2017 Journey: Part I

Learning in life is as indispensable as breathing in running. As my wordpress title, I realized Life is truly series of learning. Dan Islam mengokohkan itu dalam Hadits Rosulullah SAW, yaitu bagi siapapun yang menuntut ilmu, akan dipermudah jalannya oleh Allah menuju surga. Pergantian tahun menjadi salah satu titik refleksi dalam koordinat kartesius hidup, untuk melihat sejauh apa kita belajar dan berkembang dari tahun sebelumnya. Apakah kurva perjalanan kita linear sesuai dengan garis asymptot ideal yang dituju, atau justru berbelok tanda ada yang harus dievaluasi. Salah satu metode refleksi yang biasa saya gunakan, adalah dengan menuliskan milestone perjanalan dalam satu tahun belakang dalam bentuk tulisan.

I really want to make it routine in annual basis to be honest, but to make such commitment is not that easy, yet at least writing in some years is much better than writing nothing at all. Kebetulan sedang ada mood nulis, and here it is, my 2017 Journey. Sebenarnya ada sebagian cerita di tahun 2016 sebagai pembukaan, but mostly core nya di 2017. Saya coba iseng nulis targetnya tidak terlalu Panjang, but once I have mood to write its hard to stop, alhasil sekarang jadi berhalaman-halaman lol. Hence, I will try to parse this story into some parts in order not to make this boring for the readers (if any) and skip some important parts.

Lol, so long opening. So let’s just begin to surf in my 2017 Journey.

hand-playing-with-toy-plane_1252-549

A DYNAMIC YEAR

Tahun 2017 merupakan tahun yang sangat dinamis, terutama dalam historis per-karir-an saya. Total 3 perusahaan saya pindah hanya dalam jangka waktu 1 tahun, yang secara per-HR-an itu sangat buruk dan menurunkan kredibilitas. Namun secara per-Milenial-an, itu dianggap sesuatu yang lumrah, toh teman-teman saya juga banyak melakukan hal yang sama.

Teringat dulu ketika matahari pagi pertama terbit dari Horizon, menandakan pergantian tahun, 1 Januari 2017. Saya masih bekerja sebagai Bisnis Analis Konsultan di NTT Data Indonesia. Jika tidak salah, saat itu saya baru menyelesaikan satu proyek Bersama dengan tim Everis, Spanyol dan Meksiko, dan menyisakan beberapa laporan yang harus dibuat di awal tahun. Proyek officially berakhir di Desember 2017, dan di Januari 2017 selayaknya perusahaan konsultan, terjadi masa transisi, saya harus menyelesaikan laporan-laporan akhir proyek, sembari transisi untuk ditransfer ke proyek lain.

Jujur saat itu, bekerja di NTT Data sungguh sangat berada di zona nyaman saya. Mulai dari gaji yang lebih dari cukup plus bonus ketika lembur. Tempat kosan saya di setiabudi, yang ke kantor hanya berjalan kaki sekitar 20 menit ke Wisma 46 BNI di Sudirman, which is tidak harus merasakan “neraka”-nya kemacetan Jakarta. Tempat makan dekat dan murah untuk ukuran Jakarta. Masjid dekat kosan tinggal jalan dan masjid di dekat kantor juga besar dan tinggal menyeberang, yang terkadang saya sempat tidur siang disana bada dzuhur. Lingkungan kerja juga sangat kondusif, and I made many friends there. Mulai dari yang seumuran sesama milenial, senior, hingga bapak Ibu yang sudah punya anak seumuran saya.

Dunia entertainment, aka hiburan dikala stress di kantor juga tidak terlalu jauh, mall Grand Indonesia tinggal jalan kaki dari kantor yang biasanya saya dengan teman hedon paska gajian ke café atau restoran mevvah, ala jomblo yang belum banyak memiliki tanggungan dan tuntutan tabungan. Atau biasanya ketika ada diskon-diskon musiman, kami bergegas mengagendakan untuk pulang lebih cepat agar tidak terlewat barang-barang bagus yang sekali lagi- diskonan. Nonton bioskop juga hampir setiap minggu tinggal jalan sekitar 5 menit dari kosan ke setiabudi one, yang dulu harganya masih sangat murah Cuma Rp 25,000. Ditambah lagi, ada fasilitas kolam renang, jaccuzi dan spa di tempat apartemen teman, jadi biasanya kami mengagendakan setiap kamis untuk renang disana sepulangnya dari kantor. Semuanya begitu indah dan nyaman, apalagi dengan carreer path yang jelas, terukur, dan poin-poin yang harus dicapai jelas sangat memungkinkan saya menghabiskan karir seumur hidup disana, apalagi ketika sudah berkeluarga, dengan work-life balance yang sangat seimbang disini sangat memungkinkan untuk hidup tenang, bahagia dan Sentosa, forever after.

BUT I have my own dream. Saya sempat menuliskannya di Dream Plan saya, salah satunya I want to build my own company.

Dan disaat yang bersamaan era startup teknologi mulai masuk di titik awal asimptot pendakian linear kurva e pangkat x, yang pertumbuhannya sangat eksponensial. Beberapa teman bahkan langsung menjadikan startup sebagai batu pijakan karir pertamanya. Ketika di pertengahan tahun 2016 pun saya tidak jarang browsing dan research tentang beberapa startup di internet, dan mulai muncul godaan-godaan awal untuk resign dan mencoba belajar dari perusahaan kecil menengah bernama startup.

SOME PROJECTS I WAS INVOLVED

Rencana untuk pindah perusahaan sebenarnya masih kecil, tapi sudah ada sejak pertengahan 2016. Karena saat itu saya masih terlibat di proyek seru, Hospital Market Research, sehingga rasa tersebut tidak lebih hanya sebatas pemantik kecil tanpa followup yang serius. Baru di akhir tahun 2016, setelah saya mendapat kabar paska proyek terakhir saya akan kembali di relokasikan ke proyek sebelumnya, rasa tersebut kembali membuncah dan bergebu-gebu.

For short info, saya ingin coba sharing disini juga, some big projecst I was involved in when I worked in NTT Data. And FYI di bulan-bulan awal saya sempat di rotasi ke beberapa business branches, mulai dari microfinance, HRMS, POS payment division, dll. Alhamdulillah, dari rotasi tersebut saya bisa belajar banyak secara helicopter view business model yang digunakan hingga technical surface dari masing-masing projects. Hingga akhirnya di pertengahan ke akhir bulan I ended up taking many big projects from Healthcare division. Salah satunya saya sempat terlibat di proyek Smart Cabinet Development, yang cukup menarik yaitu menggunakan Internet of Things (IoT) untuk rumah sakit, which is salah satu background mengapa saya di approach ke NTT Data adalah karena akan adanya proyek ini.

Di proyek smart cabinet ini saya terlibat end to end, mulai dari project initiation, veteran review boards (VRB), sedikit dilbatkan di financial planning, kemudian in charge utama di fully research and product development both its hardware and software. If I’m not mistaken, I worked in this project di sekitar bulan Juni – September 2016, which the responsibilities include but not limited to clients engagements, business requirements, system design, business process design, product development hingga implementation and operation di Pilot Project salah satu top referral Rumah Sakit di Jakarta. Serunya disini, saya bekerja sebagai business analyst, sehingga mentransformasikan business needs ke dalam bentuk technical solution. Dan karena IoT, disini sistem yang digunakan dan dibuat oleh teman-teman engineer menggunakan Raspberry Pi 3 sebagai core embedded system di Smart Cabinet nya, which is nostalgia, balikan lagi dengan mantan-mantan lama saat di Elektro ITB lol, meskipun sekarang I was not in charge details code that loving machine haha; dan juga web-based system for backend and frontend solution untuk company client dan juga rumah sakit.

This first phase of the project bisa dikatakan sukses dan saya belajar banyak hal dari sana. Setelah September karena operation team yang jalan, dan NTT Data on progress negotiation dengan client terkait project contract for expansion dsb, saya dialokasikan di proyek lain, yaitu market research di sekitar bulan Oktober – Desember 2016.

