2017 Journey: Part I

Learning in life is as indispensable as breathing in running. As my wordpress title, I realized Life is truly series of learning. Dan Islam mengokohkan itu dalam Hadits Rosulullah SAW, yaitu bagi siapapun yang menuntut ilmu, akan dipermudah jalannya oleh Allah menuju surga. Pergantian tahun menjadi salah satu titik refleksi dalam koordinat kartesius hidup, untuk melihat sejauh apa kita belajar dan berkembang dari tahun sebelumnya. Apakah kurva perjalanan kita linear sesuai dengan garis asymptot ideal yang dituju, atau justru berbelok tanda ada yang harus dievaluasi. Salah satu metode refleksi yang biasa saya gunakan, adalah dengan menuliskan milestone perjanalan dalam satu tahun belakang dalam bentuk tulisan.

I really want to make it routine in annual basis to be honest, but to make such commitment is not that easy, yet at least writing in some years is much better than writing nothing at all. Kebetulan sedang ada mood nulis, and here it is, my 2017 Journey. Sebenarnya ada sebagian cerita di tahun 2016 sebagai pembukaan, but mostly core nya di 2017. Saya coba iseng nulis targetnya tidak terlalu Panjang, but once I have mood to write its hard to stop, alhasil sekarang jadi berhalaman-halaman lol. Hence, I will try to parse this story into some parts in order not to make this boring for the readers (if any) and skip some important parts.

Lol, so long opening. So let’s just begin to surf in my 2017 Journey.

hand-playing-with-toy-plane_1252-549

A DYNAMIC YEAR

Tahun 2017 merupakan tahun yang sangat dinamis, terutama dalam historis per-karir-an saya. Total 3 perusahaan saya pindah hanya dalam jangka waktu 1 tahun, yang secara per-HR-an itu sangat buruk dan menurunkan kredibilitas. Namun secara per-Milenial-an, itu dianggap sesuatu yang lumrah, toh teman-teman saya juga banyak melakukan hal yang sama.

Teringat dulu ketika matahari pagi pertama terbit dari Horizon, menandakan pergantian tahun, 1 Januari 2017. Saya masih bekerja sebagai Bisnis Analis Konsultan di NTT Data Indonesia. Jika tidak salah, saat itu saya baru menyelesaikan satu proyek Bersama dengan tim Everis, Spanyol dan Meksiko, dan menyisakan beberapa laporan yang harus dibuat di awal tahun. Proyek officially berakhir di Desember 2017, dan di Januari 2017 selayaknya perusahaan konsultan, terjadi masa transisi, saya harus menyelesaikan laporan-laporan akhir proyek, sembari transisi untuk ditransfer ke proyek lain.

Jujur saat itu, bekerja di NTT Data sungguh sangat berada di zona nyaman saya. Mulai dari gaji yang lebih dari cukup plus bonus ketika lembur. Tempat kosan saya di setiabudi, yang ke kantor hanya berjalan kaki sekitar 20 menit ke Wisma 46 BNI di Sudirman, which is tidak harus merasakan “neraka”-nya kemacetan Jakarta. Tempat makan dekat dan murah untuk ukuran Jakarta. Masjid dekat kosan tinggal jalan dan masjid di dekat kantor juga besar dan tinggal menyeberang, yang terkadang saya sempat tidur siang disana bada dzuhur. Lingkungan kerja juga sangat kondusif, and I made many friends there. Mulai dari yang seumuran sesama milenial, senior, hingga bapak Ibu yang sudah punya anak seumuran saya.

Dunia entertainment, aka hiburan dikala stress di kantor juga tidak terlalu jauh, mall Grand Indonesia tinggal jalan kaki dari kantor yang biasanya saya dengan teman hedon paska gajian ke café atau restoran mevvah, ala jomblo yang belum banyak memiliki tanggungan dan tuntutan tabungan. Atau biasanya ketika ada diskon-diskon musiman, kami bergegas mengagendakan untuk pulang lebih cepat agar tidak terlewat barang-barang bagus yang sekali lagi- diskonan. Nonton bioskop juga hampir setiap minggu tinggal jalan sekitar 5 menit dari kosan ke setiabudi one, yang dulu harganya masih sangat murah Cuma Rp 25,000. Ditambah lagi, ada fasilitas kolam renang, jaccuzi dan spa di tempat apartemen teman, jadi biasanya kami mengagendakan setiap kamis untuk renang disana sepulangnya dari kantor. Semuanya begitu indah dan nyaman, apalagi dengan carreer path yang jelas, terukur, dan poin-poin yang harus dicapai jelas sangat memungkinkan saya menghabiskan karir seumur hidup disana, apalagi ketika sudah berkeluarga, dengan work-life balance yang sangat seimbang disini sangat memungkinkan untuk hidup tenang, bahagia dan Sentosa, forever after.

