Conspectus of Annual Journey


pexels-photo-269923

Year 2010,

lets deem as zero state, titik awal pola pikir. Masih sangat dangkal, paska lulus SMA. Bahagia bisa diterima di STEI ITB. Belum ada plan. Belum ada goal. Just want to live happily ever after as a student.

Year 2011,

baru masuk jurusan, milih elektro karena himpunannya keren (petir ganesha), terus biar belajarnya juga ga monoton ngoding-ngoding aja kayak di IF, at least ada solder-solderan. Sama katanya gaji lulusan elektro tinggi. So dangkal. Tapi di tahun ini juga mulai ikut mentoring dan halaqah. Bertemu banyak temen sholeh, anak masjid. Di sisi lain juga bertemu dengan banyak temen gaul, anak himpunan dan anak kabinet. Alhamdulillah fondasinya dibangun di halaqah masjid, tapi pergaulan tetap liberal di kampus. Pola pikir terkait agama mulai shifting, yaitu wajib di bangun. Titik start saya mulai mendalami lebih dalam tentang islam, tidak hanya yang dasar dan fundamental saja, tapi juga cabang-cabangnya.

Year 2012,

puncak dari memegang amanah terbesar selama di Kampus, menjadi ketua Pemira ITB 2013, memimpin 200an orang panitia, dengan 6 orang hebat sebagai core kepala bidang dan sekjen di ring 1 di samping saya, untuk memimpin sekitar 15an divisi di ring 2. Membuat rekor 8953 voters dari ~12000 mahasiswa ITB, atau ~75% suara masuk. Tapi membuat rekor juga mendiskualifikasi kedua calon presiden karena kasus black campaign lol. Puncak pembelajaran politik selama di kampus. Benar-benar katanya ITB miniatur Indonesia. Banyak ranah abu-abu di politik, banyak kepentingan dan belajar untuk tetap bold dalam mengambil keputusan. Selalu istikharah, karena kita tidak tau apakah itu baik atau tidak di sisi Allah. Pola pikir politik mulai terbangun dan mulai sedikit mengerti peran penguasa (power) terhadap keberjalanan kampus 1 tahun kedepan. Pemikiran dan pola pikir masih idealis. Saya mahasiswa. Dan saya ingin berkontribusi untuk perubahan.

Di tahun ini juga pertama kali cap visa saya tertempel di passport, pertama kali menginjakan kaki di negara di luar Indonesia, yaitu Jepang. Saat ini pola pikir masih sangat dangkal, intinya ingin ke luar negeri dengan beasiswa. Selama 2 minggu Alhamdulillah saya mengikuti summer program, bertemu dengan mahasiswa Todai, venture capitalist (dulu saya belum tahu apa-apa terkait ini), company visit, hingga global forum dengan mahasiswa berbagai negara. Event ini sangat disayangkan, karena ilmu saya masih rendah, tapi sudah lebih dari cukup untuk membuka mata saya, bahwa seperti ini dunia di luar kampung halaman saya di Indonesia.

Year 2013,

Pembentukan pola pikir mulai masuk ke ranah realita, yaitu mencoba memasuki dunia kerja dengan kerja Praktek/internship. Di tahun ini saya berkesempatan untuk internship sebagai instrument engineer di salah satu perusahaan BUMN, PT Pusri Palembang, sekalian pulang kampung waktu itu. Kerjaannya sangat santai dan sederhana. Saya ditempatkan dengan teman sebagai maintenance engineer, jadi ke lapangan ketika ada trouble.

Tapi di luar ekspektasi, ketika di lapangan, cuma ngelilit lakban di kabel yang terbuka. Mencatat paramater instrumen dan valve. Naik ke atas pabrik yang penuh dengan bau amonia, kemudian memantau dan mencatat DCS yang semuanya sudah terautomasi. Kemudian memantau pekerja yang mengarungi pupuk. Disini pola pikir masih dangkal, dan tahap awal mengenal dunia kerja. Teringat salah satu mimpi saya dulu, ingin jadi engineer di perusahaan minyak, karena gaji bisa mencapai double digit untuk fresh graduate. Tapi untuk bekerja seperti ini? Should I?