Untuk proyek market research ini juga cukup menarik. Jadi salah satu anak perusahaan NTT Data di Spanyol, ingin mencoba masuk ke market di Indonesia untuk Hospital Information System (HIS) software. Dan sebelum masuk tentunya harus dilakukan market research terlebih dahulu, untuk mengetahui iklim pasar di Indonesia, seberapa tinggi entry barrier nya, seberapa cost yang diperlukan untuk masuk, bagaimana flow di Rumah Sakit, apakah banyak custom atau tidak, bagaiamana regulasi dan tipe rumah sakit di Indonesia, dengan tujuan investment yang mungkin mencapai Triliunan dapat mendapatkan Return yang positif dan bisa mengambil pie market yang besar dari total market yang ada di Indonesia. I could say I helped Multinational Company Capitalist to grab domestic market in Indonesia, but well it was business as usual and I aimed to just professionally learn out of it. Dan saya juga baru tahu alokasi budget untuk konsultan pre-market entry research itu sangat besar, mereka berani menggolontorkan uang yang cukup gede, karena memang cukup krusial, lebih baik costly di awal, daripada membuat bad investment dan bakal loss besar di akhir.

Jadi disimplifikasi, market research ini secara garis besar terbagi atas ada dua hal, pertama data gathering di lapangan (which is rumah sakit yang kita sudah kerja sama) dan kedua research and creating report di office Wisma BNI 46, HQ dari NTT Data Indonesia. Jadi di akhir tahun 2016 saya banyak bolak-balik rumah sakit Jakarta untuk data gathering, dan menariknya saya belajar banyak terkait business flow di rumah sakit, interview dengan key persons, ketemu dengan banyak dokter (dokter tua tapi, sayangnya bukan dokter muda haha), research terkait teknologi yang digunakan di rumah sakit, dll. Well in general, Hospital is one type of Healthcare business, which is to make money, isn’t it? Saya saat itu bekerja sama dengan senior konsultan namanya Pak Faried, alumni UI, sudah punya anak. Dan kami berdua ditandemkan dengan konsultan asal Spanyol dan Meksiko, namanya Dierk dan Cyntia. Mereka bertiga meskipun umurnya jauh di atas saya, tapi sangat friendly, and we often spent times together exploring Jakarta, outside of work.

Setelah selesai core project di Desember 2016, saya masuk tahap idle, yaitu menyelesaikan seluruh sisa report proyek market research, dan tahap transisi ke proyek selanjutnya. Sebenarnya di Desember 2016, saya sudah mendapat kabar-kabar bahwa saya akan direlokasikan kembali ke proyek Smart Cabinet, untuk expansion tidak hanya di Jakarta, tapi ke berbagai kota di Indonesia, bahkan berbagai pulau di Indonesia. Saat ini sebenernya cukup dilemma, di satu sisi saya bisa belajar banyak hal lagi terkait operational expansion, di sisi lain, saya dengan tipe ENTP ada rasa bosan kembali ke proyek yang sama. Sehingga benih-benih untuk resign dan pindah ke startup yang sempat tersemai, mulai kembali tumbuh dan cukup membesar.

PLANNING FOR LEAP OF FAITH TO JUMP TO STARTUP SHIP

Timing transisi dan akhir tahun ini adalah timing yang cukup tepat jika saya ingin resign dan pindah pekerjaan, karena saya belum officially di assign di satu proyek sehingga akan lebih mudah jika ingin mengajukan resign ke perusahaan. CV kerja mulai saya perbaharui kembali dan update dengan data-data terbaru, sebagai senjata tempur untuk masuk ke medan perang pencarian tempat kerja baru dan waktu itu salah satu parameternya, wajib perusahaan startup!

Sempat ada beberapa pilihan apakah saya sebaiknya pindah ke perusahaan startup yang sudah cukup besar, seperti Bukalapak, Tokopedia atau Traveloka. Atau saya pindah ke perusahaan startup yang masih early to medium stage yang tim nya masih kecil dan lean, namun belum banyak dikenal di khalayak umum.

Ada beberapa pertimbangan & parameter. Pertama yang paling penting adalah dari sisi Learning. Jika saya pindah ke startup yang sudah besar sejenis bukalapak/traveloka, ada kemungkinan startup tersebut sudah semi-korporat which is saya akan responsible terhadap satu hal spesifik dan report ke manager, akan sulit untuk eksplorasi variasi ilmu karena memang by nature kultur perusahaan yang sudah banyak karyawannya, limitasi untuk melakukan banyak hal menjadi sangat kecil. Jadi bisa dibilang, tidak akan jauh berbeda dengan learning yang saya dapat di NTT Data.

Sedangkan jika pindah ke startup kecil to medium. Karena timnya masih kecil dan lean, learning opportunity-nya akan sangat besar. Karena kesempatan untuk explorasi banyak hal sangat terbuka. Ditambah lagi saya juga akan belajar terkait how to build startup company yang tidak akan mungkin saya dapatkan ketika bekerja di startup besar. Kultur nya juga sangat dipastikan sangat agile dan fleksible, dengan kata lain tidak korporat aka tidak saklek. Sehingga bisa mengkomplemen pengalaman saya bekerja di NTT Data yang so korporat style.

Akhirnya ketok palu, saya putuskan untuk memprioritaskan pindah ke early to medium stage startup dibanding ke startup yang sudah besar

STARTUP PARAMETER

Resiko pindah ke startup kecil adalah You will learn a lot of things or you will learn nothing at all. Jadi cukup beresiko. Berdasarkan ilmu risk management, di kasus ini saya akan keluar dari zona nyaman jadi harus dilihat dari sisi cost opportunity yang bakal hilang, apakah worth atau tidak saya pindah haluan. How to parameterize it? First and foremost parameter utama yang akan saya gunakan adalah pertama THE FOUNDERS.

Jika pindah ke startup kecil, akan cukup percuma jika saya pindah ke startup yang foundernya bisa dibilang mediocre, atau tidak exceptional. Jadi saya prefer pindah ke startup kecil tapi dengan Founders yang saya bisa banyak serap ilmu nya, apalagi bisa langsung direct report ke Foundersnya langsung dan dilibatin dalam decision making di startup tersebut.

Yang kedua SALARY. I don’t expect much dari sisi salary sebenernya. Tapi at least kalo bisa tidak turun atau bahkan naik why not. Dikarenakan belum bubble, banyak startup-startup yang ready to burn money to hire talent. Jadi related to salary, parameter yang berhubungan adalah its INVESTMENTMONEY dan BACKED INVESTORS. Beda kan ketika kita join di startup yang masih bootsrap atau yang sudah Seed Investment million dollars apalagi yang sudah raising series A. Dari kemampuan untuk menggaji talent juga berbeda ketika startup ini sudah mendapatkan investment jutaan dollar dari investors. Jadi saya coba juga research-research who backed-investors yang mengbackup startup tersebut.

Yang ketiga BUSINESS TYPE AND ROLE. Saya mencoba mencari startup yang memungkinkan saya belajar sesuatu yang baru dan ada kemungkinan untuk booming in the future. Baik dari sisi jenis bisnisnya maupun bisnis modelnya. Selain business as a whole nya, saya juga coba mempertimbangkan role saya di startup tersebut, apakah memungkinkan untuk berada di melting point untuk strategic decision dan mempelajari core nucleus dari startup tersebut, atau hanya sekedar routine activities yang monoton dan circle exploration nya rendah. After do some research, akhirnya saya memutuskan I prefer startup yang related dengan ecommerce, karena startup ini yang sedang booming dan saya yakin one of the future of industry is digital industry and the power of big data. Sedangkan untuk rolenya saya prefer yang related dengan business analysis ataupun product developement, which is center circle between business and technology.

BEBERAPA APLIKASI DAN TAWARAN

Layaknya algoritma job seeker yang biasa saya gunakan, brute-force, saya menyiapkan CV dan mengirimkan ke sebanyak mungkin open vacancy yang ada, still brute-force nya yang sekarang beda dengan pas saat saya baru lulus aka freshgraduate, sekarang dipakai juga algoritma filter. So before applying to certain startup companies, I still did the due diligence berdasarkan parameter-paramater di atas. Jika tidak salah ada sekitar 4 startup yang saya sempet daftar saat itu. Ada startup yang sudah besar, tapi memang kebanyakan saya daftarnya di startup yang cukup early to medium stage. Saya prefer ga menyebutin nama startup yang saya apply hehe, kalo mau tau detail boleh ngobrol langsung saja.

Ada beberapa respond panggilan interview waktu itu, dan tipikal startup biasanya langsung ketemu petingginya bahkan saya sempet ketemu sekelas VP dan bahkan CEO or CTO dari startupnya langsung. But emang belum jodoh, ada beberapa memang saya kurang cocok, dalam sisi role, business model startupnya (learning kedepannya kemungkinan kurang) dan salary hehe. Bahkan sampai di satu sisi, saya memutuskan lebih baik untuk stay setahun lagi di NTT Data. Toh proyek yang saya akan kerjakan juga sebenernya menarik, karena at least saya akan belajar dari sisi operational expansion.

