2017 Journey: Part I

Learning in life is as indispensable as breathing in running. As my wordpress title, I realized Life is truly series of learning. Dan Islam mengokohkan itu dalam Hadits Rosulullah SAW, yaitu bagi siapapun yang menuntut ilmu, akan dipermudah jalannya oleh Allah menuju surga. Pergantian tahun menjadi salah satu titik refleksi dalam koordinat kartesius hidup, untuk melihat sejauh apa kita belajar dan berkembang dari tahun sebelumnya. Apakah kurva perjalanan kita linear sesuai dengan garis asymptot ideal yang dituju, atau justru berbelok tanda ada yang harus dievaluasi. Salah satu metode refleksi yang biasa saya gunakan, adalah dengan menuliskan milestone perjanalan dalam satu tahun belakang dalam bentuk tulisan.

I really want to make it routine in annual basis to be honest, but to make such commitment is not that easy, yet at least writing in some years is much better than writing nothing at all. Kebetulan sedang ada mood nulis, and here it is, my 2017 Journey. Sebenarnya ada sebagian cerita di tahun 2016 sebagai pembukaan, but mostly core nya di 2017. Saya coba iseng nulis targetnya tidak terlalu Panjang, but once I have mood to write its hard to stop, alhasil sekarang jadi berhalaman-halaman lol. Hence, I will try to parse this story into some parts in order not to make this boring for the readers (if any) and skip some important parts.

Lol, so long opening. So let’s just begin to surf in my 2017 Journey.

hand-playing-with-toy-plane_1252-549

A DYNAMIC YEAR

Tahun 2017 merupakan tahun yang sangat dinamis, terutama dalam historis per-karir-an saya. Total 3 perusahaan saya pindah hanya dalam jangka waktu 1 tahun, yang secara per-HR-an itu sangat buruk dan menurunkan kredibilitas. Namun secara per-Milenial-an, itu dianggap sesuatu yang lumrah, toh teman-teman saya juga banyak melakukan hal yang sama.

Teringat dulu ketika matahari pagi pertama terbit dari Horizon, menandakan pergantian tahun, 1 Januari 2017. Saya masih bekerja sebagai Bisnis Analis Konsultan di NTT Data Indonesia. Jika tidak salah, saat itu saya baru menyelesaikan satu proyek Bersama dengan tim Everis, Spanyol dan Meksiko, dan menyisakan beberapa laporan yang harus dibuat di awal tahun. Proyek officially berakhir di Desember 2017, dan di Januari 2017 selayaknya perusahaan konsultan, terjadi masa transisi, saya harus menyelesaikan laporan-laporan akhir proyek, sembari transisi untuk ditransfer ke proyek lain.

Jujur saat itu, bekerja di NTT Data sungguh sangat berada di zona nyaman saya. Mulai dari gaji yang lebih dari cukup plus bonus ketika lembur. Tempat kosan saya di setiabudi, yang ke kantor hanya berjalan kaki sekitar 20 menit ke Wisma 46 BNI di Sudirman, which is tidak harus merasakan “neraka”-nya kemacetan Jakarta. Tempat makan dekat dan murah untuk ukuran Jakarta. Masjid dekat kosan tinggal jalan dan masjid di dekat kantor juga besar dan tinggal menyeberang, yang terkadang saya sempat tidur siang disana bada dzuhur. Lingkungan kerja juga sangat kondusif, and I made many friends there. Mulai dari yang seumuran sesama milenial, senior, hingga bapak Ibu yang sudah punya anak seumuran saya.

Dunia entertainment, aka hiburan dikala stress di kantor juga tidak terlalu jauh, mall Grand Indonesia tinggal jalan kaki dari kantor yang biasanya saya dengan teman hedon paska gajian ke café atau restoran mevvah, ala jomblo yang belum banyak memiliki tanggungan dan tuntutan tabungan. Atau biasanya ketika ada diskon-diskon musiman, kami bergegas mengagendakan untuk pulang lebih cepat agar tidak terlewat barang-barang bagus yang sekali lagi- diskonan. Nonton bioskop juga hampir setiap minggu tinggal jalan sekitar 5 menit dari kosan ke setiabudi one, yang dulu harganya masih sangat murah Cuma Rp 25,000. Ditambah lagi, ada fasilitas kolam renang, jaccuzi dan spa di tempat apartemen teman, jadi biasanya kami mengagendakan setiap kamis untuk renang disana sepulangnya dari kantor. Semuanya begitu indah dan nyaman, apalagi dengan carreer path yang jelas, terukur, dan poin-poin yang harus dicapai jelas sangat memungkinkan saya menghabiskan karir seumur hidup disana, apalagi ketika sudah berkeluarga, dengan work-life balance yang sangat seimbang disini sangat memungkinkan untuk hidup tenang, bahagia dan Sentosa, forever after.

BUT I have my own dream. Saya sempat menuliskannya di Dream Plan saya, salah satunya I want to build my own company.

Dan disaat yang bersamaan era startup teknologi mulai masuk di titik awal asimptot pendakian linear kurva e pangkat x, yang pertumbuhannya sangat eksponensial. Beberapa teman bahkan langsung menjadikan startup sebagai batu pijakan karir pertamanya. Ketika di pertengahan tahun 2016 pun saya tidak jarang browsing dan research tentang beberapa startup di internet, dan mulai muncul godaan-godaan awal untuk resign dan mencoba belajar dari perusahaan kecil menengah bernama startup.

SOME PROJECTS I WAS INVOLVED

Rencana untuk pindah perusahaan sebenarnya masih kecil, tapi sudah ada sejak pertengahan 2016. Karena saat itu saya masih terlibat di proyek seru, Hospital Market Research, sehingga rasa tersebut tidak lebih hanya sebatas pemantik kecil tanpa followup yang serius. Baru di akhir tahun 2016, setelah saya mendapat kabar paska proyek terakhir saya akan kembali di relokasikan ke proyek sebelumnya, rasa tersebut kembali membuncah dan bergebu-gebu.

For short info, saya ingin coba sharing disini juga, some big projecst I was involved in when I worked in NTT Data. And FYI di bulan-bulan awal saya sempat di rotasi ke beberapa business branches, mulai dari microfinance, HRMS, POS payment division, dll. Alhamdulillah, dari rotasi tersebut saya bisa belajar banyak secara helicopter view business model yang digunakan hingga technical surface dari masing-masing projects. Hingga akhirnya di pertengahan ke akhir bulan I ended up taking many big projects from Healthcare division. Salah satunya saya sempat terlibat di proyek Smart Cabinet Development, yang cukup menarik yaitu menggunakan Internet of Things (IoT) untuk rumah sakit, which is salah satu background mengapa saya di approach ke NTT Data adalah karena akan adanya proyek ini.

Di proyek smart cabinet ini saya terlibat end to end, mulai dari project initiation, veteran review boards (VRB), sedikit dilbatkan di financial planning, kemudian in charge utama di fully research and product development both its hardware and software. If I’m not mistaken, I worked in this project di sekitar bulan Juni – September 2016, which the responsibilities include but not limited to clients engagements, business requirements, system design, business process design, product development hingga implementation and operation di Pilot Project salah satu top referral Rumah Sakit di Jakarta. Serunya disini, saya bekerja sebagai business analyst, sehingga mentransformasikan business needs ke dalam bentuk technical solution. Dan karena IoT, disini sistem yang digunakan dan dibuat oleh teman-teman engineer menggunakan Raspberry Pi 3 sebagai core embedded system di Smart Cabinet nya, which is nostalgia, balikan lagi dengan mantan-mantan lama saat di Elektro ITB lol, meskipun sekarang I was not in charge details code that loving machine haha; dan juga web-based system for backend and frontend solution untuk company client dan juga rumah sakit.

This first phase of the project bisa dikatakan sukses dan saya belajar banyak hal dari sana. Setelah September karena operation team yang jalan, dan NTT Data on progress negotiation dengan client terkait project contract for expansion dsb, saya dialokasikan di proyek lain, yaitu market research di sekitar bulan Oktober – Desember 2016.