BUT I have my own dream. Saya sempat menuliskannya di Dream Plan saya, salah satunya I want to build my own company.

Dan disaat yang bersamaan era startup teknologi mulai masuk di titik awal asimptot pendakian linear kurva e pangkat x, yang pertumbuhannya sangat eksponensial. Beberapa teman bahkan langsung menjadikan startup sebagai batu pijakan karir pertamanya. Ketika di pertengahan tahun 2016 pun saya tidak jarang browsing dan research tentang beberapa startup di internet, dan mulai muncul godaan-godaan awal untuk resign dan mencoba belajar dari perusahaan kecil menengah bernama startup.

SOME PROJECTS I WAS INVOLVED

Rencana untuk pindah perusahaan sebenarnya masih kecil, tapi sudah ada sejak pertengahan 2016. Karena saat itu saya masih terlibat di proyek seru, Hospital Market Research, sehingga rasa tersebut tidak lebih hanya sebatas pemantik kecil tanpa followup yang serius. Baru di akhir tahun 2016, setelah saya mendapat kabar paska proyek terakhir saya akan kembali di relokasikan ke proyek sebelumnya, rasa tersebut kembali membuncah dan bergebu-gebu.

For short info, saya ingin coba sharing disini juga, some big projecst I was involved in when I worked in NTT Data. And FYI di bulan-bulan awal saya sempat di rotasi ke beberapa business branches, mulai dari microfinance, HRMS, POS payment division, dll. Alhamdulillah, dari rotasi tersebut saya bisa belajar banyak secara helicopter view business model yang digunakan hingga technical surface dari masing-masing projects. Hingga akhirnya di pertengahan ke akhir bulan I ended up taking many big projects from Healthcare division. Salah satunya saya sempat terlibat di proyek Smart Cabinet Development, yang cukup menarik yaitu menggunakan Internet of Things (IoT) untuk rumah sakit, which is salah satu background mengapa saya di approach ke NTT Data adalah karena akan adanya proyek ini.

Di proyek smart cabinet ini saya terlibat end to end, mulai dari project initiation, veteran review boards (VRB), sedikit dilbatkan di financial planning, kemudian in charge utama di fully research and product development both its hardware and software. If I’m not mistaken, I worked in this project di sekitar bulan Juni – September 2016, which the responsibilities include but not limited to clients engagements, business requirements, system design, business process design, product development hingga implementation and operation di Pilot Project salah satu top referral Rumah Sakit di Jakarta. Serunya disini, saya bekerja sebagai business analyst, sehingga mentransformasikan business needs ke dalam bentuk technical solution. Dan karena IoT, disini sistem yang digunakan dan dibuat oleh teman-teman engineer menggunakan Raspberry Pi 3 sebagai core embedded system di Smart Cabinet nya, which is nostalgia, balikan lagi dengan mantan-mantan lama saat di Elektro ITB lol, meskipun sekarang I was not in charge details code that loving machine haha; dan juga web-based system for backend and frontend solution untuk company client dan juga rumah sakit.

This first phase of the project bisa dikatakan sukses dan saya belajar banyak hal dari sana. Setelah September karena operation team yang jalan, dan NTT Data on progress negotiation dengan client terkait project contract for expansion dsb, saya dialokasikan di proyek lain, yaitu market research di sekitar bulan Oktober – Desember 2016.

Untuk proyek market research ini juga cukup menarik. Jadi salah satu anak perusahaan NTT Data di Spanyol, ingin mencoba masuk ke market di Indonesia untuk Hospital Information System (HIS) software. Dan sebelum masuk tentunya harus dilakukan market research terlebih dahulu, untuk mengetahui iklim pasar di Indonesia, seberapa tinggi entry barrier nya, seberapa cost yang diperlukan untuk masuk, bagaimana flow di Rumah Sakit, apakah banyak custom atau tidak, bagaiamana regulasi dan tipe rumah sakit di Indonesia, dengan tujuan investment yang mungkin mencapai Triliunan dapat mendapatkan Return yang positif dan bisa mengambil pie market yang besar dari total market yang ada di Indonesia. I could say I helped Multinational Company Capitalist to grab domestic market in Indonesia, but well it was business as usual and I aimed to just professionally learn out of it. Dan saya juga baru tahu alokasi budget untuk konsultan pre-market entry research itu sangat besar, mereka berani menggolontorkan uang yang cukup gede, karena memang cukup krusial, lebih baik costly di awal, daripada membuat bad investment dan bakal loss besar di akhir.

