiata Malaysia. Umang Rustagi, as COO FinAccel, dia eks-McKinsey yang memang spesialis di financial industry. Alie Tan, the CTO, belasan tahun experience dan sempet founded company juga waktu itu dengan teknologi Black Berry. Dan FinAccel sekarang punya CDO juga, atau Chief Data Officer, dari Swiss, bernama Andreas Granstorm, Chalmer University eks-data scientist di Skyscanner. WOW!

That’s my first thought after hearing his team. Really an A+ team. Kemudian dia juga menjelaskan role saat ini yang sedang dia butuhkan di product management role, which is so match with my goal. Bahkan dia menelpon CTO nya langsung, Alie, diminta datang ke café to join us. Beberapa menit kemudian, Alie turun dan duduklah bertiga kami di café tersebut, I was in the middle of two amazing C-level of the company. Alie menjelaskan sedikit culture di tim teknologinya, dan dia membutuhkan product manager yang bisa melihat dari sisi bisnis dan teknologi. Dia menjelaskan how his tech team currently works, dan gambaran pekerjaan saya kedepannya. I don’t talk that much actually, dan saya sebenernya belum bilang Iya, tapi mereka sungguh serius rekruting seakan-akan besok saya sudah harus join.

Terakhir Akshay bertanya proposed salary, dan saya menyebutkan random X% lebih tinggi dari current salary, random banget itu karena saya juga ga mempersiapkan langsung membahas salary, dan angka yang saya sebutkan cukup threshold atas untuk saya yang baru pengalaman setahun, dan gamblang dia langsung merespon. Yeah, I think that’s still okay, we’ll talk more detail later! And also I can give you stock option as well. Dan ditutup dengan

“So when you can join??”

FINTECH AND THE FUTURE

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya benar-benar cukup blind dari sisi financial industry. My background is engineering, dan selama bekerja di NTT Data, saya sempet terlibat di minor project perbankan & microfinance, tapi tidak masuk terlalu deeper mempelajari bisnis modelnya. Alhasil, sepulangnya dari interview dengan Akshay, saya langsung semalaman fully research terhadap financial industry, khususnya di financial technology atau fintech.

Fintech di awal tahun 2017 mulai booming-boomingnya, terutama dari sisi payment, Peer to Peer lending, investment, dll. Terutama gojek yang mulai masuk dengan Go Pay nya, begitu juga Grab dengan Grab pay, atau pemain yang sudah cukup lama seperti Doku. Kemudian ada juga yang bergerak dari sisi P2P seperti Investree, Modalku, Pinjam, dsb. Bahkan startup-startup ecommerce besar mulai mengembangkan fintech nya sendiri seperti Tokopedia dengan Tokocash nya, Bukalapak dengan Bukadompet dan Bukareksa, begitu juga Traveloka yang mulai masuk ke ranah credit financing untuk pembayaran tiket pesawat.

Setelah semalaman dan beberapa hari research, saya menyimpulkan, Financial Technology atau Fintech akan memegang peranan penting dalam perkembangan teknologi di masa depan. Every payment would shift to digital, and the world will aware with cashless society. Sistem keuangan konvensional akan sedikit demi sedikit ditinggalkan. Dengan tingkat akses ke internet dan smartphone yang sangat massive pertumbuhannya, pembayaran sekarang bisa dengan hanya mengklik beberap tombol dalam genggaman tangan.

Fintech will significantly shape the future

Bahkan bisa dibilang fintech akan menjadi foundation untuk bisnis apapun. Sistem pembayaran merupakan tonggak utama penyokong bisnis, untuk bisnis model apapun. Ecommerce, real sector, manufacture, B2B business, bahkan bisnis konvesional seperti Kuliner, Fashion, dll harus memiliki sistem pembayaran yang kokoh untuk mencapai tahap sustainability dan scalability yang massive. Financial literacy juga harus dimiliki untuk setiap entrepreneur, bahkan bisa dibilang setiap individu terutama dalam negara berkembang agar bisa tumbuh secara exponensial. Financial inclusion harus segera disebarluaskan. Akses to capital juga harus bisa menyebar tidak hanya untuk segelintir orang di kalangan atas which is the nature of capitalism.