Untuk proyek market research ini juga cukup menarik. Jadi salah satu anak perusahaan NTT Data di Spanyol, ingin mencoba masuk ke market di Indonesia untuk Hospital Information System (HIS) software. Dan sebelum masuk tentunya harus dilakukan market research terlebih dahulu, untuk mengetahui iklim pasar di Indonesia, seberapa tinggi entry barrier nya, seberapa cost yang diperlukan untuk masuk, bagaimana flow di Rumah Sakit, apakah banyak custom atau tidak, bagaiamana regulasi dan tipe rumah sakit di Indonesia, dengan tujuan investment yang mungkin mencapai Triliunan dapat mendapatkan Return yang positif dan bisa mengambil pie market yang besar dari total market yang ada di Indonesia. I could say I helped Multinational Company Capitalist to grab domestic market in Indonesia, but well it was business as usual and I aimed to just professionally learn out of it. Dan saya juga baru tahu alokasi budget untuk konsultan pre-market entry research itu sangat besar, mereka berani menggolontorkan uang yang cukup gede, karena memang cukup krusial, lebih baik costly di awal, daripada membuat bad investment dan bakal loss besar di akhir.

Jadi disimplifikasi, market research ini secara garis besar terbagi atas ada dua hal, pertama data gathering di lapangan (which is rumah sakit yang kita sudah kerja sama) dan kedua research and creating report di office Wisma BNI 46, HQ dari NTT Data Indonesia. Jadi di akhir tahun 2016 saya banyak bolak-balik rumah sakit Jakarta untuk data gathering, dan menariknya saya belajar banyak terkait business flow di rumah sakit, interview dengan key persons, ketemu dengan banyak dokter (dokter tua tapi, sayangnya bukan dokter muda haha), research terkait teknologi yang digunakan di rumah sakit, dll. Well in general, Hospital is one type of Healthcare business, which is to make money, isn’t it? Saya saat itu bekerja sama dengan senior konsultan namanya Pak Faried, alumni UI, sudah punya anak. Dan kami berdua ditandemkan dengan konsultan asal Spanyol dan Meksiko, namanya Dierk dan Cyntia. Mereka bertiga meskipun umurnya jauh di atas saya, tapi sangat friendly, and we often spent times together exploring Jakarta, outside of work.

Setelah selesai core project di Desember 2016, saya masuk tahap idle, yaitu menyelesaikan seluruh sisa report proyek market research, dan tahap transisi ke proyek selanjutnya. Sebenarnya di Desember 2016, saya sudah mendapat kabar-kabar bahwa saya akan direlokasikan kembali ke proyek Smart Cabinet, untuk expansion tidak hanya di Jakarta, tapi ke berbagai kota di Indonesia, bahkan berbagai pulau di Indonesia. Saat ini sebenernya cukup dilemma, di satu sisi saya bisa belajar banyak hal lagi terkait operational expansion, di sisi lain, saya dengan tipe ENTP ada rasa bosan kembali ke proyek yang sama. Sehingga benih-benih untuk resign dan pindah ke startup yang sempat tersemai, mulai kembali tumbuh dan cukup membesar.

PLANNING FOR LEAP OF FAITH TO JUMP TO STARTUP SHIP

Timing transisi dan akhir tahun ini adalah timing yang cukup tepat jika saya ingin resign dan pindah pekerjaan, karena saya belum officially di assign di satu proyek sehingga akan lebih mudah jika ingin mengajukan resign ke perusahaan. CV kerja mulai saya perbaharui kembali dan update dengan data-data terbaru, sebagai senjata tempur untuk masuk ke medan perang pencarian tempat kerja baru dan waktu itu salah satu parameternya, wajib perusahaan startup!

Sempat ada beberapa pilihan apakah saya sebaiknya pindah ke perusahaan startup yang sudah cukup besar, seperti Bukalapak, Tokopedia atau Traveloka. Atau saya pindah ke perusahaan startup yang masih early to medium stage yang tim nya masih kecil dan lean, namun belum banyak dikenal di khalayak umum.

Ada beberapa pertimbangan & parameter. Pertama yang paling penting adalah dari sisi Learning. Jika saya pindah ke startup yang sudah besar sejenis bukalapak/traveloka, ada kemungkinan startup tersebut sudah semi-korporat which is saya akan responsible terhadap satu hal spesifik dan report ke manager, akan sulit untuk eksplorasi variasi ilmu karena memang by nature kultur perusahaan yang sudah banyak karyawannya, limitasi untuk melakukan banyak hal menjadi sangat kecil. Jadi bisa dibilang, tidak akan jauh berbeda dengan learning yang saya dapat di NTT Data.

Sedangkan jika pindah ke startup kecil to medium. Karena timnya masih kecil dan lean, learning opportunity-nya akan sangat besar. Karena kesempatan untuk explorasi banyak hal sangat terbuka. Ditambah lagi saya juga akan belajar terkait how to build startup company yang tidak akan mungkin saya dapatkan ketika bekerja di startup besar. Kultur nya juga sangat dipastikan sangat agile dan fleksible, dengan kata lain tidak korporat aka tidak saklek. Sehingga bisa mengkomplemen pengalaman saya bekerja di NTT Data yang so korporat style.

Akhirnya ketok palu, saya putuskan untuk memprioritaskan pindah ke early to medium stage startup dibanding ke startup yang sudah besar

STARTUP PARAMETER

Resiko pindah ke startup kecil adalah You will learn a lot of things or you will learn nothing at all. Jadi cukup beresiko. Berdasarkan ilmu risk management, di kasus ini saya akan keluar dari zona nyaman jadi harus dilihat dari sisi cost opportunity yang bakal hilang, apakah worth atau tidak saya pindah haluan. How to parameterize it? First and foremost parameter utama yang akan saya gunakan adalah pertama THE FOUNDERS.

Jika pindah ke startup kecil, akan cukup percuma jika saya pindah ke startup yang foundernya bisa dibilang mediocre, atau tidak exceptional. Jadi saya prefer pindah ke startup kecil tapi dengan Founders yang saya bisa banyak serap ilmu nya, apalagi bisa langsung direct report ke Foundersnya langsung dan dilibatin dalam decision making di startup tersebut.

Yang kedua SALARY. I don’t expect much dari sisi salary sebenernya. Tapi at least kalo bisa tidak turun atau bahkan naik why not. Dikarenakan belum bubble, banyak startup-startup yang ready to burn money to hire talent. Jadi related to salary, parameter yang berhubungan adalah its INVESTMENTMONEY dan BACKED INVESTORS. Beda kan ketika kita join di startup yang masih bootsrap atau yang sudah Seed Investment million dollars apalagi yang sudah raising series A. Dari kemampuan untuk menggaji talent juga berbeda ketika startup ini sudah mendapatkan investment jutaan dollar dari investors. Jadi saya coba juga research-research who backed-investors yang mengbackup startup tersebut.

Yang ketiga BUSINESS TYPE AND ROLE. Saya mencoba mencari startup yang memungkinkan saya belajar sesuatu yang baru dan ada kemungkinan untuk booming in the future. Baik dari sisi jenis bisnisnya maupun bisnis modelnya. Selain business as a whole nya, saya juga coba mempertimbangkan role saya di startup tersebut, apakah memungkinkan untuk berada di melting point untuk strategic decision dan mempelajari core nucleus dari startup tersebut, atau hanya sekedar routine activities yang monoton dan circle exploration nya rendah. After do some research, akhirnya saya memutuskan I prefer startup yang related dengan ecommerce, karena startup ini yang sedang booming dan saya yakin one of the future of industry is digital industry and the power of big data. Sedangkan untuk rolenya saya prefer yang related dengan business analysis ataupun product developement, which is center circle between business and technology.