Jadi disimplifikasi, market research ini secara garis besar terbagi atas ada dua hal, pertama data gathering di lapangan (which is rumah sakit yang kita sudah kerja sama) dan kedua research and creating report di office Wisma BNI 46, HQ dari NTT Data Indonesia. Jadi di akhir tahun 2016 saya banyak bolak-balik rumah sakit Jakarta untuk data gathering, dan menariknya saya belajar banyak terkait business flow di rumah sakit, interview dengan key persons, ketemu dengan banyak dokter (dokter tua tapi, sayangnya bukan dokter muda haha), research terkait teknologi yang digunakan di rumah sakit, dll. Well in general, Hospital is one type of Healthcare business, which is to make money, isn’t it? Saya saat itu bekerja sama dengan senior konsultan namanya Pak Faried, alumni UI, sudah punya anak. Dan kami berdua ditandemkan dengan konsultan asal Spanyol dan Meksiko, namanya Dierk dan Cyntia. Mereka bertiga meskipun umurnya jauh di atas saya, tapi sangat friendly, and we often spent times together exploring Jakarta, outside of work.

Setelah selesai core project di Desember 2016, saya masuk tahap idle, yaitu menyelesaikan seluruh sisa report proyek market research, dan tahap transisi ke proyek selanjutnya. Sebenarnya di Desember 2016, saya sudah mendapat kabar-kabar bahwa saya akan direlokasikan kembali ke proyek Smart Cabinet, untuk expansion tidak hanya di Jakarta, tapi ke berbagai kota di Indonesia, bahkan berbagai pulau di Indonesia. Saat ini sebenernya cukup dilemma, di satu sisi saya bisa belajar banyak hal lagi terkait operational expansion, di sisi lain, saya dengan tipe ENTP ada rasa bosan kembali ke proyek yang sama. Sehingga benih-benih untuk resign dan pindah ke startup yang sempat tersemai, mulai kembali tumbuh dan cukup membesar.

PLANNING FOR LEAP OF FAITH TO JUMP TO STARTUP SHIP

Timing transisi dan akhir tahun ini adalah timing yang cukup tepat jika saya ingin resign dan pindah pekerjaan, karena saya belum officially di assign di satu proyek sehingga akan lebih mudah jika ingin mengajukan resign ke perusahaan. CV kerja mulai saya perbaharui kembali dan update dengan data-data terbaru, sebagai senjata tempur untuk masuk ke medan perang pencarian tempat kerja baru dan waktu itu salah satu parameternya, wajib perusahaan startup!

Sempat ada beberapa pilihan apakah saya sebaiknya pindah ke perusahaan startup yang sudah cukup besar, seperti Bukalapak, Tokopedia atau Traveloka. Atau saya pindah ke perusahaan startup yang masih early to medium stage yang tim nya masih kecil dan lean, namun belum banyak dikenal di khalayak umum.

Ada beberapa pertimbangan & parameter. Pertama yang paling penting adalah dari sisi Learning. Jika saya pindah ke startup yang sudah besar sejenis bukalapak/traveloka, ada kemungkinan startup tersebut sudah semi-korporat which is saya akan responsible terhadap satu hal spesifik dan report ke manager, akan sulit untuk eksplorasi variasi ilmu karena memang by nature kultur perusahaan yang sudah banyak karyawannya, limitasi untuk melakukan banyak hal menjadi sangat kecil. Jadi bisa dibilang, tidak akan jauh berbeda dengan learning yang saya dapat di NTT Data.

Sedangkan jika pindah ke startup kecil to medium. Karena timnya masih kecil dan lean, learning opportunity-nya akan sangat besar. Karena kesempatan untuk explorasi banyak hal sangat terbuka. Ditambah lagi saya juga akan belajar terkait how to build startup company yang tidak akan mungkin saya dapatkan ketika bekerja di startup besar. Kultur nya juga sangat dipastikan sangat agile dan fleksible, dengan kata lain tidak korporat aka tidak saklek. Sehingga bisa mengkomplemen pengalaman saya bekerja di NTT Data yang so korporat style.

Akhirnya ketok palu, saya putuskan untuk memprioritaskan pindah ke early to medium stage startup dibanding ke startup yang sudah besar

STARTUP PARAMETER

Resiko pindah ke startup kecil adalah You will learn a lot of things or you will learn nothing at all. Jadi cukup beresiko. Berdasarkan ilmu risk management, di kasus ini saya akan keluar dari zona nyaman jadi harus dilihat dari sisi cost opportunity yang bakal hilang, apakah worth atau tidak saya pindah haluan. How to parameterize it? First and foremost parameter utama yang akan saya gunakan adalah pertama THE FOUNDERS.