Sampai satu hari random di bulan Januari, ada satu anak baru yang baru join di NTT Data, dia sebelumnya kerja di Halodoc, nawarin ke saya, katanya startup di tempat temennya kerja lagi nyari product management role. Nama startupnya FinAccel. I really had no idea and that was the first time I heard that name. Dan setelah exploring internet ternyata startup ini bergerak di bidang fintech. Dan sebenernya saya juga saat itu masih awam di dunia perfintechan, tapi dari hasil research, ada kemungkinan bisnis fintech ini akan memegang ranah penting di dunia per startup an or technology company in the future. Then I directly submit my CV there, and if I’m not mistaken, selang satu hari setelah submit, saya langsung diminta ketemu one on one interview dengan CEOnya, Akshay Garg

FINTECH WORLD

Siang teriknya Matahari Jakarta menjadi saksi perjalanan saya ke kantor FinAccel di Rukan permata senayan. Saat itu karena di NTT Data sedang fase idle -tidak terlalu banyak kerjaan- jadi memungkinkan saya bisa izin pas makan siang. As soon as after finishing lunch, saya langsung segera pesen Gojek dan berangkatlah saya ke Rukan Senayan tanpa membawa apapun, karena Akshay CEO nya juga hanya meminta ketemu saja in person.

Sampai di depan rukonya saya langsung menekan tombol bel. Kala itu bener-bener seperti ruko biasa, sama sekali tidak ada ciri kantor startupnya sama sekali, seperti di youtube yang banyak cat, mural, meja pingpong, gaming room dll. Tidak beberapa lama saya menunggu di lobinya, yang hanya ada satu buah sofa, datanglah sesosok orang berkontur wajah India, berkepala botak, sudah cukup berumur, berkemeja dan langsung menyalamin saya.

“You are Afif? Lets go talk outside in the café, our meeting rooms are full for today”

Bahasa Inggrisnya beraksen normal, yah setidaknya I know Indian Aksen from Big Bang theory Rajesh, dan Akshay gaya bicaranya tidak seperti Raj di Big Bang Theory, which was almost like states accent. Dan ternyata benar, setelah kenal lama, Akshay memang lahir di India, tapi dia besar di US, bahkan dia mengakui aksen Bahasa India dia aneh.

Duduklah kami berdua di café, one on one and face to face. Kami berdua memesan minum dan hampir tidak seperti interview kerja pada umumnya, melainkan lebih seperti ngobrol biasa. Dia bertanya tentang my background, dimana saya kuliah, experience selama di kampus dll. Kemudia dia meminta saya cerita kerjaan saya selama setahun kebelakang di NTT Data. Waktu itu cukup beruntung, NTT Data di Amerika, sekitar bulan November 2016, baru mengakuisisi salah satu part of services DELL, dan dimedia diberitakan cukup besar, sehingga image perusahaan sedang baik-baiknya, dan dia sangat impress dengan perusahaan tersebut. Saya normal menceritakan apa adanya, semua proyek yang pernah saya kerjakan, key learning points, dan betapa passion saya bekerja di bidang teknologi. Dia semakin impress dan secara langsung menawarkan saya untuk bergabung ke FinAccel, immediately and as soon as possible. Lol.

Saya agak shock aja, dan jujur saya bilang I have such no idea at all aka totally blind di bidang fintech. Bener-bener baru baca-baca dikit, dan memang tidak ada background finance sama sekali. But he makes sure, yang penting ada keinginan untuk belajar, that’s more than enough. Kemudian dia meyakinkan lagi, ala-ala Steve Jobs sedang merekrut John Sculley #lol, FinAccel akan mejadi fintech player terbesar di Asia, and our first move is we’re gonna disrupt financing industry in Indonesia.

Dia bilang juga FinAccel sekarang sangat Lean team, dia lebih prefer timnya kecil tapi diisi A+ team, dibanding gemuk tapi banyak yang mediocre. Dia juga menceritakan, baru beberapa hari yang lalu senior saya di IF ITB baru join setelah dia selesai master di Belanda. Engineer-engineernya juga para eks-traveloka, gojek, dll yang sudah super experience. Dia menceritakan juga FinAccel ini founded by 3 orang, yang semuanya memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing.

Dia cerita sedikit tentang dia, sempat bekerja di Deloite sebelum membuat his own company name Comly Media, dan berhasil exit dengan diakuisisi Axiata Malaysia. Umang Rustagi, as COO FinAccel, dia eks-McKinsey yang memang spesialis di financial industry. Alie Tan, the CTO, belasan tahun experience dan sempet founded company juga waktu itu dengan teknologi Black Berry. Dan FinAccel sekarang punya CDO juga, atau Chief Data Officer, dari Swiss, bernama Andreas Granstorm, Chalmer University eks-data scientist di Skyscanner. WOW!

That’s my first thought after hearing his team. Really an A+ team. Kemudian dia juga menjelaskan role saat ini yang sedang dia butuhkan di product management role, which is so match with my goal. Bahkan dia menelpon CTO nya langsung, Alie, diminta datang ke café to join us. Beberapa menit kemudian, Alie turun dan duduklah bertiga kami di café tersebut, I was in the middle of two amazing C-level of the company. Alie menjelaskan sedikit culture di tim teknologinya, dan dia membutuhkan product manager yang bisa melihat dari sisi bisnis dan teknologi. Dia menjelaskan how his tech team currently works, dan gambaran pekerjaan saya kedepannya. I don’t talk that much actually, dan saya sebenernya belum bilang Iya, tapi mereka sungguh serius rekruting seakan-akan besok saya sudah harus join.

Terakhir Akshay bertanya proposed salary, dan saya menyebutkan random X% lebih tinggi dari current salary, random banget itu karena saya juga ga mempersiapkan langsung membahas salary, dan angka yang saya sebutkan cukup threshold atas untuk saya yang baru pengalaman setahun, dan gamblang dia langsung merespon. Yeah, I think that’s still okay, we’ll talk more detail later! And also I can give you stock option as well. Dan ditutup dengan

“So when you can join??”

FINTECH AND THE FUTURE

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya benar-benar cukup blind dari sisi financial industry. My background is engineering, dan selama bekerja di NTT Data, saya sempet terlibat di minor project perbankan & microfinance, tapi tidak masuk terlalu deeper mempelajari bisnis modelnya. Alhasil, sepulangnya dari interview dengan Akshay, saya langsung semalaman fully research terhadap financial industry, khususnya di financial technology atau fintech.

Fintech di awal tahun 2017 mulai booming-boomingnya, terutama dari sisi payment, Peer to Peer lending, investment, dll. Terutama gojek yang mulai masuk dengan Go Pay nya, begitu juga Grab dengan Grab pay, atau pemain yang sudah cukup lama seperti Doku. Kemudian ada juga yang bergerak dari sisi P2P seperti Investree, Modalku, Pinjam, dsb. Bahkan startup-startup ecommerce besar mulai mengembangkan fintech nya sendiri seperti Tokopedia dengan Tokocash nya, Bukalapak dengan Bukadompet dan Bukareksa, begitu juga Traveloka yang mulai masuk ke ranah credit financing untuk pembayaran tiket pesawat.

Setelah semalaman dan beberapa hari research, saya menyimpulkan, Financial Technology atau Fintech akan memegang peranan penting dalam perkembangan teknologi di masa depan. Every payment would shift to digital, and the world will aware with cashless society. Sistem keuangan konvensional akan sedikit demi sedikit ditinggalkan. Dengan tingkat akses ke internet dan smartphone yang sangat massive pertumbuhannya, pembayaran sekarang bisa dengan hanya mengklik beberap tombol dalam genggaman tangan.

Fintech will significantly shape the future

Bahkan bisa dibilang fintech akan menjadi foundation untuk bisnis apapun. Sistem pembayaran merupakan tonggak utama penyokong bisnis, untuk bisnis model apapun. Ecommerce, real sector, manufacture, B2B business, bahkan bisnis konvesional seperti Kuliner, Fashion, dll harus memiliki sistem pembayaran yang kokoh untuk mencapai tahap sustainability dan scalability yang massive. Financial literacy juga harus dimiliki untuk setiap entrepreneur, bahkan bisa dibilang setiap individu terutama dalam negara berkembang agar bisa tumbuh secara exponensial. Financial inclusion harus segera disebarluaskan. Akses to capital juga harus bisa menyebar tidak hanya untuk segelintir orang di kalangan atas which is the nature of capitalism.