BEBERAPA APLIKASI DAN TAWARAN

Layaknya algoritma job seeker yang biasa saya gunakan, brute-force, saya menyiapkan CV dan mengirimkan ke sebanyak mungkin open vacancy yang ada, still brute-force nya yang sekarang beda dengan pas saat saya baru lulus aka freshgraduate, sekarang dipakai juga algoritma filter. So before applying to certain startup companies, I still did the due diligence berdasarkan parameter-paramater di atas. Jika tidak salah ada sekitar 4 startup yang saya sempet daftar saat itu. Ada startup yang sudah besar, tapi memang kebanyakan saya daftarnya di startup yang cukup early to medium stage. Saya prefer ga menyebutin nama startup yang saya apply hehe, kalo mau tau detail boleh ngobrol langsung saja.

Ada beberapa respond panggilan interview waktu itu, dan tipikal startup biasanya langsung ketemu petingginya bahkan saya sempet ketemu sekelas VP dan bahkan CEO or CTO dari startupnya langsung. But emang belum jodoh, ada beberapa memang saya kurang cocok, dalam sisi role, business model startupnya (learning kedepannya kemungkinan kurang) dan salary hehe. Bahkan sampai di satu sisi, saya memutuskan lebih baik untuk stay setahun lagi di NTT Data. Toh proyek yang saya akan kerjakan juga sebenernya menarik, karena at least saya akan belajar dari sisi operational expansion.

Sampai satu hari random di bulan Januari, ada satu anak baru yang baru join di NTT Data, dia sebelumnya kerja di Halodoc, nawarin ke saya, katanya startup di tempat temennya kerja lagi nyari product management role. Nama startupnya FinAccel. I really had no idea and that was the first time I heard that name. Dan setelah exploring internet ternyata startup ini bergerak di bidang fintech. Dan sebenernya saya juga saat itu masih awam di dunia perfintechan, tapi dari hasil research, ada kemungkinan bisnis fintech ini akan memegang ranah penting di dunia per startup an or technology company in the future. Then I directly submit my CV there, and if I’m not mistaken, selang satu hari setelah submit, saya langsung diminta ketemu one on one interview dengan CEOnya, Akshay Garg

FINTECH WORLD

Siang teriknya Matahari Jakarta menjadi saksi perjalanan saya ke kantor FinAccel di Rukan permata senayan. Saat itu karena di NTT Data sedang fase idle -tidak terlalu banyak kerjaan- jadi memungkinkan saya bisa izin pas makan siang. As soon as after finishing lunch, saya langsung segera pesen Gojek dan berangkatlah saya ke Rukan Senayan tanpa membawa apapun, karena Akshay CEO nya juga hanya meminta ketemu saja in person.

Sampai di depan rukonya saya langsung menekan tombol bel. Kala itu bener-bener seperti ruko biasa, sama sekali tidak ada ciri kantor startupnya sama sekali, seperti di youtube yang banyak cat, mural, meja pingpong, gaming room dll. Tidak beberapa lama saya menunggu di lobinya, yang hanya ada satu buah sofa, datanglah sesosok orang berkontur wajah India, berkepala botak, sudah cukup berumur, berkemeja dan langsung menyalamin saya.

“You are Afif? Lets go talk outside in the café, our meeting rooms are full for today”

Bahasa Inggrisnya beraksen normal, yah setidaknya I know Indian Aksen from Big Bang theory Rajesh, dan Akshay gaya bicaranya tidak seperti Raj di Big Bang Theory, which was almost like states accent. Dan ternyata benar, setelah kenal lama, Akshay memang lahir di India, tapi dia besar di US, bahkan dia mengakui aksen Bahasa India dia aneh.

Duduklah kami berdua di café, one on one and face to face. Kami berdua memesan minum dan hampir tidak seperti interview kerja pada umumnya, melainkan lebih seperti ngobrol biasa. Dia bertanya tentang my background, dimana saya kuliah, experience selama di kampus dll. Kemudia dia meminta saya cerita kerjaan saya selama setahun kebelakang di NTT Data. Waktu itu cukup beruntung, NTT Data di Amerika, sekitar bulan November 2016, baru mengakuisisi salah satu part of services DELL, dan dimedia diberitakan cukup besar, sehingga image perusahaan sedang baik-baiknya, dan dia sangat impress dengan perusahaan tersebut. Saya normal menceritakan apa adanya, semua proyek yang pernah saya kerjakan, key learning points, dan betapa passion saya bekerja di bidang teknologi. Dia semakin impress dan secara langsung menawarkan saya untuk bergabung ke FinAccel, immediately and as soon as possible. Lol.

Saya agak shock aja, dan jujur saya bilang I have such no idea at all aka totally blind di bidang fintech. Bener-bener baru baca-baca dikit, dan memang tidak ada background finance sama sekali. But he makes sure, yang penting ada keinginan untuk belajar, that’s more than enough. Kemudian dia meyakinkan lagi, ala-ala Steve Jobs sedang merekrut John Sculley #lol, FinAccel akan mejadi fintech player terbesar di Asia, and our first move is we’re gonna disrupt financing industry in Indonesia.

Dia bilang juga FinAccel sekarang sangat Lean team, dia lebih prefer timnya kecil tapi diisi A+ team, dibanding gemuk tapi banyak yang mediocre. Dia juga menceritakan, baru beberapa hari yang lalu senior saya di IF ITB baru join setelah dia selesai master di Belanda. Engineer-engineernya juga para eks-traveloka, gojek, dll yang sudah super experience. Dia menceritakan juga FinAccel ini founded by 3 orang, yang semuanya memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing.

Dia cerita sedikit tentang dia, sempat bekerja di Deloite sebelum membuat his own company name Comly Media, dan berhasil exit dengan diakuisisi Axiata Malaysia. Umang Rustagi, as COO FinAccel, dia eks-McKinsey yang memang spesialis di financial industry. Alie Tan, the CTO, belasan tahun experience dan sempet founded company juga waktu itu dengan teknologi Black Berry. Dan FinAccel sekarang punya CDO juga, atau Chief Data Officer, dari Swiss, bernama Andreas Granstorm, Chalmer University eks-data scientist di Skyscanner. WOW!

That’s my first thought after hearing his team. Really an A+ team. Kemudian dia juga menjelaskan role saat ini yang sedang dia butuhkan di product management role, which is so match with my goal. Bahkan dia menelpon CTO nya langsung, Alie, diminta datang ke café to join us. Beberapa menit kemudian, Alie turun dan duduklah bertiga kami di café tersebut, I was in the middle of two amazing C-level of the company. Alie menjelaskan sedikit culture di tim teknologinya, dan dia membutuhkan product manager yang bisa melihat dari sisi bisnis dan teknologi. Dia menjelaskan how his tech team currently works, dan gambaran pekerjaan saya kedepannya. I don’t talk that much actually, dan saya sebenernya belum bilang Iya, tapi mereka sungguh serius rekruting seakan-akan besok saya sudah harus join.

Terakhir Akshay bertanya proposed salary, dan saya menyebutkan random X% lebih tinggi dari current salary, random banget itu karena saya juga ga mempersiapkan langsung membahas salary, dan angka yang saya sebutkan cukup threshold atas untuk saya yang baru pengalaman setahun, dan gamblang dia langsung merespon. Yeah, I think that’s still okay, we’ll talk more detail later! And also I can give you stock option as well. Dan ditutup dengan

“So when you can join??”

FINTECH AND THE FUTURE

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya benar-benar cukup blind dari sisi financial industry. My background is engineering, dan selama bekerja di NTT Data, saya sempet terlibat di minor project perbankan & microfinance, tapi tidak masuk terlalu deeper mempelajari bisnis modelnya. Alhasil, sepulangnya dari interview dengan Akshay, saya langsung semalaman fully research terhadap financial industry, khususnya di financial technology atau fintech.