Jika pindah ke startup kecil, akan cukup percuma jika saya pindah ke startup yang foundernya bisa dibilang mediocre, atau tidak exceptional. Jadi saya prefer pindah ke startup kecil tapi dengan Founders yang saya bisa banyak serap ilmu nya, apalagi bisa langsung direct report ke Foundersnya langsung dan dilibatin dalam decision making di startup tersebut.

Yang kedua SALARY. I don’t expect much dari sisi salary sebenernya. Tapi at least kalo bisa tidak turun atau bahkan naik why not. Dikarenakan belum bubble, banyak startup-startup yang ready to burn money to hire talent. Jadi related to salary, parameter yang berhubungan adalah its INVESTMENTMONEY dan BACKED INVESTORS. Beda kan ketika kita join di startup yang masih bootsrap atau yang sudah Seed Investment million dollars apalagi yang sudah raising series A. Dari kemampuan untuk menggaji talent juga berbeda ketika startup ini sudah mendapatkan investment jutaan dollar dari investors. Jadi saya coba juga research-research who backed-investors yang mengbackup startup tersebut.

Yang ketiga BUSINESS TYPE AND ROLE. Saya mencoba mencari startup yang memungkinkan saya belajar sesuatu yang baru dan ada kemungkinan untuk booming in the future. Baik dari sisi jenis bisnisnya maupun bisnis modelnya. Selain business as a whole nya, saya juga coba mempertimbangkan role saya di startup tersebut, apakah memungkinkan untuk berada di melting point untuk strategic decision dan mempelajari core nucleus dari startup tersebut, atau hanya sekedar routine activities yang monoton dan circle exploration nya rendah. After do some research, akhirnya saya memutuskan I prefer startup yang related dengan ecommerce, karena startup ini yang sedang booming dan saya yakin one of the future of industry is digital industry and the power of big data. Sedangkan untuk rolenya saya prefer yang related dengan business analysis ataupun product developement, which is center circle between business and technology.

BEBERAPA APLIKASI DAN TAWARAN

Layaknya algoritma job seeker yang biasa saya gunakan, brute-force, saya menyiapkan CV dan mengirimkan ke sebanyak mungkin open vacancy yang ada, still brute-force nya yang sekarang beda dengan pas saat saya baru lulus aka freshgraduate, sekarang dipakai juga algoritma filter. So before applying to certain startup companies, I still did the due diligence berdasarkan parameter-paramater di atas. Jika tidak salah ada sekitar 4 startup yang saya sempet daftar saat itu. Ada startup yang sudah besar, tapi memang kebanyakan saya daftarnya di startup yang cukup early to medium stage. Saya prefer ga menyebutin nama startup yang saya apply hehe, kalo mau tau detail boleh ngobrol langsung saja.

Ada beberapa respond panggilan interview waktu itu, dan tipikal startup biasanya langsung ketemu petingginya bahkan saya sempet ketemu sekelas VP dan bahkan CEO or CTO dari startupnya langsung. But emang belum jodoh, ada beberapa memang saya kurang cocok, dalam sisi role, business model startupnya (learning kedepannya kemungkinan kurang) dan salary hehe. Bahkan sampai di satu sisi, saya memutuskan lebih baik untuk stay setahun lagi di NTT Data. Toh proyek yang saya akan kerjakan juga sebenernya menarik, karena at least saya akan belajar dari sisi operational expansion.

Sampai satu hari random di bulan Januari, ada satu anak baru yang baru join di NTT Data, dia sebelumnya kerja di Halodoc, nawarin ke saya, katanya startup di tempat temennya kerja lagi nyari product management role. Nama startupnya FinAccel. I really had no idea and that was the first time I heard that name. Dan setelah exploring internet ternyata startup ini bergerak di bidang fintech. Dan sebenernya saya juga saat itu masih awam di dunia perfintechan, tapi dari hasil research, ada kemungkinan bisnis fintech ini akan memegang ranah penting di dunia per startup an or technology company in the future. Then I directly submit my CV there, and if I’m not mistaken, selang satu hari setelah submit, saya langsung diminta ketemu one on one interview dengan CEOnya, Akshay Garg

FINTECH WORLD

Siang teriknya Matahari Jakarta menjadi saksi perjalanan saya ke kantor FinAccel di Rukan permata senayan. Saat itu karena di NTT Data sedang fase idle -tidak terlalu banyak kerjaan- jadi memungkinkan saya bisa izin pas makan siang. As soon as after finishing lunch, saya langsung segera pesen Gojek dan berangkatlah saya ke Rukan Senayan tanpa membawa apapun, karena Akshay CEO nya juga hanya meminta ketemu saja in person.