Finally after such a long research and browsing, I decided it’s gonna be worth so much to join fintech startup and learn about financial industry, especially as self-investment to support my long term goal to build company in the future. Bismillah.

KONTROVERSIAL DAN RANAH ABU-ABU

Secara opportunity, industrial learning, even salary, FinAccel benar-benar sesuai dengan parameter tempat saya target pindah dan merupakan tempat yang sangat tepat untuk mempelajari financial industry. Dimulai dari Foundersnya yang highly experience, backed investors yang firm dan stage startup yang masih early sehingga range of exploration masih sangat luas.

BUT -always there’s a but in such big opportunity- Fintech is actually a grey area, dan FinAccel secara bisnis model cukup kontroversial dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. FinAccel is multiproduct startup, dan product pertama dan utama nya bernama Kredivo, atau digital credit card. Sederhananya, Kredivo ini adalah sistem pembayaran sama persis dengan kartu kredit namun spesialisasi digunakan untuk pembayaran di ecommerce. I could say dengan saya bekerja di FinAccel sama dengan saya bekerja di bank.

Intermezzo, saya salah satu orang yang memegang prinsip bahwa orang-orang Islam yang sholeh dan paham muamalah harus terjun di dunia perbankan, karena itu yang mengendalikan sistem ekonomi di dunia. Bahkan sebisa mungkin beberapa orang Islam harus bermain di Worldbank, wallstreet, central bank dll dengan tujuan untuk sedikit demi sedikit mempelajari sistemnya dan jika memungkinkan mengubahnya. Makanya saya sangat menyayangkan jika justru orang-orang islam sendiri yang mendiskreditkan orang-orang yang berjuang menegakkan perbankan Syariah. Orang-orang yang dengan gampang nya mencemooh “sistem syariah hanyalah kedok”, padahal mereka tidak tahu betapa sulitnya memperjuangkan sistem islam ini ditengah derasnya sistem kapitalisme yang pernuh riba dan menjadi sistem ekonomi dunia saat ini. Ekonomi juga harus diperjuangkan dan my opnion itu salah satu jihad di era sekarang. Allahualam

Back to FinAccel, bedanya FinAccel dengan bank adalah disini digunakan sistem credit scoring yang innovational dengan memanfaatkan teknologi digital, big data dan machine learning algorithm. Simplifkasi, jika ada seseorang yang HPnya merupakan Samsung Galaxy S8, dari GPS terdeteksi dia sedang berada di Pacific Place, kemudian didalam HPnya terinstall berbagai macam aplikasi ecommerce, secara sederhana dapat kita katakan orang tersebut credit worthy, tanpa harus survey rumahnya, kantornya, interview dll. That’s how machine learning credit scoring algorithm works.

That’s the simple concept, tapi jika In detail conceptnya kita akan menggunakan million data of users to do credit scoring. Personal data, digital data, ecommerce transaction history, banking history, SMS, email, and billions binaries data that users have as digital footprints. Itu mengapa FinAccel menjadi salah satu startup di Indonesia yang memiliki storage terbesar di Amazon Web Service, padahal ukuran perusahaannya masih sangat kecil. Ditambah lagi FinAcceli ini memang spesialisasi untuk pembayaran ecommerce, sehingga secara tidak langsung saya juga bisa mempelajari ecommerce industry.

Jika disimpulkan learning opportunity dengan saya join di FinAccel, secara business view saya dapat mempelajari including but not limited to: Financial Industry, sistem perbankan, credit scoring, ecommerce industry dan juga financial payment system. Dan secara technical view saya dapat mempelajari: big data, data infrastructure, data query, machine learning application dan product development. Such a big fish to catch.

KONSULTASI DENGAN USTADZ

Secara hati, saya sebenernya sangat tidak ingin masuk ke ranah abu-abu tersebut. Bahkan di satu sisi ingin rasanya diri ini hanya menjadi karyawan di perusahaan biasa, mendapat gaji halal, hidup bahagia dengan keluarga dan bisa beribadah dengan leluasa. Namun di sisi yang lain ingin juga mencoba mencari ranah kontribusi terhadap islam terutama di ranah strategis yang mencakup hidup orang banyak.

Karena, bagi sebagian orang, termasuk saya, mungkin cukup mudah untuk menghindari riba. Misal jika asuransi bahkan BPJS di claim riba. Well okay, saya ada penghasilan tetap setiap bulan dan ada tabungan, jadi tidak begitu memerlukan asuransi. Tapi bagaimana dengan orang-orang kebanyakan disana yang penghasilannya jauh di bawah UMR. Mereka punya anak dan sakit membutuhkan biaya besar. Bagaimana solusinya untuk mereka? Ranah-ranah strategis ini bagi individu yang beruntung, punya orang tua berkecukupan, penghasilan stabil, tidak ada masalah menghindari demi tidak terkena riba. Tapi apakah banyak orang seberuntung itu?

Atau yang lebih general, kita tidak ingin memiliki kartu kredit karena sama saja dengan sepakat dengan ribanya. Disisi lain, karena sistem pembayaran global dikuasai oleh VISA, mastercard dan sejenisnya, kemudian kita membutuhkan kartu kredit untuk pembayaran internasional, dan karena enggan memiliki kartu kredit, kita meminjam dengan teman, yang mungkin sesama muslim, untuk memakai kartu kredit. What do you think? Itu subjectively, my humble opinion, seakan-akan kita menggunakan teman tersebut, saudara sendiri sesama muslim, hanya sebagai media, terserah toh dia yang menyetujui agreement dengan kartu kredit, dan dia yang punya, saya hanya memakai, yang penting saya terhindar dari riba. That’s not cool right? Allahualam. Ilmu agama saya juga masih rendah. Tolong diambil yang baiknya saja.

Back to topic, akhirnya berkonsultasilah saya dengan beberapa teman dan meminta pendapat mereka terkait tawaran dan kesempatan untuk bekerja di FinAccel. Mayoritas mereka semuanya kontra dengan saya pindah ke sana. Tapi ada beberapa minoritas teman yang justru mendukung. Waktu itu saya ingat, saya sempat meng-email sebanyak mungkin ustad yang alamat email/kontaknya ada di internet. Tapi nihil tidak ada satupun balasan dan jawaban. Kemudian sempat juga menghubungi Muzammil, waktu itu karena dia adik kelas, jadi dibalas japrian saya untuk minta nomor Ustad Hanan Ataqi. Setelah dapat nomor Ustad Hanan, dan mengirim pertanyaan dan butuh saran beliau, tapi hanya terkirim saja, tidak di read. Karena waktu itu Ustad Hanan juga sedang menunaikan Umrah jika tidak salah, sehingga mungkin tidak memiliki waktu untuk membalas pesan saya. Hampir putus asa, dan karena banyak yang kontra, akhirnya memutuskan untuk melepas kesempatan tersebut dan tetap stay di NTT Data.

Namun, setitik cahaya datang dari salah satu teman saya yang menanyakan masalah ini ke Ustad Setiawan Budi Utomo, Dewan Penasihat OJK, yang kebetulan dia ada koneksi disana. Berikut profile nya saya copy dari dakwatuna.com

Dr. Setiawan Budi Utomo adalah Alumnus terbaik Fakultas Syariah Madinah Islamic University, Arab Saudi. Saat ini aktif sebagai Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Ketua Tim Akuntansi Zakat, anggota Komite Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Anggota Tim Koordinasi Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dalam Valas, Anggota Tetap Tim Ahli Syariah Emisi Sukuk (Obligasi Syariah), Dewan Pakar Ikatan Ahli Ekonomi Syariah (IAEI), Dewan Pakar Shariah Economic and Banking Institute (SEBI), Anggota Tim Kajian Tafsir Tematik Lajnah Pentashih Al-Quran Depag, Dosen Pasca Sarjana dan Pengasuh Tetap Fikih Aktual Jaringan Trijaya FM, Pegiat Ekonomi Syariah dan Referensi Fikih Kontemporer Indonesia. Penulis juga merupakan salah satu peneliti di Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI).

Jadi at least saya sudah berusaha untuk menghubungi banyak ustad. Karena setidaknya jika nanti di akhirat ditanyakan pertanggung jawaban, saya memiliki backup pendapat dari ustad, bukan hanya keputusan pribadi.