Fintech di awal tahun 2017 mulai booming-boomingnya, terutama dari sisi payment, Peer to Peer lending, investment, dll. Terutama gojek yang mulai masuk dengan Go Pay nya, begitu juga Grab dengan Grab pay, atau pemain yang sudah cukup lama seperti Doku. Kemudian ada juga yang bergerak dari sisi P2P seperti Investree, Modalku, Pinjam, dsb. Bahkan startup-startup ecommerce besar mulai mengembangkan fintech nya sendiri seperti Tokopedia dengan Tokocash nya, Bukalapak dengan Bukadompet dan Bukareksa, begitu juga Traveloka yang mulai masuk ke ranah credit financing untuk pembayaran tiket pesawat.

Setelah semalaman dan beberapa hari research, saya menyimpulkan, Financial Technology atau Fintech akan memegang peranan penting dalam perkembangan teknologi di masa depan. Every payment would shift to digital, and the world will aware with cashless society. Sistem keuangan konvensional akan sedikit demi sedikit ditinggalkan. Dengan tingkat akses ke internet dan smartphone yang sangat massive pertumbuhannya, pembayaran sekarang bisa dengan hanya mengklik beberap tombol dalam genggaman tangan.

Fintech will significantly shape the future

Bahkan bisa dibilang fintech akan menjadi foundation untuk bisnis apapun. Sistem pembayaran merupakan tonggak utama penyokong bisnis, untuk bisnis model apapun. Ecommerce, real sector, manufacture, B2B business, bahkan bisnis konvesional seperti Kuliner, Fashion, dll harus memiliki sistem pembayaran yang kokoh untuk mencapai tahap sustainability dan scalability yang massive. Financial literacy juga harus dimiliki untuk setiap entrepreneur, bahkan bisa dibilang setiap individu terutama dalam negara berkembang agar bisa tumbuh secara exponensial. Financial inclusion harus segera disebarluaskan. Akses to capital juga harus bisa menyebar tidak hanya untuk segelintir orang di kalangan atas which is the nature of capitalism.

Finally after such a long research and browsing, I decided it’s gonna be worth so much to join fintech startup and learn about financial industry, especially as self-investment to support my long term goal to build company in the future. Bismillah.

KONTROVERSIAL DAN RANAH ABU-ABU

Secara opportunity, industrial learning, even salary, FinAccel benar-benar sesuai dengan parameter tempat saya target pindah dan merupakan tempat yang sangat tepat untuk mempelajari financial industry. Dimulai dari Foundersnya yang highly experience, backed investors yang firm dan stage startup yang masih early sehingga range of exploration masih sangat luas.

BUT -always there’s a but in such big opportunity- Fintech is actually a grey area, dan FinAccel secara bisnis model cukup kontroversial dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. FinAccel is multiproduct startup, dan product pertama dan utama nya bernama Kredivo, atau digital credit card. Sederhananya, Kredivo ini adalah sistem pembayaran sama persis dengan kartu kredit namun spesialisasi digunakan untuk pembayaran di ecommerce. I could say dengan saya bekerja di FinAccel sama dengan saya bekerja di bank.

Intermezzo, saya salah satu orang yang memegang prinsip bahwa orang-orang Islam yang sholeh dan paham muamalah harus terjun di dunia perbankan, karena itu yang mengendalikan sistem ekonomi di dunia. Bahkan sebisa mungkin beberapa orang Islam harus bermain di Worldbank, wallstreet, central bank dll dengan tujuan untuk sedikit demi sedikit mempelajari sistemnya dan jika memungkinkan mengubahnya. Makanya saya sangat menyayangkan jika justru orang-orang islam sendiri yang mendiskreditkan orang-orang yang berjuang menegakkan perbankan Syariah. Orang-orang yang dengan gampang nya mencemooh “sistem syariah hanyalah kedok”, padahal mereka tidak tahu betapa sulitnya memperjuangkan sistem islam ini ditengah derasnya sistem kapitalisme yang pernuh riba dan menjadi sistem ekonomi dunia saat ini. Ekonomi juga harus diperjuangkan dan my opnion itu salah satu jihad di era sekarang. Allahualam

Back to FinAccel, bedanya FinAccel dengan bank adalah disini digunakan sistem credit scoring yang innovational dengan memanfaatkan teknologi digital, big data dan machine learning algorithm. Simplifkasi, jika ada seseorang yang HPnya merupakan Samsung Galaxy S8, dari GPS terdeteksi dia sedang berada di Pacific Place, kemudian didalam HPnya terinstall berbagai macam aplikasi ecommerce, secara sederhana dapat kita katakan orang tersebut credit worthy, tanpa harus survey rumahnya, kantornya, interview dll. That’s how machine learning credit scoring algorithm works.

That’s the simple concept, tapi jika In detail conceptnya kita akan menggunakan million data of users to do credit scoring. Personal data, digital data, ecommerce transaction history, banking history, SMS, email, and billions binaries data that users have as digital footprints. Itu mengapa FinAccel menjadi salah satu startup di Indonesia yang memiliki storage terbesar di Amazon Web Service, padahal ukuran perusahaannya masih sangat kecil. Ditambah lagi FinAcceli ini memang spesialisasi untuk pembayaran ecommerce, sehingga secara tidak langsung saya juga bisa mempelajari ecommerce industry.

Jika disimpulkan learning opportunity dengan saya join di FinAccel, secara business view saya dapat mempelajari including but not limited to: Financial Industry, sistem perbankan, credit scoring, ecommerce industry dan juga financial payment system. Dan secara technical view saya dapat mempelajari: big data, data infrastructure, data query, machine learning application dan product development. Such a big fish to catch.

KONSULTASI DENGAN USTADZ

Secara hati, saya sebenernya sangat tidak ingin masuk ke ranah abu-abu tersebut. Bahkan di satu sisi ingin rasanya diri ini hanya menjadi karyawan di perusahaan biasa, mendapat gaji halal, hidup bahagia dengan keluarga dan bisa beribadah dengan leluasa. Namun di sisi yang lain ingin juga mencoba mencari ranah kontribusi terhadap islam terutama di ranah strategis yang mencakup hidup orang banyak.

Karena, bagi sebagian orang, termasuk saya, mungkin cukup mudah untuk menghindari riba. Misal jika asuransi bahkan BPJS di claim riba. Well okay, saya ada penghasilan tetap setiap bulan dan ada tabungan, jadi tidak begitu memerlukan asuransi. Tapi bagaimana dengan orang-orang kebanyakan disana yang penghasilannya jauh di bawah UMR. Mereka punya anak dan sakit membutuhkan biaya besar. Bagaimana solusinya untuk mereka? Ranah-ranah strategis ini bagi individu yang beruntung, punya orang tua berkecukupan, penghasilan stabil, tidak ada masalah menghindari demi tidak terkena riba. Tapi apakah banyak orang seberuntung itu?

Atau yang lebih general, kita tidak ingin memiliki kartu kredit karena sama saja dengan sepakat dengan ribanya. Disisi lain, karena sistem pembayaran global dikuasai oleh VISA, mastercard dan sejenisnya, kemudian kita membutuhkan kartu kredit untuk pembayaran internasional, dan karena enggan memiliki kartu kredit, kita meminjam dengan teman, yang mungkin sesama muslim, untuk memakai kartu kredit. What do you think? Itu subjectively, my humble opinion, seakan-akan kita menggunakan teman tersebut, saudara sendiri sesama muslim, hanya sebagai media, terserah toh dia yang menyetujui agreement dengan kartu kredit, dan dia yang punya, saya hanya memakai, yang penting saya terhindar dari riba. That’s not cool right? Allahualam. Ilmu agama saya juga masih rendah. Tolong diambil yang baiknya saja.

Back to topic, akhirnya berkonsultasilah saya dengan beberapa teman dan meminta pendapat mereka terkait tawaran dan kesempatan untuk bekerja di FinAccel. Mayoritas mereka semuanya kontra dengan saya pindah ke sana. Tapi ada beberapa minoritas teman yang justru mendukung. Waktu itu saya ingat, saya sempat meng-email sebanyak mungkin ustad yang alamat email/kontaknya ada di internet. Tapi nihil tidak ada satupun balasan dan jawaban. Kemudian sempat juga menghubungi Muzammil, waktu itu karena dia adik kelas, jadi dibalas japrian saya untuk minta nomor Ustad Hanan Ataqi. Setelah dapat nomor Ustad Hanan, dan mengirim pertanyaan dan butuh saran beliau, tapi hanya terkirim saja, tidak di read. Karena waktu itu Ustad Hanan juga sedang menunaikan Umrah jika tidak salah, sehingga mungkin tidak memiliki waktu untuk membalas pesan saya. Hampir putus asa, dan karena banyak yang kontra, akhirnya memutuskan untuk melepas kesempatan tersebut dan tetap stay di NTT Data.