Sampai di depan rukonya saya langsung menekan tombol bel. Kala itu bener-bener seperti ruko biasa, sama sekali tidak ada ciri kantor startupnya sama sekali, seperti di youtube yang banyak cat, mural, meja pingpong, gaming room dll. Tidak beberapa lama saya menunggu di lobinya, yang hanya ada satu buah sofa, datanglah sesosok orang berkontur wajah India, berkepala botak, sudah cukup berumur, berkemeja dan langsung menyalamin saya.

“You are Afif? Lets go talk outside in the café, our meeting rooms are full for today”

Bahasa Inggrisnya beraksen normal, yah setidaknya I know Indian Aksen from Big Bang theory Rajesh, dan Akshay gaya bicaranya tidak seperti Raj di Big Bang Theory, which was almost like states accent. Dan ternyata benar, setelah kenal lama, Akshay memang lahir di India, tapi dia besar di US, bahkan dia mengakui aksen Bahasa India dia aneh.

Duduklah kami berdua di café, one on one and face to face. Kami berdua memesan minum dan hampir tidak seperti interview kerja pada umumnya, melainkan lebih seperti ngobrol biasa. Dia bertanya tentang my background, dimana saya kuliah, experience selama di kampus dll. Kemudia dia meminta saya cerita kerjaan saya selama setahun kebelakang di NTT Data. Waktu itu cukup beruntung, NTT Data di Amerika, sekitar bulan November 2016, baru mengakuisisi salah satu part of services DELL, dan dimedia diberitakan cukup besar, sehingga image perusahaan sedang baik-baiknya, dan dia sangat impress dengan perusahaan tersebut. Saya normal menceritakan apa adanya, semua proyek yang pernah saya kerjakan, key learning points, dan betapa passion saya bekerja di bidang teknologi. Dia semakin impress dan secara langsung menawarkan saya untuk bergabung ke FinAccel, immediately and as soon as possible. Lol.

Saya agak shock aja, dan jujur saya bilang I have such no idea at all aka totally blind di bidang fintech. Bener-bener baru baca-baca dikit, dan memang tidak ada background finance sama sekali. But he makes sure, yang penting ada keinginan untuk belajar, that’s more than enough. Kemudian dia meyakinkan lagi, ala-ala Steve Jobs sedang merekrut John Sculley #lol, FinAccel akan mejadi fintech player terbesar di Asia, and our first move is we’re gonna disrupt financing industry in Indonesia.

Dia bilang juga FinAccel sekarang sangat Lean team, dia lebih prefer timnya kecil tapi diisi A+ team, dibanding gemuk tapi banyak yang mediocre. Dia juga menceritakan, baru beberapa hari yang lalu senior saya di IF ITB baru join setelah dia selesai master di Belanda. Engineer-engineernya juga para eks-traveloka, gojek, dll yang sudah super experience. Dia menceritakan juga FinAccel ini founded by 3 orang, yang semuanya memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing.

Dia cerita sedikit tentang dia, sempat bekerja di Deloite sebelum membuat his own company name Comly Media, dan berhasil exit dengan diakuisisi Axiata Malaysia. Umang Rustagi, as COO FinAccel, dia eks-McKinsey yang memang spesialis di financial industry. Alie Tan, the CTO, belasan tahun experience dan sempet founded company juga waktu itu dengan teknologi Black Berry. Dan FinAccel sekarang punya CDO juga, atau Chief Data Officer, dari Swiss, bernama Andreas Granstorm, Chalmer University eks-data scientist di Skyscanner. WOW!

That’s my first thought after hearing his team. Really an A+ team. Kemudian dia juga menjelaskan role saat ini yang sedang dia butuhkan di product management role, which is so match with my goal. Bahkan dia menelpon CTO nya langsung, Alie, diminta datang ke café to join us. Beberapa menit kemudian, Alie turun dan duduklah bertiga kami di café tersebut, I was in the middle of two amazing C-level of the company. Alie menjelaskan sedikit culture di tim teknologinya, dan dia membutuhkan product manager yang bisa melihat dari sisi bisnis dan teknologi. Dia menjelaskan how his tech team currently works, dan gambaran pekerjaan saya kedepannya. I don’t talk that much actually, dan saya sebenernya belum bilang Iya, tapi mereka sungguh serius rekruting seakan-akan besok saya sudah harus join.