Finally after such a long research and browsing, I decided it’s gonna be worth so much to join fintech startup and learn about financial industry, especially as self-investment to support my long term goal to build company in the future. Bismillah.

KONTROVERSIAL DAN RANAH ABU-ABU

Secara opportunity, industrial learning, even salary, FinAccel benar-benar sesuai dengan parameter tempat saya target pindah dan merupakan tempat yang sangat tepat untuk mempelajari financial industry. Dimulai dari Foundersnya yang highly experience, backed investors yang firm dan stage startup yang masih early sehingga range of exploration masih sangat luas.

BUT -always there’s a but in such big opportunity- Fintech is actually a grey area, dan FinAccel secara bisnis model cukup kontroversial dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. FinAccel is multiproduct startup, dan product pertama dan utama nya bernama Kredivo, atau digital credit card. Sederhananya, Kredivo ini adalah sistem pembayaran sama persis dengan kartu kredit namun spesialisasi digunakan untuk pembayaran di ecommerce. I could say dengan saya bekerja di FinAccel sama dengan saya bekerja di bank.

Intermezzo, saya salah satu orang yang memegang prinsip bahwa orang-orang Islam yang sholeh dan paham muamalah harus terjun di dunia perbankan, karena itu yang mengendalikan sistem ekonomi di dunia. Bahkan sebisa mungkin beberapa orang Islam harus bermain di Worldbank, wallstreet, central bank dll dengan tujuan untuk sedikit demi sedikit mempelajari sistemnya dan jika memungkinkan mengubahnya. Makanya saya sangat menyayangkan jika justru orang-orang islam sendiri yang mendiskreditkan orang-orang yang berjuang menegakkan perbankan Syariah. Orang-orang yang dengan gampang nya mencemooh “sistem syariah hanyalah kedok”, padahal mereka tidak tahu betapa sulitnya memperjuangkan sistem islam ini ditengah derasnya sistem kapitalisme yang pernuh riba dan menjadi sistem ekonomi dunia saat ini. Ekonomi juga harus diperjuangkan dan my opnion itu salah satu jihad di era sekarang. Allahualam

Back to FinAccel, bedanya FinAccel dengan bank adalah disini digunakan sistem credit scoring yang innovational dengan memanfaatkan teknologi digital, big data dan machine learning algorithm. Simplifkasi, jika ada seseorang yang HPnya merupakan Samsung Galaxy S8, dari GPS terdeteksi dia sedang berada di Pacific Place, kemudian didalam HPnya terinstall berbagai macam aplikasi ecommerce, secara sederhana dapat kita katakan orang tersebut credit worthy, tanpa harus survey rumahnya, kantornya, interview dll. That’s how machine learning credit scoring algorithm works.

That’s the simple concept, tapi jika In detail conceptnya kita akan menggunakan million data of users to do credit scoring. Personal data, digital data, ecommerce transaction history, banking history, SMS, email, and billions binaries data that users have as digital footprints. Itu mengapa FinAccel menjadi salah satu startup di Indonesia yang memiliki storage terbesar di Amazon Web Service, padahal ukuran perusahaannya masih sangat kecil. Ditambah lagi FinAcceli ini memang spesialisasi untuk pembayaran ecommerce, sehingga secara tidak langsung saya juga bisa mempelajari ecommerce industry.

Jika disimpulkan learning opportunity dengan saya join di FinAccel, secara business view saya dapat mempelajari including but not limited to: Financial Industry, sistem perbankan, credit scoring, ecommerce industry dan juga financial payment system. Dan secara technical view saya dapat mempelajari: big data, data infrastructure, data query, machine learning application dan product development. Such a big fish to catch.

KONSULTASI DENGAN USTADZ

Secara hati, saya sebenernya sangat tidak ingin masuk ke ranah abu-abu tersebut. Bahkan di satu sisi ingin rasanya diri ini hanya menjadi karyawan di perusahaan biasa, mendapat gaji halal, hidup bahagia dengan keluarga dan bisa beribadah dengan leluasa. Namun di sisi yang lain ingin juga mencoba mencari ranah kontribusi terhadap islam terutama di ranah strategis yang mencakup hidup orang banyak.