Namun, setitik cahaya datang dari salah satu teman saya yang menanyakan masalah ini ke Ustad Setiawan Budi Utomo, Dewan Penasihat OJK, yang kebetulan dia ada koneksi disana. Berikut profile nya saya copy dari dakwatuna.com

Dr. Setiawan Budi Utomo adalah Alumnus terbaik Fakultas Syariah Madinah Islamic University, Arab Saudi. Saat ini aktif sebagai Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Ketua Tim Akuntansi Zakat, anggota Komite Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Anggota Tim Koordinasi Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dalam Valas, Anggota Tetap Tim Ahli Syariah Emisi Sukuk (Obligasi Syariah), Dewan Pakar Ikatan Ahli Ekonomi Syariah (IAEI), Dewan Pakar Shariah Economic and Banking Institute (SEBI), Anggota Tim Kajian Tafsir Tematik Lajnah Pentashih Al-Quran Depag, Dosen Pasca Sarjana dan Pengasuh Tetap Fikih Aktual Jaringan Trijaya FM, Pegiat Ekonomi Syariah dan Referensi Fikih Kontemporer Indonesia. Penulis juga merupakan salah satu peneliti di Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI).

Jadi at least saya sudah berusaha untuk menghubungi banyak ustad. Karena setidaknya jika nanti di akhirat ditanyakan pertanggung jawaban, saya memiliki backup pendapat dari ustad, bukan hanya keputusan pribadi.

Jawaban Ustadz SBU ini cukup mengejutkan. Saya lupa membackup chat secara harafiah nya, tapi kurang lebih seperti ini. Semoga sesuai dengan apa yang di chat dulu:

“Ambil saja kesempatan itu. Belajar yang banyak dari sana, terlepas apakah Ilmu tersebut dapat diimplementasikan atau tidak kedepannya. Tapi niatkan saja untuk belajar. Jangankan bekerja di startup, bekerja di bank konvensional saja dibolehkan. TAPI tidak untuk berniat menjadikan itu profesi karir dan sumber utama penghasilan jangka panjang. Berikan batas waktu bekerja disana dan pelajari banyak hal dari sana. Apalagi startup, yang dana utama-nya masih full dari Investor, belum dari keuntungan bisnisnya, termasuk untuk gaji karyawan. Jadi dibolehkan dan ambil saja.”  

Entah mengapa dengan chat tersebut, langsung memutarbalikan keraguan saya, dan membulatkan tekad untuk pindah. Istikharah tentunya terus saya lakukan sebelum mengambil keputusan dan setelah memutuskan, supaya bisa lebih dikuatkan dan diberikan jalan terbaik.

Yang saya tau juga dari teman, jika di Turki, jika ada sepuluh ulama, 9 mengatakan tidak boleh dan 1 boleh, maka orang-orang mengikuti dan menghargai yang 1. Berbeda dengan Indonesia, 9 ulama mengatakan boleh, 1 ulama mengatakan tidak, langsung seakan-akan, semua orang mencomooh yang tidak boleh.

Sebenarnya masih rada takut bagaimana jika saya meninggal ketika bekerja di sana? Kemudian apakah saya termasuk orang yang di dalam Al-Quran yang membantu dalam hal keburukan? Apakah saya juga menjadi salah satu pelaku Riba? Banyak kekhawatiran sebenarnya, tapi Bismillah, Allah pasti Mengetahui niat dan kondisi hambaNya. Selama yakin Allah masih Bersama saya, I more than believe to move forward.

Dan terbukti Alhamdulillah, Allah mempermudah jalannya, yaitu saya yang awalnya berniat stay maksimal di sana 1 tahun, dan dalam 6 bulan saya sudah mengajukan resign dan ada rezeki untuk ke startup lain, dengan kondisi lebih dari cukup pembelajaran yang saya dapat. Kemudian, saya juga niatkan untuk belajar dan menyerap sebanyak mungkin ilmu terkait industry keuangan dari perusahaan, jadi bukan untuk menolong dalam keburukan. Dan Alhamdulillah, ilmu tersebut ternyata bisa saya terapkan untuk membantu startup teman membuat Fintech berbasis Syariah di 2018. Detailnya akan saya jelaskan di chapter selanjutnya. Dan terkait kerjaan Alhamdulillah, saya lebih in charge di product development dan juga data analysis, jadi seharusnya tidak termasuk yang memberi, menerima ataupun mencatat transaksi. Dan gaji in syaa Allah masih full dari uang investor VC yang membacked FinAccel bukan dari keuntungan riba, karena burning money nya juga masih gila-gilaan. Terkesan pembenaran, tapi semoga Allah bisa menerima itu Aamiin. Karena saya benar-benar tidak ingin menukar dunia yang sementara ini dengan akhirat yang abadi.

Intinya hidup itu adalah pilihan dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya.

Saya tidak tahu apakah jalan yang saya ambil ini benar atau tidak. Namun selama yakin Allah akan Bersama hamba-hambaNya yang berjuang dan diniatkan untuk berkontribusi terhadap islam, in syaa Allah, saya akan tetap mencoba maju dan berjuang, dengan senantiasa selalu beristighfar dan meminta selalu bimbinganNya. Karena, sekali lagi, adalah fakta bahwa dunia ini hanyalah sementara, sehingga tiada guna jika kita memperjuangkan sesuatu yang fana dan sementara untuk sesuatu yang abadi dan jelas kekelannya. Allahualam.

LAST DAY

Sekitar Februari awal 2017, akhirnya saya resmi resign dari NTT Data, dan tanpa jeda sedikitpun, jika tidak salah, waktu itu last day saya hari jumat, kemudian first day di FinAccel hari senin, jadi benar-benar tidak ada waktu kosong di masa transisi perusahaan tersebut.

Flashback sedikit di hari terakhir saya, I bought many boxes of Pizza for all NTT Data employees. This company had built my business foundation, and I made many friends here. Even Minggu-minggu awal setelah resign, saya masih ikut main futsal Bersama mereka. My last days full of smile & prayers from all of my colleagues in NTT Data, mereka mendoakan semoga bisa sukses di karir saya selanjutnya. Aamiin, thanks guys. Bos besar saya, sebelum resign, mengajak one on one meeting in person, untuk menyayangkan keputusan saya. He prefered me to stay a bit longer, but I’d been firmed with my decision, dan akhirnya dia merestui kepergian saya and wish me the best for next journey. He said, He’ll be so opened to talk even after I leave company, and yes I’d be delight to. Lastly I emailed to all id@nttdata.com, to say thanks for every learnings I got and mistakes I made, I wish them the best, and I hope to still keep contact with my personal numbers. Dan selesai semuanya, I packed my stuffs, dan saya pulang ke kosan dengan happy ending. Alhamdulillah.[]

To be continued….

Conspectus of Annual Journey

pexels-photo-269923

Year 2010,

lets deem as zero state, titik awal pola pikir. Masih sangat dangkal, paska lulus SMA. Bahagia bisa diterima di STEI ITB. Belum ada plan. Belum ada goal. Just want to live happily ever after as a student.