Terakhir Akshay bertanya proposed salary, dan saya menyebutkan random X% lebih tinggi dari current salary, random banget itu karena saya juga ga mempersiapkan langsung membahas salary, dan angka yang saya sebutkan cukup threshold atas untuk saya yang baru pengalaman setahun, dan gamblang dia langsung merespon. Yeah, I think that’s still okay, we’ll talk more detail later! And also I can give you stock option as well. Dan ditutup dengan

“So when you can join??”

FINTECH AND THE FUTURE

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya benar-benar cukup blind dari sisi financial industry. My background is engineering, dan selama bekerja di NTT Data, saya sempet terlibat di minor project perbankan & microfinance, tapi tidak masuk terlalu deeper mempelajari bisnis modelnya. Alhasil, sepulangnya dari interview dengan Akshay, saya langsung semalaman fully research terhadap financial industry, khususnya di financial technology atau fintech.

Fintech di awal tahun 2017 mulai booming-boomingnya, terutama dari sisi payment, Peer to Peer lending, investment, dll. Terutama gojek yang mulai masuk dengan Go Pay nya, begitu juga Grab dengan Grab pay, atau pemain yang sudah cukup lama seperti Doku. Kemudian ada juga yang bergerak dari sisi P2P seperti Investree, Modalku, Pinjam, dsb. Bahkan startup-startup ecommerce besar mulai mengembangkan fintech nya sendiri seperti Tokopedia dengan Tokocash nya, Bukalapak dengan Bukadompet dan Bukareksa, begitu juga Traveloka yang mulai masuk ke ranah credit financing untuk pembayaran tiket pesawat.

Setelah semalaman dan beberapa hari research, saya menyimpulkan, Financial Technology atau Fintech akan memegang peranan penting dalam perkembangan teknologi di masa depan. Every payment would shift to digital, and the world will aware with cashless society. Sistem keuangan konvensional akan sedikit demi sedikit ditinggalkan. Dengan tingkat akses ke internet dan smartphone yang sangat massive pertumbuhannya, pembayaran sekarang bisa dengan hanya mengklik beberap tombol dalam genggaman tangan.

Fintech will significantly shape the future

Bahkan bisa dibilang fintech akan menjadi foundation untuk bisnis apapun. Sistem pembayaran merupakan tonggak utama penyokong bisnis, untuk bisnis model apapun. Ecommerce, real sector, manufacture, B2B business, bahkan bisnis konvesional seperti Kuliner, Fashion, dll harus memiliki sistem pembayaran yang kokoh untuk mencapai tahap sustainability dan scalability yang massive. Financial literacy juga harus dimiliki untuk setiap entrepreneur, bahkan bisa dibilang setiap individu terutama dalam negara berkembang agar bisa tumbuh secara exponensial. Financial inclusion harus segera disebarluaskan. Akses to capital juga harus bisa menyebar tidak hanya untuk segelintir orang di kalangan atas which is the nature of capitalism.

Finally after such a long research and browsing, I decided it’s gonna be worth so much to join fintech startup and learn about financial industry, especially as self-investment to support my long term goal to build company in the future. Bismillah.

KONTROVERSIAL DAN RANAH ABU-ABU

Secara opportunity, industrial learning, even salary, FinAccel benar-benar sesuai dengan parameter tempat saya target pindah dan merupakan tempat yang sangat tepat untuk mempelajari financial industry. Dimulai dari Foundersnya yang highly experience, backed investors yang firm dan stage startup yang masih early sehingga range of exploration masih sangat luas.

BUT -always there’s a but in such big opportunity- Fintech is actually a grey area, dan FinAccel secara bisnis model cukup kontroversial dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. FinAccel is multiproduct startup, dan product pertama dan utama nya bernama Kredivo, atau digital credit card. Sederhananya, Kredivo ini adalah sistem pembayaran sama persis dengan kartu kredit namun spesialisasi digunakan untuk pembayaran di ecommerce. I could say dengan saya bekerja di FinAccel sama dengan saya bekerja di bank.