Jawaban Ustadz SBU ini cukup mengejutkan. Saya lupa membackup chat secara harafiah nya, tapi kurang lebih seperti ini. Semoga sesuai dengan apa yang di chat dulu:

“Ambil saja kesempatan itu. Belajar yang banyak dari sana, terlepas apakah Ilmu tersebut dapat diimplementasikan atau tidak kedepannya. Tapi niatkan saja untuk belajar. Jangankan bekerja di startup, bekerja di bank konvensional saja dibolehkan. TAPI tidak untuk berniat menjadikan itu profesi karir dan sumber utama penghasilan jangka panjang. Berikan batas waktu bekerja disana dan pelajari banyak hal dari sana. Apalagi startup, yang dana utama-nya masih full dari Investor, belum dari keuntungan bisnisnya, termasuk untuk gaji karyawan. Jadi dibolehkan dan ambil saja.”  

Entah mengapa dengan chat tersebut, langsung memutarbalikan keraguan saya, dan membulatkan tekad untuk pindah. Istikharah tentunya terus saya lakukan sebelum mengambil keputusan dan setelah memutuskan, supaya bisa lebih dikuatkan dan diberikan jalan terbaik.

Yang saya tau juga dari teman, jika di Turki, jika ada sepuluh ulama, 9 mengatakan tidak boleh dan 1 boleh, maka orang-orang mengikuti dan menghargai yang 1. Berbeda dengan Indonesia, 9 ulama mengatakan boleh, 1 ulama mengatakan tidak, langsung seakan-akan, semua orang mencomooh yang tidak boleh.

Sebenarnya masih rada takut bagaimana jika saya meninggal ketika bekerja di sana? Kemudian apakah saya termasuk orang yang di dalam Al-Quran yang membantu dalam hal keburukan? Apakah saya juga menjadi salah satu pelaku Riba? Banyak kekhawatiran sebenarnya, tapi Bismillah, Allah pasti Mengetahui niat dan kondisi hambaNya. Selama yakin Allah masih Bersama saya, I more than believe to move forward.

Dan terbukti Alhamdulillah, Allah mempermudah jalannya, yaitu saya yang awalnya berniat stay maksimal di sana 1 tahun, dan dalam 6 bulan saya sudah mengajukan resign dan ada rezeki untuk ke startup lain, dengan kondisi lebih dari cukup pembelajaran yang saya dapat. Kemudian, saya juga niatkan untuk belajar dan menyerap sebanyak mungkin ilmu terkait industry keuangan dari perusahaan, jadi bukan untuk menolong dalam keburukan. Dan Alhamdulillah, ilmu tersebut ternyata bisa saya terapkan untuk membantu startup teman membuat Fintech berbasis Syariah di 2018. Detailnya akan saya jelaskan di chapter selanjutnya. Dan terkait kerjaan Alhamdulillah, saya lebih in charge di product development dan juga data analysis, jadi seharusnya tidak termasuk yang memberi, menerima ataupun mencatat transaksi. Dan gaji in syaa Allah masih full dari uang investor VC yang membacked FinAccel bukan dari keuntungan riba, karena burning money nya juga masih gila-gilaan. Terkesan pembenaran, tapi semoga Allah bisa menerima itu Aamiin. Karena saya benar-benar tidak ingin menukar dunia yang sementara ini dengan akhirat yang abadi.

Intinya hidup itu adalah pilihan dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya.

Saya tidak tahu apakah jalan yang saya ambil ini benar atau tidak. Namun selama yakin Allah akan Bersama hamba-hambaNya yang berjuang dan diniatkan untuk berkontribusi terhadap islam, in syaa Allah, saya akan tetap mencoba maju dan berjuang, dengan senantiasa selalu beristighfar dan meminta selalu bimbinganNya. Karena, sekali lagi, adalah fakta bahwa dunia ini hanyalah sementara, sehingga tiada guna jika kita memperjuangkan sesuatu yang fana dan sementara untuk sesuatu yang abadi dan jelas kekelannya. Allahualam.

LAST DAY

Sekitar Februari awal 2017, akhirnya saya resmi resign dari NTT Data, dan tanpa jeda sedikitpun, jika tidak salah, waktu itu last day saya hari jumat, kemudian first day di FinAccel hari senin, jadi benar-benar tidak ada waktu kosong di masa transisi perusahaan tersebut.

Flashback sedikit di hari terakhir saya, I bought many boxes of Pizza for all NTT Data employees. This company had built my business foundation, and I made many friends here. Even Minggu-minggu awal setelah resign, saya masih ikut main futsal Bersama mereka. My last days full of smile & prayers from all of my colleagues in NTT Data, mereka mendoakan semoga bisa sukses di karir saya selanjutnya. Aamiin, thanks guys. Bos besar saya, sebelum resign, mengajak one on one meeting in person, untuk menyayangkan keputusan saya. He prefered me to stay a bit longer, but I’d been firmed with my decision, dan akhirnya dia merestui kepergian saya and wish me the best for next journey. He said, He’ll be so opened to talk even after I leave company, and yes I’d be delight to. Lastly I emailed to all id@nttdata.com, to say thanks for every learnings I got and mistakes I made, I wish them the best, and I hope to still keep contact with my personal numbers. Dan selesai semuanya, I packed my stuffs, dan saya pulang ke kosan dengan happy ending. Alhamdulillah.[]

To be continued….

Kata Pengantar TA – Pembuka dari Penutup Rangkaian Cerita di Kampus Tercinta

Ini adalah sebuah karya sederhana yang ingin penulis coba persembahkan sebagai mahasiswa ITB. Banyak rintangan dan tantangan dalam pengerjaan, namun hal tersebut justru menjadi salah satu pembelajaran utama yang penulis dapatkan. Sungguh sebuah perjuangan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir (TA) ini, oleh karena itu dalam kata pengantar ini izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Allah SWT, yang sudah mempertemukan dengan Islam, serta atas izin dan rahmat-Nya pula penulis diberikan kelancaran dalam pelaksanaan tugas akhir. Semoga hasil ini dapat berkah dan mendapat Ridha dari-Nya
  2. Ibu, Ayah dan dua adik perempuan, Sania Rifa Zaharadina, Annisa Salsabilla. Kata-kata tidak akan cukup untuk membalas semua dukungan dan do’a yang kalian berikan
  3. Pak Hasballah Zakaria dan Pak Richard Karel Mengko, atas kesediaan waktu dan bimbingan yang diberikan selama pengerjaan tugas akhir. Semoga bapak berdua mendapat balasan dari-Nya.
  4. Muhammad Wildan Gifari dan Moch Rosin, sebagai rekan, sahabat dan pengingat dalam satu tim TA EKG homecareMaze Runner”. Semoga hasil TA kita dapat bermanfaat untuk masyarakat kedepannya.
  5. Pak Waskita Adijarto selaku dosen wali dan Pak Arief Syaichu Rohman selaku kaprodi elektro ITB yang sudah banyak membantu penulis selama perkuliahan.
  6. Murobbi dan teman satu lingkaran sebagai wadah penimba ilmu agama sekaligus pengingat penulis untuk tetap memegang teguh islam
  7. Mutarobbi dan adik-adik mentor penulis yang bersedia menjadi “telinga” untuk tempat penulis berbagi mengenai islam dan kehidupan kampus sembari pengerjaan TA. Kalian justru yang lebih membina saya di kelompok tersebut.
  8. Teman-teman satu Lab Biomedik ITB, yang selama satu tahun, satu ruangan dan saling mendukung dalam menyelesaikan Tugas Akhir
  9. Teman-teman HME ITB khususnya “Proton” yang sudah menjadi teman berhimpun dengan satu keilmuwan. Banyak pengalaman dan pembelajaran yang saya dapatkan dari kalian.
  10. Keluarga besar KM ITB khususnya Kabinet dan Kongres KM ITB, yang sudah menghiasi tingkat satu hingga tingkat tiga penulis di ITB.
  11. Keluarga panitia Pemira KM ITB 2013, yang sudah menyediakan waktu untuk berjalan bersama penulis di tingkat tiga. Semoga apa yang kita lakukan dapat menjadi setitik kontribusi untuk KM ITB kedepannya.
  12. Teman-teman Ulul Albab, yang benar-benar menjadi tempat kembali penulis setiap waktu. Semoga persahabatan kita terus berlanjut sampai di Surga
  13. Sahabat Forum Indonesia Muda khususnya FIM Kece yang selalu terbuka sebagai tempat kembali penulis dari hectic-nya pengerjaan TA. Semoga kita selalu menjadi kunang-kunang di tengah gelapnya problematika bangsa.
  14. Teman-teman Cahaya Hati, tempat berkumpul, bercerita dan membudayakan aksara sunda sekaligus tempat penulis belajar Bahasa sunda.
  15. Teman-teman MUSI ITB, satu daerah, satu Bahasa, terima kasih atas doanya.
  16. Kontrakan Altampani yaitu sebagai atap utama penulis selama pengerjaan TA ini
  17. Sahabat AVRG yang sudah bersedia memberikan tempat kepada penulis untuk belajar lebih banyak tentang robot dan sistem kendali
  18. Teman-teman pertukaran pelajar dan Delegasi ESD Forum yang sudah membersamai penulis untuk belajar dari Negara lain.
  19. Pihak-pihak lain yang juga telah banyak memberikan bantuan kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu;