Karena, bagi sebagian orang, termasuk saya, mungkin cukup mudah untuk menghindari riba. Misal jika asuransi bahkan BPJS di claim riba. Well okay, saya ada penghasilan tetap setiap bulan dan ada tabungan, jadi tidak begitu memerlukan asuransi. Tapi bagaimana dengan orang-orang kebanyakan disana yang penghasilannya jauh di bawah UMR. Mereka punya anak dan sakit membutuhkan biaya besar. Bagaimana solusinya untuk mereka? Ranah-ranah strategis ini bagi individu yang beruntung, punya orang tua berkecukupan, penghasilan stabil, tidak ada masalah menghindari demi tidak terkena riba. Tapi apakah banyak orang seberuntung itu?

Atau yang lebih general, kita tidak ingin memiliki kartu kredit karena sama saja dengan sepakat dengan ribanya. Disisi lain, karena sistem pembayaran global dikuasai oleh VISA, mastercard dan sejenisnya, kemudian kita membutuhkan kartu kredit untuk pembayaran internasional, dan karena enggan memiliki kartu kredit, kita meminjam dengan teman, yang mungkin sesama muslim, untuk memakai kartu kredit. What do you think? Itu subjectively, my humble opinion, seakan-akan kita menggunakan teman tersebut, saudara sendiri sesama muslim, hanya sebagai media, terserah toh dia yang menyetujui agreement dengan kartu kredit, dan dia yang punya, saya hanya memakai, yang penting saya terhindar dari riba. That’s not cool right? Allahualam. Ilmu agama saya juga masih rendah. Tolong diambil yang baiknya saja.

Back to topic, akhirnya berkonsultasilah saya dengan beberapa teman dan meminta pendapat mereka terkait tawaran dan kesempatan untuk bekerja di FinAccel. Mayoritas mereka semuanya kontra dengan saya pindah ke sana. Tapi ada beberapa minoritas teman yang justru mendukung. Waktu itu saya ingat, saya sempat meng-email sebanyak mungkin ustad yang alamat email/kontaknya ada di internet. Tapi nihil tidak ada satupun balasan dan jawaban. Kemudian sempat juga menghubungi Muzammil, waktu itu karena dia adik kelas, jadi dibalas japrian saya untuk minta nomor Ustad Hanan Ataqi. Setelah dapat nomor Ustad Hanan, dan mengirim pertanyaan dan butuh saran beliau, tapi hanya terkirim saja, tidak di read. Karena waktu itu Ustad Hanan juga sedang menunaikan Umrah jika tidak salah, sehingga mungkin tidak memiliki waktu untuk membalas pesan saya. Hampir putus asa, dan karena banyak yang kontra, akhirnya memutuskan untuk melepas kesempatan tersebut dan tetap stay di NTT Data.

Namun, setitik cahaya datang dari salah satu teman saya yang menanyakan masalah ini ke Ustad Setiawan Budi Utomo, Dewan Penasihat OJK, yang kebetulan dia ada koneksi disana. Berikut profile nya saya copy dari dakwatuna.com

Dr. Setiawan Budi Utomo adalah Alumnus terbaik Fakultas Syariah Madinah Islamic University, Arab Saudi. Saat ini aktif sebagai Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Ketua Tim Akuntansi Zakat, anggota Komite Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Anggota Tim Koordinasi Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dalam Valas, Anggota Tetap Tim Ahli Syariah Emisi Sukuk (Obligasi Syariah), Dewan Pakar Ikatan Ahli Ekonomi Syariah (IAEI), Dewan Pakar Shariah Economic and Banking Institute (SEBI), Anggota Tim Kajian Tafsir Tematik Lajnah Pentashih Al-Quran Depag, Dosen Pasca Sarjana dan Pengasuh Tetap Fikih Aktual Jaringan Trijaya FM, Pegiat Ekonomi Syariah dan Referensi Fikih Kontemporer Indonesia. Penulis juga merupakan salah satu peneliti di Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI).