Year 2014,

second time I step to country outside of Indonesia, yaitu saya sempat melakukan riset exchange di Bangkok, Thailand. Kemudian setelah selesai sempat backpack di ASEAN. Rutenya dulu dari Bangkok, Kamboja, Vietnam, Laos ke Bangkok lagi. Terus dari Bangkok terbang ke Malaysia, dan naik bus ke Singapore. Baru setelah itu pulang ke Indonesia. Melihat dunia di luar Indonesia, pola pikir semakin meluas. Komparasi realitas negara berkembang di ASEAN dan maju seperti di Singapore. Bertemu dengan senior dan teman-teman mahasiswa yang sekolah dan bekerja di sana.

Kemudian berselang bebrapa bulan dari sana, Alhamdulillah saya diumumkan mendapatkan full scholarship dari NIIED untuk mengikuti pertukaran pelajar selama 1 semester di Korea Selatan. Tinggal di Korea selama kurang lebih 5 bulan, semakin membuka pikiran saya. Korea ini beberapa tahun yang lalu masih seperti Indonesia saat ini. Tapi dengan pemimpin yang hebat, bisnis berjalan dan ekonomi maju dengan beberapa perusahaan seperti Samsung dan Hyundai masuk ke market global. Pola pikir optimis bahwa Indonesia kedepannya bisa seperti ini mulai terbangun, kemudian keinginan untuk someday sekolah lagi semakin firmed dengan melihat realitas di negara ini.

Year 2015, 

ITB graduation year. Tapi Alhamdulillah, sebelum lulus, saya diberi Allah kesempatan untuk menjadi research-electrical engineer intern di salah satu perusahaan riset di Hamburg, Jerman. Pola pikir yang terbentuk, semakin mengokohkan pertanyaan yang sempat saya tanyakan 2 tahun lalu ketika saya menjadi instrument engineer intern di BUMN tahun 2013. Bahwa dengan menjadi engineer ternyata sulit untuk melihat helicopter view dari suatu big picture permasalahan.

So, I created things, but I didn’t fully understand the reason I made it or how to monetize it. It’s hard for me to see a product and business as a whole interconnected thing. Sehingga saya bertekad setelah lulus nanti, memutuskan untuk mencari karir yang memungkinkan saya mengerti helicopter view dari suatu bisnis atau gambaran besar permasalahan. And my mindset was shifting, that being an engineer at that time was the least option.

Year 2016,

adalah pijakan karir pertama saya, tahun paska lulus memasuki hutan rimba dunia kerja. Alhamdulillah saya diterima menjadi Business Analyst di NTT Data Indonesia. Awalnya perusahaan meminta saya menjadi programmer, karena BA saat itu requirement-nya membutuhkan orang yang cukup senior. Tapi saya ngotot menjelaskan bahwa I eager to learn. Akhirnya saya menjadi BA termuda di perusahaan tersebut. Disini saya belajar banyak tidak hanya technical, tapi juga dari sisi business problems and business needs. Pola pikir zoom out lagi melihat dari sudut pandang yang lebih luas. Dan saya bisa mulai melihat secara menyeluruh how the business works as a whole thing.

Di sini era startup mulai berkembang, saya mulai belajar bagaimana teknologi akan sangat berpengaruh terhadap masa depan. Mulai dari software development, ecommerce, fintech, big data, robotics, machine learning, hingga artificial intelligence. Dan teknologi ini akan menyentuh dan juga mendisrupt ke semua ranah bisnis mulai dari financial industry, healthcare, manufacture, infrastructure etc. Oleh karena itu, mimpi saya untuk tetap berada di track “technology-related” semakin firmed. Salah satu mimpi saya yang sempat saya tulis disini, adalah bagaimana in the future, saya bisa membangun perusahaan teknologi, terutama di healthtech company dan juga toys company.

Year 2017,

I worked in 3 companies within a year. Dan Allah masih tetap mengarahkan saya berkecimpung banyak di tech industry, dengan core businessnya di financial and real estate industry. Selama setahun ini, saya juga dipertemukan dengan banyak orang, teman, kolega, tokoh dll dengan berbagai sudut pandang, pengetahuan dan pemikiran yang lebih luas. Ada yang teknolog, engineer, founder, business owner hingga senior dan tokoh yang berkecimpung di ranah politik. Saya juga mulai merutinkan untuk membaca banyak buku dengan berbagai tema.