Penulis sangat menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bandung, Juni 2015

Muhammad Afif Izzatullah

A Little Piece of Dream: Amerika, Kampus dan Bisnis Start-up

Post ini  merupakan sambungan post sebelumnya, yang bisa dilihat disini:

[Prolog] A Little Piece of Dream: Mimpi, Memori dan Amerika

move-forward

Yah, memang ada yang bilang, kekuatan utama ketika kita dalam posisi paling bawah dalam hidup; ketika kegagalan bertubi-tubi menghantam jiwa;  ketika kenyataan yang datang jauh sekali dari harapan; dan ketika nurani kita merasa hidup ini tidak lagi memiliki arti; adalah Keyakinan bahwa masih ada hari esok, keyakinan akan asa yang akan bangkit dikemudian hari. Memang itulah satu-satunya tenaga yang tersisa untuk terus bergerak, menembus lika-liku hidup menuju secercah cahaya harapan.

Oleh karenanya jangan pernah berhenti menatap masa depan. Mengepalkan tangan kedepan, menuju cahaya matahari yang menghangatkan, untuk selalu memiliki cita-cita menjadi manusia yang Allah dan Rasul idamkan.

“Berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia”
― Andrea Hirata, Sang Pemimpi

Amerika dan Kampusnya

Awal cita-cita saya ingin meneruskan studi di Amerika adalah ketika masa SMA, beberapa kakak kelas saya ada yang berangkat untuk pertukaran pelajar selama 1 tahun di US. Mendengar cerita-cerita mereka bagaimana kehidupan di sana, betapa beragam orang-orangnya dan luar biasanya kemajuan teknologi yang ada, membuat saya ingin segera menginjakan kaki di sana.

Cita-cita itu kembali mengangkasa ketika saya bertemu dengan kakak kelas dan dosen yang kebanyakan alumninya jebolan dari berbagai universitas di Amerika. Kakak kelas saya yang pernah melakukan riset di CMU (Carnigie Mellon University), pernah bercerita bagaimana mahasiswa di sana sangat bersahabat dan menerima kehadiran orang baru. Fasilitas dan teknologinya pun sangat mumpuni untuk mendukung kegiatan dan ide-ide para mahasiswa. Dan yang paling penting masyarakat muslim di sana mulai berkembang dan diakui oleh negara. Yah setidaknya dibandingkan Jepang -bahkan musholla di Bandara saja tidak ada (pengalaman)- dengan kehadiran masjid yang langkanya luar biasa, Amerika masih jauh lebih baik.

Masjid Masyarakat Wisconsin Utara di Altoona, Wisconsin.

Masjid Masyarakat Wisconsin Utara di Altoona, Wisconsin.

Dari republika.co.id, jumlah masjid di Amerika Serikat bertambah sebanyak 74 persen sejak tahun 2000. Pada 2000, tercatat 1.209 masjid di seluruh negeri Paman Sam. Jumlah masjid meningkat menjadi 2.106 masjid pada 2010. Sebagian besar masjid itu dibangun di New York dengan total 257 masjid, California dengan 246 masjid, Texas dengan 166 masjid dan Florida dengan 118 masjid. Yah setidaknya dengan kehadiran masjid, bisa menolong untuk terus menjaga hati dan iman dalam waktu yang cukup panjang di sebuah negara yang liberal.

Penguatan keinginan lebih membuncah ketika dosen saya menguatkan dengan argumennya bahwa sangat disayangkan jika kita yang mengambil kuliah S1 ITB (terutama perogram studi elektro), melanjutkan S2 di dalam negeri. Karena banyak mata kuliah S1 yang diulang, ditambah media dan fasilitas yang belum bisa mengimbangi beberapa riset dan thesis yang notabene membutuhkan teknologi tinggi. Sehingga untuk pengembangan  teknologi memang sebaiknya mahasiswa merantau dan mencuri ilmu dari luar negeri.

Tech-Startup Enterprise

Kampus-kampus di Amerika sudah tidak diragukan lagi sangat produktif menghasilkan para founder & entrepreneur terutama di bidang rekayasa teknologi (atau tech-based) yang berhasil memperkerjakan banyak orang. Bisa dilihat di link forbes di bawah ini”

http://www.forbes.com/sites/michaelnoer/2012/08/01/the-most-entrepreneurial-colleges/

Diambil saja salah satu contohnya,  kampus top di telinga para engineer, MIT, berhasil membangun 25.600 perusahaan yang semuanya dirintis oleh alumnus MIT dan berkisar memperkerjakan 3.3 juta orang di Amerika! Atau salah satu universitas impian saya, California Institute of Technology (berada di posisi ke empat, berdasarkan forbes), alumnusnya Charles Trimbles, berhasil menemukan “Trible Navigation” yang memiliki revenue hingga $1.6 billion.

Bisnis berbasiskan high-tech, sangat berkembang di Amerika karena mereka memiliki fasilitas dan pangsa pasar yang besar, baik untuk rakyat mereka sendiri maupun di ekspor ke luar negeri. Sebut saja Sillicon Valley, pusat seluruh perusahaan IT berkumpul, sehingga mitra sangat mudah ditemukan.

Oleh karenanya salah satu visi saya ke depannya adalah berhasil melanjutkan kuliah S2 di Amerika sekaligus membangun perusahaan start-up di sana. Bidang yang ‘mungkin’ saya geluti (hal ini masih sangat bisa berubah kedepannya dikarenakan masih perlu banyak inputan dan pengetahuan lebih) adalah terkait rekayasa komputer dalam hal mixed reality. Mungkin ada yang pernah mendengar istilah “augemented reality”, yah disitulah (hingga saat ini) saya ingin coba tekuni. Mengapa? jawabannya simpel karena cukup aplikatif dan bisa diterapkan di banyak hal, terutama untuk bisa menolong banyak orang.

Menjadi wirausaha tidak harus DO, ataupun putus kuliah. Justru dengan ilmu yang lebih mumpuni, kita bisa semakin kreatif berinovasi dan berkreasi untuk rekayasa piranti. Banyak orang-orang sukses contohnya saja Bapak Sehat Sutardja yang berhasil mendirikan perusahaan semikonduktor (Marvell Technology Group) di Sillicon Valey. Beliau adalah alumnus Teknik Elektro dan Ilmu Komputer di Universitas California, Berkeley. Berdasarkan data dia pernah menjadi 10 orang terkaya di Amerika versi majalah forbes.

Terus, berarti tidak nasionalis dong? Yah jujur pandangan saya, nasionalis tidak melulu harus ‘berdiam’ di tanah air dan mengabdi di sana. Saya -jika Allah berkenan untuk memberikan kesempatan belajar di Amerika- akan sebisa mungkin menuntut ilmu dari sana. Mencoba merintis perusahaan, memperluas jaringan, memperlebar wilayah berfikir, bertukar gagasan dengan orang-orang expert, dan dengan modal dan pengalaman tersebut mencoba membangun perusahaan di Indonesia.

Mungkin terdengar terlalu idealis (atau mungkin utopis?). Yah tidak ada yang tahu. Yang paling bisa menentukan adalah Dia yang memiliki kuasa atas segala sesuatu, Allah SWT. Yang bisa dilakukan manusia adalah bekerja dan berusaha, untuk hasil akhir biarlah Dia yang menentukan.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(Q.S. Al-Baqarah : 216)

Dari alasan-alasan di ataslah, membuat saya segera mematok tujuan untuk bisa belajar di Amerika ini, di hadapan saya. Tapi tidak menempel di kening, lebih baik membiarkan dia menggantung, mengambang 5cm di depan kening sehingga dia  tidak akan lepas dari mata yang menyorot masa depan.

dreams

Masih banyak yang ingin saya ceritakan sebenarnya tentang serpihan mimpi “a little piece of dream” ini. Apakah dengan ini saya hanya mencoba berwacana? Atau bagaimana dengan potensi-potensi alam Indonesia, mengapa tidak bisnis dengan hal tersebut saja? Ada yang bilang “Indonesia mah susah mau buat bisnis, mending kerja aja, zona nyaman? atau di multinasional tuh! kan bisa freshgraduate gajinya belasan juta”? bagiamana tanggapan saya?