Jadi at least saya sudah berusaha untuk menghubungi banyak ustad. Karena setidaknya jika nanti di akhirat ditanyakan pertanggung jawaban, saya memiliki backup pendapat dari ustad, bukan hanya keputusan pribadi.

Jawaban Ustadz SBU ini cukup mengejutkan. Saya lupa membackup chat secara harafiah nya, tapi kurang lebih seperti ini. Semoga sesuai dengan apa yang di chat dulu:

“Ambil saja kesempatan itu. Belajar yang banyak dari sana, terlepas apakah Ilmu tersebut dapat diimplementasikan atau tidak kedepannya. Tapi niatkan saja untuk belajar. Jangankan bekerja di startup, bekerja di bank konvensional saja dibolehkan. TAPI tidak untuk berniat menjadikan itu profesi karir dan sumber utama penghasilan jangka panjang. Berikan batas waktu bekerja disana dan pelajari banyak hal dari sana. Apalagi startup, yang dana utama-nya masih full dari Investor, belum dari keuntungan bisnisnya, termasuk untuk gaji karyawan. Jadi dibolehkan dan ambil saja.”  

Entah mengapa dengan chat tersebut, langsung memutarbalikan keraguan saya, dan membulatkan tekad untuk pindah. Istikharah tentunya terus saya lakukan sebelum mengambil keputusan dan setelah memutuskan, supaya bisa lebih dikuatkan dan diberikan jalan terbaik.

Yang saya tau juga dari teman, jika di Turki, jika ada sepuluh ulama, 9 mengatakan tidak boleh dan 1 boleh, maka orang-orang mengikuti dan menghargai yang 1. Berbeda dengan Indonesia, 9 ulama mengatakan boleh, 1 ulama mengatakan tidak, langsung seakan-akan, semua orang mencomooh yang tidak boleh.

Sebenarnya masih rada takut bagaimana jika saya meninggal ketika bekerja di sana? Kemudian apakah saya termasuk orang yang di dalam Al-Quran yang membantu dalam hal keburukan? Apakah saya juga menjadi salah satu pelaku Riba? Banyak kekhawatiran sebenarnya, tapi Bismillah, Allah pasti Mengetahui niat dan kondisi hambaNya. Selama yakin Allah masih Bersama saya, I more than believe to move forward.

Dan terbukti Alhamdulillah, Allah mempermudah jalannya, yaitu saya yang awalnya berniat stay maksimal di sana 1 tahun, dan dalam 6 bulan saya sudah mengajukan resign dan ada rezeki untuk ke startup lain, dengan kondisi lebih dari cukup pembelajaran yang saya dapat. Kemudian, saya juga niatkan untuk belajar dan menyerap sebanyak mungkin ilmu terkait industry keuangan dari perusahaan, jadi bukan untuk menolong dalam keburukan. Dan Alhamdulillah, ilmu tersebut ternyata bisa saya terapkan untuk membantu startup teman membuat Fintech berbasis Syariah di 2018. Detailnya akan saya jelaskan di chapter selanjutnya. Dan terkait kerjaan Alhamdulillah, saya lebih in charge di product development dan juga data analysis, jadi seharusnya tidak termasuk yang memberi, menerima ataupun mencatat transaksi. Dan gaji in syaa Allah masih full dari uang investor VC yang membacked FinAccel bukan dari keuntungan riba, karena burning money nya juga masih gila-gilaan. Terkesan pembenaran, tapi semoga Allah bisa menerima itu Aamiin. Karena saya benar-benar tidak ingin menukar dunia yang sementara ini dengan akhirat yang abadi.

Intinya hidup itu adalah pilihan dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya.