Pola pikir mulai terbentuk lagi, dan saya melihat how this world works in the bigger perspective. Pertama the power of big data. Saya di 2017 sempat bekerja di salah satu perusahaan fintech yg pertumbuhannya sangat massive. Dan as product manager saya memiliki akses ke database user dan saya juga bekerja bersama banyak engineer dan data science untuk mengolah data menjadi informasi sehingga bisa digunakan dalam decision making in business. Or we know as data driven decision making. Data ini kedepannya akan sangat powerful and the one who owns data I believe could control the world.

Kedua, pola pikir yang terbentuk di tahun ini, bahwa Financial Industry is one of the most influential business who rules the world. Di era kapitalisme ini dikenal game of rich, jadi hanya segelintir orang, atau bisa dibilang 2% owns 98% capital, and that 2% rules 98% society. Di tahun ini makanya saya tertarik untuk mulai sedikit belajar terkait finance & pasar modal. Sederhananya game of rich atau leverage di capital market, misal ada perusahaan PT X tbk, mengalami penurunan sales y% Y.o.Y, tapi harga sahamnya tidak sesuai dengan kinerja nya, which justru mengalami kenaikan dan akhirnya tersuspend. Ketika di suspend PT X tbk mengubah sektor bisnisnya dengan mengakuisisi PT Z tbk, padahal majority owner PT X tbk dan PT Z tbk ini adalah orang yang sama. Jadi keluar kantong kiri, masuk kantong kanan. How to raise money, dengan cara right issue lets say sekian Miliar, dan membeli dengan dana share holder sendiri. Jadi secara tidak langsung “tidak ada” perpindahan dana secara riil, melainkan hanya di atas kertas saja. That’s the power of capital market. I’m still continuously learning about it, still partially understand it dan makanya salah satu target jika harus sekolah tertarik banget ambil di bidang finance/economic. Btw itu juga yg menyebabkan mengapa gojek shift business nya akan ke gopay, karena who owns the capital could manipulate the business and win.

Kemudian saya melihat VC sekarang juga menyuntik dana yang besar ke banyak startup teknologi. How VC get its fund? Yap VC itu adalah one of the types of investment industry dan merupakan salah satu alternatif kecil hedge fund. Dan bahkan jika di total dari pie investment banking, mungkin VC hanya mengucurkan dana 5% dari total mutal fund yang dikelola di Wall Street yang berjumlah Trillion Dollars. Terdengar a bit conspiratorial, but that’s a fact. Saya juga belajar bagaimana politics (power) itu memiliki peranan penting dalam business. Contoh fiksinya jelas seperti di series House of Cards season 2 tentang money vs power. Dan contoh nyatanya di Indonesia adalah kasus Pak Dasep Ahmadi. Seperti yang ditulis di buku Why Nations Fail, bagaimana economic and political institution adalah penyebab utama negara maju atau gagal.

Year 2018,

it’s just still the beginning. Saya mencoba untuk fulltime build my own business. To stand on my own feet to build my own venture. It’s extremely high risk. I could totally fail. But if I’m not trying, I won’t be able to contribute much to society and Islam. Terdengar ambitious, but kembalikan lagi ke tujuan hidup sebagai Khalifah. At least niatkan menuju kesana. Toh dunia ini juga sementara. Ambisi tersebut, diredam dengan tujuan utama untuk mendapat Ridha-Nya. Allahul musta’an. Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba Nya yang berjuang. And I also look forward to keep growing my mindset. Menumbuhkan pola pikir baru, membaca lebih banyak buku, bertemu dengan banyak orang dengan berbagai pemikiran dan pengetahuan yang luas, and self reminder juga untuk tetap firm dengan Agama sebagai pondasi utama. Bismillah! Can’t wait for the journey :)

Year 2019,

jika Allah masih memberikan saya umur hingga tahun ini, in syaa Allah akan di update lagi setiap tahunnya. Lets say like annual diary, but more about conspectus of important milestones in life and the development of mindset each years!

…. to be continued.[]

Leave a comment