Intermezzo, saya salah satu orang yang memegang prinsip bahwa orang-orang Islam yang sholeh dan paham muamalah harus terjun di dunia perbankan, karena itu yang mengendalikan sistem ekonomi di dunia. Bahkan sebisa mungkin beberapa orang Islam harus bermain di Worldbank, wallstreet, central bank dll dengan tujuan untuk sedikit demi sedikit mempelajari sistemnya dan jika memungkinkan mengubahnya. Makanya saya sangat menyayangkan jika justru orang-orang islam sendiri yang mendiskreditkan orang-orang yang berjuang menegakkan perbankan Syariah. Orang-orang yang dengan gampang nya mencemooh “sistem syariah hanyalah kedok”, padahal mereka tidak tahu betapa sulitnya memperjuangkan sistem islam ini ditengah derasnya sistem kapitalisme yang pernuh riba dan menjadi sistem ekonomi dunia saat ini. Ekonomi juga harus diperjuangkan dan my opnion itu salah satu jihad di era sekarang. Allahualam

Back to FinAccel, bedanya FinAccel dengan bank adalah disini digunakan sistem credit scoring yang innovational dengan memanfaatkan teknologi digital, big data dan machine learning algorithm. Simplifkasi, jika ada seseorang yang HPnya merupakan Samsung Galaxy S8, dari GPS terdeteksi dia sedang berada di Pacific Place, kemudian didalam HPnya terinstall berbagai macam aplikasi ecommerce, secara sederhana dapat kita katakan orang tersebut credit worthy, tanpa harus survey rumahnya, kantornya, interview dll. That’s how machine learning credit scoring algorithm works.

That’s the simple concept, tapi jika In detail conceptnya kita akan menggunakan million data of users to do credit scoring. Personal data, digital data, ecommerce transaction history, banking history, SMS, email, and billions binaries data that users have as digital footprints. Itu mengapa FinAccel menjadi salah satu startup di Indonesia yang memiliki storage terbesar di Amazon Web Service, padahal ukuran perusahaannya masih sangat kecil. Ditambah lagi FinAcceli ini memang spesialisasi untuk pembayaran ecommerce, sehingga secara tidak langsung saya juga bisa mempelajari ecommerce industry.

Jika disimpulkan learning opportunity dengan saya join di FinAccel, secara business view saya dapat mempelajari including but not limited to: Financial Industry, sistem perbankan, credit scoring, ecommerce industry dan juga financial payment system. Dan secara technical view saya dapat mempelajari: big data, data infrastructure, data query, machine learning application dan product development. Such a big fish to catch.

KONSULTASI DENGAN USTADZ

Secara hati, saya sebenernya sangat tidak ingin masuk ke ranah abu-abu tersebut. Bahkan di satu sisi ingin rasanya diri ini hanya menjadi karyawan di perusahaan biasa, mendapat gaji halal, hidup bahagia dengan keluarga dan bisa beribadah dengan leluasa. Namun di sisi yang lain ingin juga mencoba mencari ranah kontribusi terhadap islam terutama di ranah strategis yang mencakup hidup orang banyak.

Karena, bagi sebagian orang, termasuk saya, mungkin cukup mudah untuk menghindari riba. Misal jika asuransi bahkan BPJS di claim riba. Well okay, saya ada penghasilan tetap setiap bulan dan ada tabungan, jadi tidak begitu memerlukan asuransi. Tapi bagaimana dengan orang-orang kebanyakan disana yang penghasilannya jauh di bawah UMR. Mereka punya anak dan sakit membutuhkan biaya besar. Bagaimana solusinya untuk mereka? Ranah-ranah strategis ini bagi individu yang beruntung, punya orang tua berkecukupan, penghasilan stabil, tidak ada masalah menghindari demi tidak terkena riba. Tapi apakah banyak orang seberuntung itu?

Atau yang lebih general, kita tidak ingin memiliki kartu kredit karena sama saja dengan sepakat dengan ribanya. Disisi lain, karena sistem pembayaran global dikuasai oleh VISA, mastercard dan sejenisnya, kemudian kita membutuhkan kartu kredit untuk pembayaran internasional, dan karena enggan memiliki kartu kredit, kita meminjam dengan teman, yang mungkin sesama muslim, untuk memakai kartu kredit. What do you think? Itu subjectively, my humble opinion, seakan-akan kita menggunakan teman tersebut, saudara sendiri sesama muslim, hanya sebagai media, terserah toh dia yang menyetujui agreement dengan kartu kredit, dan dia yang punya, saya hanya memakai, yang penting saya terhindar dari riba. That’s not cool right? Allahualam. Ilmu agama saya juga masih rendah. Tolong diambil yang baiknya saja.