Saya tidak tahu apakah jalan yang saya ambil ini benar atau tidak. Namun selama yakin Allah akan Bersama hamba-hambaNya yang berjuang dan diniatkan untuk berkontribusi terhadap islam, in syaa Allah, saya akan tetap mencoba maju dan berjuang, dengan senantiasa selalu beristighfar dan meminta selalu bimbinganNya. Karena, sekali lagi, adalah fakta bahwa dunia ini hanyalah sementara, sehingga tiada guna jika kita memperjuangkan sesuatu yang fana dan sementara untuk sesuatu yang abadi dan jelas kekelannya. Allahualam.

LAST DAY

Sekitar Februari awal 2017, akhirnya saya resmi resign dari NTT Data, dan tanpa jeda sedikitpun, jika tidak salah, waktu itu last day saya hari jumat, kemudian first day di FinAccel hari senin, jadi benar-benar tidak ada waktu kosong di masa transisi perusahaan tersebut.

Flashback sedikit di hari terakhir saya, I bought many boxes of Pizza for all NTT Data employees. This company had built my business foundation, and I made many friends here. Even Minggu-minggu awal setelah resign, saya masih ikut main futsal Bersama mereka. My last days full of smile & prayers from all of my colleagues in NTT Data, mereka mendoakan semoga bisa sukses di karir saya selanjutnya. Aamiin, thanks guys. Bos besar saya, sebelum resign, mengajak one on one meeting in person, untuk menyayangkan keputusan saya. He prefered me to stay a bit longer, but I’d been firmed with my decision, dan akhirnya dia merestui kepergian saya and wish me the best for next journey. He said, He’ll be so opened to talk even after I leave company, and yes I’d be delight to. Lastly I emailed to all id@nttdata.com, to say thanks for every learnings I got and mistakes I made, I wish them the best, and I hope to still keep contact with my personal numbers. Dan selesai semuanya, I packed my stuffs, dan saya pulang ke kosan dengan happy ending. Alhamdulillah.[]

To be continued….

Growth, Media and Startup Bias

Thanks to Eventbrite so that now I have many agenda after office to learn many new things besides work. Thanks to my office location too which makes me easily to reach many places in Jakarta. And indeed thanks so much to Allah who has given all of these things.

Kemarin malam kembali sempat belajar dari Willix Halim & Laode Hartanto di acara Lingkar Kemang, di kantor bukalapak. To be honest gw ga expect banyak pas mau datang ke sini, daripada balik ngeberesin Silicon Valley S3 atau House of cards S4 di kosan (meski ini berguna & keren jg sih), mending keluar cari ilmu baru. Bahkan gw hampir ga jadi dateng, gara-gara lama bgt dapet gojek.

But it’s all written. Pas udah desperate ga dapet-dapet gojek dan mutusin buat balik, eh ternyata dapet mamang gojek nya in the last minutes. Jadinya berangkat lah gw ke kantor bukalapak di Kemang, yang MasyaAllah macetnya meski pake motor jg luar biasa -_-

https-%2F%2Fcdn.evbuc.com%2Fimages%2F25212297%2F191447604509%2F1%2Foriginal.jpg

Tapi ternyata kantor bukalapak kereen haha. It’s my first time coming to startup office in Jakarta, sebelumnya sempet lihat-lihat via youtube daily social sih, startup office dengan pingpong table, Xbox, PS4, sleeping room dan segala “kemewahannya”. Iri dikit sih, tapi agak out of reach ke sana nya, masih kerenan kantor gw mayan tengah (self-sugesti + pembenaran) lol.

Like I said before, gw ga tau apa-apa & ga terlalu memperdulikan siapa pembicara di acara ini, cuma denger dari temen katanya keren. Jadi alhasil gw baru googling nama mereka pas duduk di venue. Dan ternyata keren parah.

Willix Halim doi 5 tahun jadi VP growth di freelancer.com sebelum baru Oktober kemarin memutuskan balik dan gabung jadi COO bukalapak. Doi juga alumni GSB Stanford. Laode Hartanto VP di Emtek. Yang gw baru tau juga (dari Wikipedia) second largest media group di Indonesia (after MNC kaya nya, atau CT?). Expert in media banget intinya

SESI WILLIX HALIM

Willix stunning parah present nya tentang Growth Hack, sayang gw ga dapet slide nya (katanya di slideshare ada, tapi ga ketemu).