Ditunggu part terakhir dari bab EPILOG curahan kecil “A Little Piece of Dream” saya berikutnya.[]

Blok-blok Migas Habis Masa Kontrak – Akankah Negara Kecolongan ?

Hingga tahun 2021 yang akan datang terdapat sekitar 26 dari 72 kontrak migas yang masuk tahap produksi yang akan habis masa kontraknya. Namun belum ada ketentuan baku yang menjadi pegangan bahwa kontrak-kontrak tersebut akan benar-benar dikembalikan kepada Negara untuk dikelola BUMN. Padahal jelas sesuai dengan amanat konstitusi pasal 33 UUD 1945 bahwa “Sumber daya alam harus dikuasai Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

26 PSCs will be expired up to 2020:

  1. Expan Nusantara, Nama Blok (Kampar Block), 5 Juli 2013
  2. Expan Nusantara, South Sumatra Extension, 5 Juli 2013;
  3. Chevron Pacific Indonesia, Siak, 28-Nov-13;
  4. Intermega Sabaku, Salawati (A and D Salawati), 9 Januari 2015;
  5. JOB Pertamina-Costa Intl Group, Gebang, 29-Nov-15;
  6. ConocoPhillips Indonesia, Corridor, 7-Sep-16;
  7. PetroChina, Kepala Burung, 15 Oktober 2016;
  8. Total E&P Indonesie, Mahakam, 30-Mar-17;
  9. Chevron Indoneisa Company, Attaka, 31-Mar-17;
  10. ExxonMobil Oil Indonesia, “B” Block, 1-Aug-17;
  11. JOB Pertamina-PetroChina East Java, Tuban, 28-Feb-18.
  12. JOB Pertamina-Talisman Ogan Komering), Ogan Komering), 28-Feb-18;
  13. PetroChina, Tuban, 28-Feb-18;
  14. VICO Indonesia, Sanga-Sanga, 7-Aug-18:
  15. CNOOC SES, South East Sumatera, 6-Sep-18;
  16. Maxus South East Sumatera BV, South East Sumatera 6-Sep-18;
  17. Mobil Exploration Indonesia, NSO and NSO Extension Block, 16-Sep-18;
  18. ConocoPhillips Indonesia, South Natuna Sea Block “B”, 16-Oct-18;
  19. Chevron Indonesia Company, Pasir Barat, 25-Oct-18.
  20. Operator (Putra Kencana Diski Petroleum), Nama Blok (Diski), 16Nov-18;
  21. Intermega Sabaku Linda, (A, B, C/G and Sele), 1-May-19;
  22. JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia, Raja Block, 6 Juli 2019;
  23. Kalrez Petroleum (Seram), Renewal-Bula Block, 31-Oct-19,
  24. JOB Pertamina-PetroChina Salawati, Salawati 23-Apr-20;
  25. Lapindo Brantas, Brantas, 23-Apr-20;
  26. Kondur Petroleum SA, Malacca Strait Block, 4-Aug-20

Source: Pertamina

Menyikapi hal tersebut Marwan Batubara, selaku Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) mengadakan diskusi yang juga penulis hadiri dengan turut mengundang beberapa elemen yang terkait masalah ini, yang berlokasi di gedung GBHN Nusantara V MPR RI. Beberapa elemen utama antara lain adalah dari pihak Pertamina selaku National Oil Company (NOC) Indonesia, Wakil dari Kementrian ESDM, anggota DPR, dan beberapa ahli serta peneliti di bidang migas. Tujuan dari diskusi ini adalah bertukar gagasan dan fakta untuk menghasilkan titik temu agar Pemerintah dapat sepenuhnya menyerahkan Blok migas habis masa kontrak ke BUMN Pertamina.

Pemerintah dan Pertamina

Seandainya kita coba untuk berfikir sederhana, masalah ini sebenarnya sangat gampang diselesaikan asalkan kedua pihak, Pertamina dan Pemerintah, saling mendukung. Pemerintah memberi hak penuh penguasaan blok migas tersebut kepada Pertamina, dan Pertamina siap dan mampu untuk mengelolanya. Masalah selesai.

Namun mungkin memang dikarenakan banyak ‘alasan’ dan ‘kendala’, entah mengapa penulis tidak mendengar secara TEGAS dari kedua belah pihak –baik Pertamina maupun Pemerintah pada sesi diskusi tersebut –yang menyatakan mereka siap mengelola blok migas habis masa kontrak tersebut. Pemerintah –kala itu diwakili oleh Bapak Edy Hermantoro dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi –belum memberikan statement  konkrit yang menyatakan akan membuat peraturan khusus (berupa PP Baru atau permen) yang secara tegas memuat ketentuan blok migas habis masa kontrak dikembalikan kepada Negara. Pertamina pun –yang diwakili Bapak Salis S. Aprilian selaku Direktur Utama Pertamina Hulu Energi –menurut pendapat penulis masih bertele-tele menyatakan kesiapannya.

Pertamina mempunyai visi pengembangan jangka panjang yaitu memproduksi minyak sebesar 1 juta barel per hari. Dengan penguasaan yang hanya sebesar 17% migas nasional, akan sangat sulit pertamina mencapai visi tersebut. Ditambah lagi dukungan pemerintah yang ‘abu-abu’ –tidak jelas antara keberpihakan kepada NOC sendiri atau perusahaan asing –membuat Negara ini akan semakin terkekang oleh SDAnya sendiri yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan rakyat.

UU Migas yang Lebih Merah-Putih

Dr Kurtubi, selaku Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES), pada diskusi ini secara tegas menyatakan bahwa pengambil alihan kontrak blok migas yang habis masa kontrak kepada Pertamina adalah hal yang mutlak harus dilakukan oleh Negara untuk memulihkan kondisi permigasan nasional. Beliau juga menekankan bahwa UU no 22 /2001 tentang migas harus segera diganti karena banyaknya lubang kesalahan yang dapat merugikan negara.

Salah satu hal fatal dari dampak negatif UU Migas no 22/2001 adalah sistem menjadi tidak efisien, berbelit-belit, dan birokratis karena kehadiran lembaga baru (BP Migas). BP Migas bukan merupakan lembaga bisnis sehingga migas bagian negara tidak bisa dijual/dikembangkan sendiri melainkan harus menunjuk pihak lain. Aset negara yang dibeli dari dana Cost Recovery tidak bisa dikelola secara benar dan tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan negara. Hal ini disebabkan BP Migas yang notabene sebagai badan regulator -bukan pelaku usaha (tidak bisa menjual dan mengembangkan blok migas) -disuruh mengawasi Cost Recovery yang secara umum adalah seharusnya menjadi tugas badan eksekutor (pelaku bisnis). Hambatan yang dialami oleh para Kontraktor Migas di lapangan pun juga tidak bisa dihadapi dan diselesaikan oleh BP Migas, bahkan BP Migas cenderung ‘menghilang’ padahal BP Migas mewakili Pemerintah dalam menandatangani kontrak.

Kembali lagi pada blok migas yang akan habis kontrak. Mestinya, beberapa tahun sebelum ‘due date’  berakhirnya kontrak, Negara (BUMN) sudah harus mulai masuk agar operasi produksi tidak berhenti pada vsaat ‘due date’ tiba. Mekanisme ini mustahil dilakukan selama penandatangan kontrak dilakukan oleh Lembaga Non-Bisnis (BP Migas). Akibatnya, ada ‘celah/ruang/opportunity’  bagi ‘Pemburu Rente’ untuk meraup manfaat/keuntungan bagi diri sendiri dan kelompoknya dengan merugikan Negara.

Karena adanya UU Migas, pemerintah harus menandatangani kontrak ‘B to G’ atau ‘Business to Goverment’ yang mengakibatkan pemerintah ‘turun kasta’ yaitu pemerintah berada dalam ikatan kontrak dan tidak memiliki kekuasaan penuh terhadap kontrak jika sewaktu-waktu kebijakan merugikan negera. Dalam hal inilah kedaulatan hilang. Seharusnya pemerintah membuat kontrak ‘B to B’ atauBusiness to Business , yaitu antara BUMN Pertamina dan Investor sedangkan Pemerintah berada di atasnya. Kontrak seperti inilah makna dari kedaulatan. Karena Pemerintah berada diluar kontrak yang kapanpun bisa mengubah bahkan membatalkan kontrak tersebut apabila tidak menguntungkan negara.