Year 2011,

baru masuk jurusan, milih elektro karena himpunannya keren (petir ganesha), terus biar belajarnya juga ga monoton ngoding-ngoding aja kayak di IF, at least ada solder-solderan. Sama katanya gaji lulusan elektro tinggi. So dangkal. Tapi di tahun ini juga mulai ikut mentoring dan halaqah. Bertemu banyak temen sholeh, anak masjid. Di sisi lain juga bertemu dengan banyak temen gaul, anak himpunan dan anak kabinet. Alhamdulillah fondasinya dibangun di halaqah masjid, tapi pergaulan tetap liberal di kampus. Pola pikir terkait agama mulai shifting, yaitu wajib di bangun. Titik start saya mulai mendalami lebih dalam tentang islam, tidak hanya yang dasar dan fundamental saja, tapi juga cabang-cabangnya.

Year 2012,

puncak dari memegang amanah terbesar selama di Kampus, menjadi ketua Pemira ITB 2013, memimpin 200an orang panitia, dengan 6 orang hebat sebagai core kepala bidang dan sekjen di ring 1 di samping saya, untuk memimpin sekitar 15an divisi di ring 2. Membuat rekor 8953 voters dari ~12000 mahasiswa ITB, atau ~75% suara masuk. Tapi membuat rekor juga mendiskualifikasi kedua calon presiden karena kasus black campaign lol. Puncak pembelajaran politik selama di kampus. Benar-benar katanya ITB miniatur Indonesia. Banyak ranah abu-abu di politik, banyak kepentingan dan belajar untuk tetap bold dalam mengambil keputusan. Selalu istikharah, karena kita tidak tau apakah itu baik atau tidak di sisi Allah. Pola pikir politik mulai terbangun dan mulai sedikit mengerti peran penguasa (power) terhadap keberjalanan kampus 1 tahun kedepan. Pemikiran dan pola pikir masih idealis. Saya mahasiswa. Dan saya ingin berkontribusi untuk perubahan.

Di tahun ini juga pertama kali cap visa saya tertempel di passport, pertama kali menginjakan kaki di negara di luar Indonesia, yaitu Jepang. Saat ini pola pikir masih sangat dangkal, intinya ingin ke luar negeri dengan beasiswa. Selama 2 minggu Alhamdulillah saya mengikuti summer program, bertemu dengan mahasiswa Todai, venture capitalist (dulu saya belum tahu apa-apa terkait ini), company visit, hingga global forum dengan mahasiswa berbagai negara. Event ini sangat disayangkan, karena ilmu saya masih rendah, tapi sudah lebih dari cukup untuk membuka mata saya, bahwa seperti ini dunia di luar kampung halaman saya di Indonesia.

Year 2013,

Pembentukan pola pikir mulai masuk ke ranah realita, yaitu mencoba memasuki dunia kerja dengan kerja Praktek/internship. Di tahun ini saya berkesempatan untuk internship sebagai instrument engineer di salah satu perusahaan BUMN, PT Pusri Palembang, sekalian pulang kampung waktu itu. Kerjaannya sangat santai dan sederhana. Saya ditempatkan dengan teman sebagai maintenance engineer, jadi ke lapangan ketika ada trouble.

Tapi di luar ekspektasi, ketika di lapangan, cuma ngelilit lakban di kabel yang terbuka. Mencatat paramater instrumen dan valve. Naik ke atas pabrik yang penuh dengan bau amonia, kemudian memantau dan mencatat DCS yang semuanya sudah terautomasi. Kemudian memantau pekerja yang mengarungi pupuk. Disini pola pikir masih dangkal, dan tahap awal mengenal dunia kerja. Teringat salah satu mimpi saya dulu, ingin jadi engineer di perusahaan minyak, karena gaji bisa mencapai double digit untuk fresh graduate. Tapi untuk bekerja seperti ini? Should I?

Year 2014,

second time I step to country outside of Indonesia, yaitu saya sempat melakukan riset exchange di Bangkok, Thailand. Kemudian setelah selesai sempat backpack di ASEAN. Rutenya dulu dari Bangkok, Kamboja, Vietnam, Laos ke Bangkok lagi. Terus dari Bangkok terbang ke Malaysia, dan naik bus ke Singapore. Baru setelah itu pulang ke Indonesia. Melihat dunia di luar Indonesia, pola pikir semakin meluas. Komparasi realitas negara berkembang di ASEAN dan maju seperti di Singapore. Bertemu dengan senior dan teman-teman mahasiswa yang sekolah dan bekerja di sana.

Kemudian berselang bebrapa bulan dari sana, Alhamdulillah saya diumumkan mendapatkan full scholarship dari NIIED untuk mengikuti pertukaran pelajar selama 1 semester di Korea Selatan. Tinggal di Korea selama kurang lebih 5 bulan, semakin membuka pikiran saya. Korea ini beberapa tahun yang lalu masih seperti Indonesia saat ini. Tapi dengan pemimpin yang hebat, bisnis berjalan dan ekonomi maju dengan beberapa perusahaan seperti Samsung dan Hyundai masuk ke market global. Pola pikir optimis bahwa Indonesia kedepannya bisa seperti ini mulai terbangun, kemudian keinginan untuk someday sekolah lagi semakin firmed dengan melihat realitas di negara ini.

Year 2015, 

ITB graduation year. Tapi Alhamdulillah, sebelum lulus, saya diberi Allah kesempatan untuk menjadi research-electrical engineer intern di salah satu perusahaan riset di Hamburg, Jerman. Pola pikir yang terbentuk, semakin mengokohkan pertanyaan yang sempat saya tanyakan 2 tahun lalu ketika saya menjadi instrument engineer intern di BUMN tahun 2013. Bahwa dengan menjadi engineer ternyata sulit untuk melihat helicopter view dari suatu big picture permasalahan.

So, I created things, but I didn’t fully understand the reason I made it or how to monetize it. It’s hard for me to see a product and business as a whole interconnected thing. Sehingga saya bertekad setelah lulus nanti, memutuskan untuk mencari karir yang memungkinkan saya mengerti helicopter view dari suatu bisnis atau gambaran besar permasalahan. And my mindset was shifting, that being an engineer at that time was the least option.

Year 2016,

adalah pijakan karir pertama saya, tahun paska lulus memasuki hutan rimba dunia kerja. Alhamdulillah saya diterima menjadi Business Analyst di NTT Data Indonesia. Awalnya perusahaan meminta saya menjadi programmer, karena BA saat itu requirement-nya membutuhkan orang yang cukup senior. Tapi saya ngotot menjelaskan bahwa I eager to learn. Akhirnya saya menjadi BA termuda di perusahaan tersebut. Disini saya belajar banyak tidak hanya technical, tapi juga dari sisi business problems and business needs. Pola pikir zoom out lagi melihat dari sudut pandang yang lebih luas. Dan saya bisa mulai melihat secara menyeluruh how the business works as a whole thing.

Di sini era startup mulai berkembang, saya mulai belajar bagaimana teknologi akan sangat berpengaruh terhadap masa depan. Mulai dari software development, ecommerce, fintech, big data, robotics, machine learning, hingga artificial intelligence. Dan teknologi ini akan menyentuh dan juga mendisrupt ke semua ranah bisnis mulai dari financial industry, healthcare, manufacture, infrastructure etc. Oleh karena itu, mimpi saya untuk tetap berada di track “technology-related” semakin firmed. Salah satu mimpi saya yang sempat saya tulis disini, adalah bagaimana in the future, saya bisa membangun perusahaan teknologi, terutama di healthtech company dan juga toys company.

Year 2017,

I worked in 3 companies within a year. Dan Allah masih tetap mengarahkan saya berkecimpung banyak di tech industry, dengan core businessnya di financial and real estate industry. Selama setahun ini, saya juga dipertemukan dengan banyak orang, teman, kolega, tokoh dll dengan berbagai sudut pandang, pengetahuan dan pemikiran yang lebih luas. Ada yang teknolog, engineer, founder, business owner hingga senior dan tokoh yang berkecimpung di ranah politik. Saya juga mulai merutinkan untuk membaca banyak buku dengan berbagai tema.