Update, ternyata berhasil ditemukan teman, bisa dilihat langsung disini

Banyak ilmu baru bgt, karena gw di dunia corporate yg lebih B2B business jadi jarang ketemu dengan yang namanya CPA (cost per acquisition), LTV (life time value), CVR (Conversion Rate), A/B Testing, death spiral di paid marketing yang LTV < CPA, dll.

74f3aa79-7f7b-4c5c-b885-445e7e311b77.jpg

Terus baru tau juga nih info “how much these companies spend on marketing”? Jadi persentase dari revenue nya. Ternyata fakta nya

Box -> 104%

Wix -> 50%

Uber -> 400%

Gila ya haha. No idea that’s good or not, tapi tau sendiri kan growth 3 perusahaan itu gimana. At least C level nya seharusnya sudah calculate ROInya.

Willix juga mikir nya cepet banget pas ada yang nanya tentang statistic, untung gw aga-aga familiar karena sempet ambil Probstat (Probability statistic) di ITB. Lupa-lupa dikit sih, tapi tau lah ceum2 random sampling, distributed, dll. Kerjaanya anak-anak data science.

Banyak banget ilmu baru sebenernya, kaya funneling, data tracking, CVR flow, dsb tapi bingung juga gw mau nulis disini, dan tentunya itu masih seperskian persen dari ilmu utuhnya, 2 jam dapet apa sih, at least gw dapet beberapa ilmu baru meski hanya kulitnya. Kalo mau belajar lebih banyak, tanya dengan anak-anak data science atau kerja langsung di startup yang B2C, especially eCommerce.

source: http://www.smartondata.com/

Ohya satu hal yang cukup berguna dan noted ada yang bertanya

“What thing should we focus as a new startup in growth hacking??”

Di jawab Willix:

“Focus in acquisition (simple nya user comes to landing page), tapi hindari paid marketing sebisanya. 

Find channel that everyone not yet come, karena kalo channel yang sering dikunjungi bakal kalah sama yang punya budget gede. Misal find where our customer usually hangout, jump there. Atau community. Atau coffee shop. Dll.”

Kaya dulu paypal yang awalnya nebeng di eBay, dan malah jadi the best acquisition so far yang dari satuan billion jadi 40 billion valuation company bahkan lebih besar dari eBay sendiri.

SESI LAODE HARTANTO

Intinya gegara dia ngomong gw jadi penasaran sama Emtek sampe download 2015 financial reportnya

http://www.emtek.co.id/files/uploads/report/file/2016/May/25/5744a0fec5574/financial-report-as-per-31-desember-audited.pdf

You guys can find bukalapak there.

eef68959-a6c9-4c85-970b-efd751b17a1b

Emtek Assets

Om Tanto really opens my eyes about digital media dan advertising. Bahwa sebenarnya di Indonesia TV masih belum tergantikan, makanya Emtek tetap fokus di conventional TV compare to internet advertising. Bahkan internet masih kalah dibanding OOH (out of home) sejenis billboard di jalan untuk media penetration nya. Well the transition must be happening someday but it takes time.

Ada pertanyaan keren yg diajukan ke Om Tanto terkait Emtek

“What acquisition Emtek will do next?”

*everyone laughing* Sebenernya ini pertanyaan di wanti-wanti dari awal meski tergolong forbidden question haha. He answered then:

“If you ask me that question, my answer is I don’t know”

Bahkan katanya BBM diakuisisi oleh Emtek aja, dia baru taunya 15 menit sebelum di officially launch di yahoo finance, jadi memang terkait akusisi ini benar-benar confidential dan hanya lingkaran atas yang tau. But Om Tanto gave us the teaser:

“Emtek will touch every human being things. You could see by yourself Emtek asset, they are all unique and touch every aspects of humanity. Nothing is redundant. So if you want get acquired by Emtek, you should find what human being thing that Emtek has not touched yet”

Begitu. Meski seharusnya startup tidak selayaknya untuk menargetkan exit at acquisition. Karena itu fakta yang terjadi sekarang dan bisa menyebabkan bias.