Negara berada di atas BUMN dan Investor

Oleh karena itu UU migas harus sesegera mungkin direvisi. Sederhanakan sistem dengan melikwidai BP Migas menjadi BUMN Pertamina yang juga sebagai pelaku bisnis. BPH Migas sebaiknya disatukan juga ke dalam Dirjen Migas sehingga regulator cukup satu agar tidak mengakibatkan koordinasi yang kompleks. Serahkan juga blok migas ke BUMN, baik dengan Pertamina mengelola sendiri atau dengan menggandeng investor (lama atau baru). Karena sangat jelas Minyak dan Gas Bumi merupakan salah satu aset nasional terbesar yang jika dimanfaatkan dengan maksimal dan efisien tidak ada lagi hambatan untuk Indonesia menjadi negara yang maju perekonomiannya.

Penutup

Negara sekarang lebih menafsirkan kata “menguasai” pada pasal 33 UUD 1945 adalah hanya sebagai “mengatur” tetapi tidak “memiliki”. Dr Kurtubi menganalogikan jika seseorang ingin membeli sate kambing, dia cukup membeli satenya saja tidak perlu membeli kambingnya. Itulah Indonesia. Ini adalah filosofi yang jelas salah dikarenakan kekayaan ini (migas) berada di wilayah Negara Indonesia dan sepatutnya dipergunakan untuk seutuh-utuhnya kemakmuran rakyat. Negara harus 100% MEMILIKI seluruh kekayaan alam yang ada, sehingga kedaulatan dapat tertegak di tanah Ibu Pertiwi ini.

Sudah selayaknya setelah Kontrak Habis, seluruh Asset kembali ke Negara, baik asset yang ada diperut bumi berupa sisa cadangan yang bisa diproduksikan saat ini maupun potensi sumber dayanya. Serta asset diatas permukaan yang berupa fasilitas/sarana produksi. Blok-blok migas habis masa kontrak mutlak seharusnya milik negara. Namun sekali lagi sekarang memang keputusan berada di tangan para penguasa yang duduk dipemerintahan sana. Bagaimana kekuatan political will bisa benar-benar digunakan sesuai amanah yang diberikan kepada mereka untuk mensejahterakan rakyat. Seharusnya jika Pertamina saja sudah menyatakan SIAP, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak bisa menurutinya dan memberikan blok-blok tersebut kepada Pertamina.

Merefleksikan “Hazard” dari Mata Kuliah Sistem Digital dalam Kehidupan

Sebagai mahasiswa program studi teknik Elektro Institut Teknologi Bandung, di semester ini saya mengambil mata kuliah system digital. Inti dari mata kuliah ini adalah mempelajari dasar fundamental dari teknologi yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia sekarang yaitu teknologi digital. Salah satu penggunaan sederhananya bisa dilihat di jam digital, lampu lalu lintas, papan skor olahraga dll.

Sebelum masuk ke poin utama, saya ingin menjelaskan sesingkat dan sesimple mungkin overview dari matak kuliah ini. Dalam sistem digital hanya diketahui 2 logika yaitu logika ‘1’ dan ‘0’. Simpelnya logika 1 itu adalah ketika rangkaian mendapat aliran listrik tinggi (5 volt misal) dan logika 0 ketika mendapat aliran listrik rendah dan/atau tidak mendapat listrik. Karena dalam rangkaian elektrik hanya bisa dideteksi 2 buah sinyal, yaitu ada aliran listrik dan tidak ada aliran listrik sama sekali makanya logika hanya ada dua, yaitu logika 1 dan 0.

Sederhananya gini deh; ada lampu terhubung dengan switch. Lampu tersebut akan menyala ketika dia mendapat logika 1 (ketika mendapat aliran listrik) dan padam ketika ber-logika 0 (yaitu ketika aliran listrik terputus.

“Hazard” dalam sisdig (singkatan dari system digital) adalah kondisi dimana terjadi perubahan sinyal yang tidak diharapkan, yang sesaat, akibat propagasi delay dalam rangkaian. Untuk penjelasan mungkin tidak perlu ya (karena cukup kompleks, haha). Tapi untuk contoh sederhananya kita lihat pada lampu sen motor deh yang berkedap kedip. Itu merupakan salah satu aplikasi system digital, yaitu lampu motor tersebut akan mendapatkan secara bergantian logika 1 dan logika 0. Nah hazard bisa terjadi sesaat dari 1 ke 0 padahal tidak kita harapkan.

Logika 1 dan Logika 0 bergantian

Perubahan tiba-tiba dari logika 1 ke logika 0

Sekarang saya menggambarkan rangkaian tersebut adalah adalah diri kita. Kita mendapat logika 1 adalah ketika kita dalam kondisi prima, optimis dan sedang dalam posisi keberhasilan. Sedangkan logika 0 adalah ketika kita mengalami kegagalan, kesedihan yaitu ketika kondisi kita sedang di bawah. Tentunya layaknya waveform di atas, diagram hidup kita pastinya secara konstan naik turun terus seperti kurva sinus, itu sesuatu yang tidak dapat kita pungkiri. Namun terdapat juga hazard dalam kehidupan kita ini yaitu ketika kita mengharapkan logika satu, tapi yang terjadi adalah kita mendapat kogika 0.

Tentunya dalam system digital ada solusi untuk mengatasinya, yaitu dengan menambah gerbang logika (intinya komponen tambahan) dan pastinya akan memerlukan cost yang lebih. Pemikiran pelitnya, berarti kita harus menambah biaya lagi untuk membeli komponen tambahan. Sama seperti kehidupan kita. Dalam mengatasi hal-hal yang diluar dugaan dan yang tidak diharapkan (hazard ), missal ketika kita gagal, belum mencapai tujuan awal ketika kita melakukan sesuatu, dll; tentunya yang harus kita lakukan bukannya menyesali dan tenggelam dalam kekecewaan. Justru kita harus menambah komponen perjuangan kita agar tidak terjadi lagi hazard di kedepannya.

Tentunya ketika kita meningkatkan usaha yang lebih, tenaga dan pikiran yang baru lagi akan menghasilkan cost dan harga yang tidak seperti biasanya juga. Kita harus bangkit dan rela mengorbankan waktu kita, keluar dari zona nyaman kita dan mengeluarkan cucuran keringat yang lebih dari yang biasa kita keluarkan. Alhasil kita bisa mengatasi hazard tersebut yaitu kembali mencapai logika 1.

Dalam kehidupan, banyak sekali suka duka yang kita rasakan. Kegagalan – keberhasilan, saling bergantian menyapa diri kita. Kita sudah belajar dengan giat, ternyata IP pas-pas-an. Kita berusaha keras dalam suatu lomba, ternyata tidak lolos. Kita sudah seteliti mungkin menyusun rencana ternyata hasil akhir berantakan. Namun justru itulah ujian “hazard” bagi kita. Kita harus menambah komponen ikhtiar kita juga komponen doa kita terhadap yang Maha Mengabulkan permintaan. Karena disitulah esensi dari mengapa kita masih berdiri di kehidupan yang penuh duri saat ini.

A Fad Thought in the Exam Weeks

Let me write something which is related with the exam (since these weeks are the weeks of exam, Oh Wt..!). Well *exhaling*, it is just a fad hypothesis actually. I just want to link the Exam and the function in calculus method. Now, imagine the Cartesian coordinate system in your mind.

Cartesian Coordinate System

Hypothetically, the ‘sleep duration’ and ‘the study days’ for the people (especially students) who will face the exam, will have two kinds of math function in Cartesian coordinate. Let’s say the study days are the abscissa, the sleep duration is the ordinate and the variable ‘x=H’ is the day they will face the exam.

First f(x):

Someone who really prepares from the inception of his study in college or school, must have the constant linear with the gradient is equal to zero. That’s

f(x)= C

Which C refers the duration of his sleep. 5 hours for instance.

Second f(x)

The 2nd function is contrastive with the first one. Someone who uses “one night racing system” (kebut semalam :p).. will have the function

f(x)= (H/x),    H≠0

Let’s assume x=0 is the day that very far from the exam day. So for limit x approaching to zero, his sleep duration is ∞ (means He feels in comfort zone, and thinks that exam is still too long). Yet, in the nights before examination (x → H) the ordinate of his sleep duration will be 1 hour. Means he is possible to not to sleep at that time.

To more ensure that this 2nd function is correct, for x > H the sleep duration will approach to zero means he will refresh his mind (party or gaming or do something fun) till the morning since the exam is over. Am I right ? Lol.