Pola pikir mulai terbentuk lagi, dan saya melihat how this world works in the bigger perspective. Pertama the power of big data. Saya di 2017 sempat bekerja di salah satu perusahaan fintech yg pertumbuhannya sangat massive. Dan as product manager saya memiliki akses ke database user dan saya juga bekerja bersama banyak engineer dan data science untuk mengolah data menjadi informasi sehingga bisa digunakan dalam decision making in business. Or we know as data driven decision making. Data ini kedepannya akan sangat powerful and the one who owns data I believe could control the world.

Kedua, pola pikir yang terbentuk di tahun ini, bahwa Financial Industry is one of the most influential business who rules the world. Di era kapitalisme ini dikenal game of rich, jadi hanya segelintir orang, atau bisa dibilang 2% owns 98% capital, and that 2% rules 98% society. Di tahun ini makanya saya tertarik untuk mulai sedikit belajar terkait finance & pasar modal. Sederhananya game of rich atau leverage di capital market, misal ada perusahaan PT X tbk, mengalami penurunan sales y% Y.o.Y, tapi harga sahamnya tidak sesuai dengan kinerja nya, which justru mengalami kenaikan dan akhirnya tersuspend. Ketika di suspend PT X tbk mengubah sektor bisnisnya dengan mengakuisisi PT Z tbk, padahal majority owner PT X tbk dan PT Z tbk ini adalah orang yang sama. Jadi keluar kantong kiri, masuk kantong kanan. How to raise money, dengan cara right issue lets say sekian Miliar, dan membeli dengan dana share holder sendiri. Jadi secara tidak langsung “tidak ada” perpindahan dana secara riil, melainkan hanya di atas kertas saja. That’s the power of capital market. I’m still continuously learning about it, still partially understand it dan makanya salah satu target jika harus sekolah tertarik banget ambil di bidang finance/economic. Btw itu juga yg menyebabkan mengapa gojek shift business nya akan ke gopay, karena who owns the capital could manipulate the business and win.

Kemudian saya melihat VC sekarang juga menyuntik dana yang besar ke banyak startup teknologi. How VC get its fund? Yap VC itu adalah one of the types of investment industry dan merupakan salah satu alternatif kecil hedge fund. Dan bahkan jika di total dari pie investment banking, mungkin VC hanya mengucurkan dana 5% dari total mutal fund yang dikelola di Wall Street yang berjumlah Trillion Dollars. Terdengar a bit conspiratorial, but that’s a fact. Saya juga belajar bagaimana politics (power) itu memiliki peranan penting dalam business. Contoh fiksinya jelas seperti di series House of Cards season 2 tentang money vs power. Dan contoh nyatanya di Indonesia adalah kasus Pak Dasep Ahmadi. Seperti yang ditulis di buku Why Nations Fail, bagaimana economic and political institution adalah penyebab utama negara maju atau gagal.

Year 2018,

it’s just still the beginning. Saya mencoba untuk fulltime build my own business. To stand on my own feet to build my own venture. It’s extremely high risk. I could totally fail. But if I’m not trying, I won’t be able to contribute much to society and Islam. Terdengar ambitious, but kembalikan lagi ke tujuan hidup sebagai Khalifah. At least niatkan menuju kesana. Toh dunia ini juga sementara. Ambisi tersebut, diredam dengan tujuan utama untuk mendapat Ridha-Nya. Allahul musta’an. Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba Nya yang berjuang. And I also look forward to keep growing my mindset. Menumbuhkan pola pikir baru, membaca lebih banyak buku, bertemu dengan banyak orang dengan berbagai pemikiran dan pengetahuan yang luas, and self reminder juga untuk tetap firm dengan Agama sebagai pondasi utama. Bismillah! Can’t wait for the journey :)

Year 2019,

jika Allah masih memberikan saya umur hingga tahun ini, in syaa Allah akan di update lagi setiap tahunnya. Lets say like annual diary, but more about conspectus of important milestones in life and the development of mindset each years!

…. to be continued.[]

Resolusi Resmi 2011

Parah! Ga terasa 2 bulan sudah berlalu di tahun 2011 ini. Sekarang sudah hampir memasuki bulan ketiga malah. Yahh, Mungkin bisa dibilang post ini sudah agak (sangat) “ngaret” untuk dipublish tahun ini. Tapi yah, beginilah faktanya. Awal tahun saya sempat disibukkan karena kegiatan2 awal kuliah. Mulai dari daftar ulang lah, pindah kosan, agenda panitia, unit dan kegiatan2 ke-kuliah-an lain yang harus segera diselesaikan sebelum era 2011 berjalan jauh.

Intinya, saya akhirnya berhasil memutuskan beberapa resolusi yang insyaAllah saya akan berikhtiar sekeras mungkin untuk menggapai semua resolusi tersebut. Layaknya kalimat “man Jadda wa Jadda” __ siapa yang berseungguh-sungguh maka dia yang akan berhasil. And now I’m trying to realize it. :)

Well, seperti yang telah saya post sebelumnya.. saya telah membuat draft resolusi 2011 yang mungkin bisa dikatakan itu dibuat secara spontan. Setelah dipikir2 dengan cucuran keringat mendekati volum air lautan #Exaggerating __ akhirnya saya memutuskan 13 resolusi untuk tahun ini. Berikut resolusi dan beberapa penjelasan singkatnya:

1. Mendapatkan nilai TOEFL 550 atau lebih

TOEFL 550 kayaknya merupakan salah satu syarat utama untuk mendapatkan beasiswa, terutama abroad scholarship nih. Karena itu, di tahun 2011 ini saya mencoba untuk merealisasikannya. :)

2. Mulai mencoba untuk berbisnis

Poin nomor dua ini nih, saya mulai tertariknya ketika awal-awal masuk kuliah. Sebenarnya masa SMA sama sekali jarang mendengar kata2 “bisnis”. Yang saya tangkap waktu itu, bisnis = jualan = nagabisin waktu. Namun setelah masuk kuliah ini ternyata bisnis ga se-“SIMPLE” itu ! Perlu managemen, persiapan dan yang paling penting keberanian dalam mengambil resiko. Pokonya mangstab dah! makanya untuk 2011 ini saya ingin mencoba “memulai untuk merasakan gagal” (baca: bisnis).

3. Pergi keluar negeri dengan jalur beasiswa

Well, sebenarnya ini salah satu resolusi saya tahun kemarin yang ga kesampean.  Yah therefore gua pengen banget nih yang satu ini tercapai!! Ganbatte.

4. Membentuk (atau setidaknya terlibat aktif) di komunitas/organisasi pemuda yang bergerak dalam bidang “perubahan”

Ini dia poin terpenting resolusi 2011 saya yang dengan kata lain agar saya tetap berada dalam derasnya arus perubahan. :)

5. Memenangkan lomba menulis tingkat Nasional dan/atau internasional

Menulis = Berbagi = Berguna bagi orang lain. Well Mungkin saya sebenarnya juga masih setengah2 dalam menekuni bidang ke-jurnalistik-an ini. Namun yang saya mencoba untuk menggalinya lebih dalam. Yah, sepertinya untuk tahun2 kelulusan saya, orang yang ga bisa nulis = pengangguran dah. Jadinya, sebagai motivasi resolusi nomor 5 inilah yang menjadi target terbesar dunia pertulisan saya.

6. Berhasil menghapalkan 2 Jus Al-Quran

Nah nomor 6 ini merupakan jawaban bagi yang mungkin ada yang bertanya ke saya: “kok resolusi nya keduniaan semua yah?”. Di 2011 ini saya bermaksud untuk berhasil menghapal Al-Quran at least 2 jus. Doakan saja bisa deh! :D

7. Membuat passport pribadi

Kebanyakan formulir2 untuk acara2 tingkat international membutuhkan “passport expired: ” ya ga sih. Makanya saya bermaksud mengaktualisasikannya ke kehidupan saya. Pokoknya passport itu penting lah! Gayus aja bisa jalan2 kan dengan passport “buatannya”… Kenapa saya ga? LOL.