“Everyone competes to build startup to get highest valuation and sell to big company”

Padahal seharusnya ruh startup itu adalah

“How startup could touch human being thing and specialize solution in specific scope which big company could not reach that”

Jadi bukan berfokus di peningkatan valuasi sebesar-besarnya untuk dijual, tapi justru bagaimana with startup kita bisa menyelesaikan masalah-masalah in humanity yang tidak bisa di reach oleh big company dan with side effect is the increase of valuation.[]

Work Lesson #2: In between

Setelah sekian lama akhirnya nulis lagi. Kebetulan beberapa minggu kemarin lagi peak pace project di kantor, bahkan hampir setiap weekend harus ke rumah sakit, gara-gara waktu deploy alat yg lagi kita design, supaya ga terlalu ganggu operasi di rumah sakitnya cuma pas weekend. But I don’t know why, I truly enjoyed it. Alhamdulillah.

Well in this post, saya mencoba mencurahkan beberapa pembelajaran yg didapat selama kerja, karena jujur, baru beberapa bulan di company sekarang saya merasa lebih banyak belajar in term of real case application dari apa yg dipelajari selama di bangku kuliah. Jadi let’s start the first lesson.

Well, as a business analyst (BA) I am really placed in between bunch of things. I found this picture through googling and I think it could explain more or less about the role of BA inside the company.

xbusiness-analyst-roles-png-pagespeed-ic-3_ve-64xlt

Role as BA (source: scnsoft.com)

Particularly in IT business like the company where I’m working for right now (NTT Data), BAs could be said as a bridge between two big divisions, Business and Technical, which both of them have each own interest and concerns respectively.

Gampangnya bisa lihat lagi gambar kedua yang saya dapat juga dari google:

mcom-ba-training-module-1-10-728

So far around 8 months I’ve been working in here, saya benar-benar merasakan role “in between” tersebut.

Untuk make it simple, let’s say ada dua tim yang masing-masing punya kepentingan. Tim pertama sebut saja Business team, dan kedua adalah Technical Team.

Business team ini concern utamanya adalah making money, they think fully about business, bagaimana kondisi market, bagaimana peluang disana, dan bagaimana supaya mereka bisa make a cash from them. Solusinya adalah dengan menjual produk ke market.

Nah produk ini, yang membuat adalah Technical team. Mereka berpikir dari sisi teknis. Apa saja teknologi yang digunakan, bahasa pemrograman yang digunakan, berapa lama waktu pengerjaan, dan feasible atau tidak dikerjakan dengan tim yang ada.

Sometimes, terjadi konflik between both of these teams. Dan biasanya yang paling sering disalahkan adalah a bridge between them, yaitu BA sendiri. Saya pernah merasakan sendiri dimarahin dari dua sisi ini. Ya begitulah memang kelemahan menjadi orang ketiga, lol.

But I could learn much things from here. Tentang bagaimana melihat point of views dari masing-masing tim. Business side, concern utamanya adalah customer. Bagaimana mereka bisa memberikan solusi terbaik untuk konsumen. Terkadang di tim ini butuh orang-orang yang risk taker. Mereka yes man dengan customer, padahal belum tau solusi ini oke atau ga jika diaplikasikan. Mereka siap mengambil resiko, karena kalo play safe, gimana customer bisa yakin dengan solusinya.

Teknikal tim lebih memikirkan bagaimana membuat produk sesempurna mungkin. Terkadang di tim ini butuh orang-orang yang safety player, supaya mereka concern in details. Bagaimana produk ini tidak ada cacat sedikitpun. Tidak ada bug sedikitpun. Makanya biasanya ada QA dan juga Tester untuk memastikan produk ini sempurna.

Sometimes, business people nge push technical supaya segera launch tanpa berfikir detailnya. Padahal dari sisi technical ga segampang ngebalikin telapak tangan menyelesaikannya. Tapi justru kalo tanpa push ini, technical tim cenderung kehilangan eksternal force dan terus berada di comfort pace. Both of them I think benar-benar saling melengkapi. Sebuah catatan pembelajaran untuk kedepannya supaya tau kapan harus jadi risk taker dan safe player. Yaitu bagaimana mencari the best solution dengan mempertimbangkan kepentingan kedua sisi to solve the problems.