8. IP >= 3,5

“Wah frontal banget nih Afif, sok banget!”. Mungkin kalian2 yang membaca resolusi nomor 8 ini ada beberapa yang berkata begitu. Akan tetapi sesungguhnya hal ini lah yang menciptakan suatu situasi kritis bagi saya. Layaknya perkataan Prof. Yohanes Surya: Manusia lebih mengelurkan potensinya ketika dalam situasi kritis!. So, what’re your waiting for? Make yours!.

9. Ikut conference tingkat Internasional

Seiring berjalannya waktu, menambahnya pengalaman, kemampuan public speaking saya sudah benar2 meningkat pisan! Karena itu di tahun 2011 ini saya memtuskan untuk mencoba apply di berbagai konferensi tingkat internasional. :)

10. Memulai untuk belajar membuat robot

Sekolah Teknik Elektro Informatika. Itulah salah satu tanggung jawan sekaligus kebanggaan tersendiri buat saya menempati Fakultas tersebut di itb ini. Karena itu, terlepas dari saya memilih elektro ataupun informatika… saya akan tetap untuk belajar membuat robot. Yah nothing special reason actually! :)

11. Menghasilkan satu penelitian ilmiah yang berhasil menembus PIMNAS

Ini nih, salah satu hal penting buat bekal di masa datang. Terutam buat TA! bukan titip absen yang jelas, tapi Tugas Akhir !!! Not capable to write, not capable to pass too.

12. Memimpin suatu acara atau agenda intra kampus dan/atau ekstra kampus

Every human must be born to be leader. At least to lead his/her self. Namun saya cukup menyukai tantangan. Karena itu di 2011 ini saya mencoba untuk mencari benda2 berat untuk di taruh di bahu tanggung jawab saya. :)

13. Mulai memprioritaskan agenda dan membagi waktu secara maksimal

This the most important actually. Prioritas!! Sebenarnya ini yang masih “menggalaukan” saya semasa kuliah ini. Masih bingung menentukan prioritas setelah akademik di keduniaan. Untuk itu 2011 saya harus berubah nih. Pokoknya lancar dalam memprioritaskan!

13 Poin-poin inilah yang InsyaAllah dengan Ikhtiar dan Doa adalah target yang ingin saya capai di tahun 2011. Karena itu teman2, jangan pernah takut untuk bermimpi setinggi-tingginya. No limitation to dreaming, explore as much as you can.

28 Februari 2011

Muhammad Afif Izzatullah

16510304

Resolusi 2010?

2010 baru saja pergi, disambut dengan lembaran kehidupan baru di era 2011. Sebelumnya saya sudah membuat resolusi (semacam “goal” jangka-panjang) di tahun 2010 kemarin. Karenanya sekaranglah waktu yang tepat untuk merespon dan mengevaluasi apakah resolusi2 tersebut berjalan di tahun kemarin.
Let’s check it out!
.

1. Masuk 10 Besar di Semester lima SMAN 17 Palembang [TERCAPAI]

Yah, meski terdengar susah2-mudah ternyata emang perlu perjuangan yang tidak sedikit untuk menggapainya. Overall I’ve done it! :)

2. Lulus Ujian Nasional dengan hasil yang memuaskan [TERCAPAI]

Hmm.. meski perbedaan soalnya jauh dengan soal2 USM/SNMPTN namun jika ga lulus UAN atau mendapat nilai kecil di UAN, ujian2 masuk perguruan tinggi lain2 itu akan menjadi percuma. Tapi dengan bantuan guru, orang tua, teman2 dan pastinya Allah SWT Alhamdulillah it’s so satisfying enough!

3. Diterima di STEI ITB [TERCAPAI]

Semestinya ga hanya STEI ITB saja yang menjadi target saya ketika masih “Masa-Galau” soal universitas. Pastinya dong, menyangkut masa depan gitu! Well, kemarin setelah ikhtiar se-maksimal mungkin.. akhirnya tujuan akhir saya untuk melanjutkan perjalanan-masadepan berhasil “terdampar” di STEI itb. Hope it will my best anyway, hehe. Amiiin!

4. Ikut tes Monbukagakusho dan lulus [GAGAL]

Dibilang gagal kayaknya juga kurang suitable sih, lebih tepatnya “tidak-diberi-kesempatan” untuk mencobanya.. mungkin. Kemarin ketika orang tua tau kalo saya lulus itb, mereka langsung tidak menyarankan saya untuk mencoba tes ini. Yahh, itb sih.. gimana ya?? Institut Terbaik Bangsa ding, makanya. :O However saya tetap ragu, meski saya mencobanya kemungkinan besar resolusi nomor 4 ini bakalan tertulis “gagal” juga deh kayaknya. Hahaha. lol.

5. Memperluas kosakata Bahasa Inggris [CUKUP Tercapai]

Kok ada “cukup” nya? Umm.. begitulah sih kenyataanya. Meski secara eksplisit saya terlihat lumayan bertambah kosakata Bahasa Inggrisnya, tapi implisit saya sadar itu masih jauh dari tercapai. Niat masih setengah2 untuk belajar Bahasa Inggris, effektifitas juga diganggu beberapa resisten masa2 kelabilan SMA. Yeah that was the fact though. I hope in this 2011 I can improve more anything about English. For grammar either of course! Ganbatte deh! :)

6. Terlibat di banyak kegiatan, organisasi atau komunitas [TERCAPAI]

Ini nih salah satu hal penting dalam “perubahan” diri saya tahun 2010 kemarin. Intinya adalah berubah yang dari “Ignorer”, “jobless”, “passivist”  menjadi “awarer”, “jobfull” and”activist”. Walaupun belum sepenuhnya effektif, at least passion untuk berubahnya itu sudah berhasil saya dapatkan. Dari perubahan polapikir, tingkah laku, sikap hingga tindakan yang dilakukan disetiap jarum-detik jam berputar 6 derajat dalam satu putaran. Semua itu membuat saya sudah berhasil cukup aktif di beberapa komunitas, organisasi dan kegiatan2.

7. Belajar nyetir [CUKUP tercapai]

Haha, satu lagi kata cukup muncul. Ini karena saya cuma belajarnya di sekitar lingkungan komplek rumah. Itupun misalnya keluar paling ga jauh2 amat. Belum dapat challenge yang berarti dah intinya. :p

8. Ikut perlombaan via-internet dan memenangkannya [TERCAPAI]

Ikut sih sering, tapi kalo “memenangkannya” itu yang jarang. Akan tetapi Alhamdulillah saya berhasil kemarin mendapat juara design logo via-online. Yah that’s satisfying enough to fulfill this 8th resolution though. Hehe

9. Pergi keluar negeri dengan beasiswa [GAGAL]

Ini nih yang buat saya paling kecewa. Kayaknya emang masih kurang doa dan atau mungkin memang belum takdir saya untuk berangkat keluar melalui scholarship. Mulai dari AFS, lomba essay, bahkan sampai apply CV untuk ikut conference masih belum ada yang nyangkut satupun. Tapi positif thinking aja deh. Berarti mungkin memang kemampuan saya belum mumpuni untuk keluar dan menghadapi dunia yang “jelas” membutuhkan preparation yang benar2 convenient sebagai bekal. But somehow, I never give up to try it again this year! :)

We need the process

10. Dapat 1500 lebih teman di FB [TERCAPAI]

Lol. This last resolution is kinda kidding one among others. Mengapa ga gitu, teman di FB dicari! “rofl-rofl”. Even sekarang malah gw sendiri yang kewalahan dengan banyaknya friend requests yang datang. #Lebay. Hahaha. :D

Well, overall dua Gagal dan lainnya Tercapai adalah sesuatu yang cukup patut dibanggakan sih (buat diri sendiri dulu tentunya). Meski itu masih jauh dari resolusi2 besar yang dibuat para figur2 inspirational saya, at least proses dalam setiap tangganya itu yang perlu diapresiasi besar__sebagai batu loncatan untuk melompat melewati dinding tinggi tantangan dan rintangan kedepannya. At last I just wanna say

“Have a better life  in 2011 for me, and you all together!”

 

Palembang, 1 Januari 2011

Muhammad Afif Izzatullah