Umm.. bingung mau nulis apa lagi, haha. Untuk post pertama semoga cukup. Semoga bisa melanjutkan di post work lesson # series berikutnya. Overall I really thank to Allah who has given me an opportunity to learn in here. La hawla wala quwwata illa billah []

Ignition and Mindset

Exactly minggu kemarin, I spent my weekend to join the ignition of 1000startup digital di kampus Universitas Trisakti Jakarta. First time to come to this campus too anyway, dan it’s totally worth it.

Acara ini diinisiasi oleh Kibar, dan sebenarnya saya dulu ketika tingkat akhir di kampus, juga sempat mengikuti mata kuliah “Technology Based Business” di SBM ITB, which is also the initiation from Kibar as well and the first course opened about startup in campus in Indonesia. Cool isn’t it!

—-

To the point. Acara ignition ini diisi dengan dengan 5 panel discussions dengan topik berbeda-beda, dengan tujuan membentuk pola pikir tentang membangun sebuah startup itu sendiri.

Yap emphasize once more “membangun pola pikir” adalah hal utama yang perlu dikuatkan before we create a startup.

How should I begin? What to do? What do I need? What is the vision I should create?

Adalah pertanyaan utama kebanyakan orang ketika ingin membangun sebuah startup, and all of them are answered through these 5 panel discussions.

Find a Problem and Solve it!

I think that’s the first and foremost main point yang perlu ditanam di alam bawah sadar oleh para calon founder.

Creating a startup is not about starting a business and get the profit, but instead it’s all about how could we solve people problem and create a value out of this

Dan to be honest itu sejalan dengan salah satu visi hidup yang ingin saya capai which is bermanfaat untuk orang lain. I wish I could really be able to contribute something to people and according to my background, my present and my dreams I have a chance to choose this startup way to achieve that long term life-goal.

A Strong Reason and Persistent

That the second main point I got by hearing the panel discussions. Setiap pembicara memiliki their own story, dan jangan berharap startup story mereka seperti yang tertulis di cerita-cerita Disney which almost all of them has a happy life with a happy ending ever-after.

Alasan kita harus kuat sebelum membangun startup agar tercipta persistensi yang besar ketika menjalankannya

If it is just for money only, or so that we could have happy weekend in our every weekday, it’s better to stop dreaming to enter the startup life. You will directly get depressed and give up in a glance. We need to be persistent and ready to ‘gamble’ our life with hundreds of challenges and problems everyday waiting to be solved

Collaboration and Vision

Trust me (dari para pembicara), they won’t be able to create a big impact to society if they created those startups ALONE apalagi tanpa visi yang besar. That’s the third main point of this ignition phase.

You DO need to collaborate, therefore you need a co-founder

Saya pribadi dulu waktu di kampus pernah iseng nyobain buka bisnis sendiri, and I really felt how depressed I am to initiate and create a sustainable one. Because I didn’t have support from anyone, terutama ketika diri sudah merasakan putus asa dan enggan untuk terus maju. Persistensi tadi dapat dibangun dengan kolaborasi. Dan dengan kolaborasi we are also able to have a big vision in the future, so we always have a strong reason to keep moving forward since we have a big meaningful vision to achieve together.

Idea is Cheap but Execution is Expensive

Well, one for all, teori di atas hanyalah sebatas teori dan semuanya klise dan normatif jika tidak diikuti dengan AKSI yang nyata. Oke ini sebenernya juga rada JLEB ke saya sih.

Startup is not about idea, startup is about execution

Semua pembicara di atas, ga akan jadi seperti sekarang tanpa keberanian eksekusi. Mau sebagus apapun ide kita tanpa eksekusi yang nyata, ga akan jadi apa-apa. Ide yang biasa tapi diiringi dengan eksekusi yang kongkrit bisa terus melakukan recursive improvement dan in the end berdampak untuk banyak orang.

So let’s just do it!