Back to topic, akhirnya berkonsultasilah saya dengan beberapa teman dan meminta pendapat mereka terkait tawaran dan kesempatan untuk bekerja di FinAccel. Mayoritas mereka semuanya kontra dengan saya pindah ke sana. Tapi ada beberapa minoritas teman yang justru mendukung. Waktu itu saya ingat, saya sempat meng-email sebanyak mungkin ustad yang alamat email/kontaknya ada di internet. Tapi nihil tidak ada satupun balasan dan jawaban. Kemudian sempat juga menghubungi Muzammil, waktu itu karena dia adik kelas, jadi dibalas japrian saya untuk minta nomor Ustad Hanan Ataqi. Setelah dapat nomor Ustad Hanan, dan mengirim pertanyaan dan butuh saran beliau, tapi hanya terkirim saja, tidak di read. Karena waktu itu Ustad Hanan juga sedang menunaikan Umrah jika tidak salah, sehingga mungkin tidak memiliki waktu untuk membalas pesan saya. Hampir putus asa, dan karena banyak yang kontra, akhirnya memutuskan untuk melepas kesempatan tersebut dan tetap stay di NTT Data.

Namun, setitik cahaya datang dari salah satu teman saya yang menanyakan masalah ini ke Ustad Setiawan Budi Utomo, Dewan Penasihat OJK, yang kebetulan dia ada koneksi disana. Berikut profile nya saya copy dari dakwatuna.com

Dr. Setiawan Budi Utomo adalah Alumnus terbaik Fakultas Syariah Madinah Islamic University, Arab Saudi. Saat ini aktif sebagai Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Ketua Tim Akuntansi Zakat, anggota Komite Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Anggota Tim Koordinasi Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dalam Valas, Anggota Tetap Tim Ahli Syariah Emisi Sukuk (Obligasi Syariah), Dewan Pakar Ikatan Ahli Ekonomi Syariah (IAEI), Dewan Pakar Shariah Economic and Banking Institute (SEBI), Anggota Tim Kajian Tafsir Tematik Lajnah Pentashih Al-Quran Depag, Dosen Pasca Sarjana dan Pengasuh Tetap Fikih Aktual Jaringan Trijaya FM, Pegiat Ekonomi Syariah dan Referensi Fikih Kontemporer Indonesia. Penulis juga merupakan salah satu peneliti di Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI).

Jadi at least saya sudah berusaha untuk menghubungi banyak ustad. Karena setidaknya jika nanti di akhirat ditanyakan pertanggung jawaban, saya memiliki backup pendapat dari ustad, bukan hanya keputusan pribadi.

Jawaban Ustadz SBU ini cukup mengejutkan. Saya lupa membackup chat secara harafiah nya, tapi kurang lebih seperti ini. Semoga sesuai dengan apa yang di chat dulu:

“Ambil saja kesempatan itu. Belajar yang banyak dari sana, terlepas apakah Ilmu tersebut dapat diimplementasikan atau tidak kedepannya. Tapi niatkan saja untuk belajar. Jangankan bekerja di startup, bekerja di bank konvensional saja dibolehkan. TAPI tidak untuk berniat menjadikan itu profesi karir dan sumber utama penghasilan jangka panjang. Berikan batas waktu bekerja disana dan pelajari banyak hal dari sana. Apalagi startup, yang dana utama-nya masih full dari Investor, belum dari keuntungan bisnisnya, termasuk untuk gaji karyawan. Jadi dibolehkan dan ambil saja.”  

Entah mengapa dengan chat tersebut, langsung memutarbalikan keraguan saya, dan membulatkan tekad untuk pindah. Istikharah tentunya terus saya lakukan sebelum mengambil keputusan dan setelah memutuskan, supaya bisa lebih dikuatkan dan diberikan jalan terbaik.

Yang saya tau juga dari teman, jika di Turki, jika ada sepuluh ulama, 9 mengatakan tidak boleh dan 1 boleh, maka orang-orang mengikuti dan menghargai yang 1. Berbeda dengan Indonesia, 9 ulama mengatakan boleh, 1 ulama mengatakan tidak, langsung seakan-akan, semua orang mencomooh yang tidak boleh.

Sebenarnya masih rada takut bagaimana jika saya meninggal ketika bekerja di sana? Kemudian apakah saya termasuk orang yang di dalam Al-Quran yang membantu dalam hal keburukan? Apakah saya juga menjadi salah satu pelaku Riba? Banyak kekhawatiran sebenarnya, tapi Bismillah, Allah pasti Mengetahui niat dan kondisi hambaNya. Selama yakin Allah masih Bersama saya, I more than believe to move forward.

Dan terbukti Alhamdulillah, Allah mempermudah jalannya, yaitu saya yang awalnya berniat stay maksimal di sana 1 tahun, dan dalam 6 bulan saya sudah mengajukan resign dan ada rezeki untuk ke startup lain, dengan kondisi lebih dari cukup pembelajaran yang saya dapat. Kemudian, saya juga niatkan untuk belajar dan menyerap sebanyak mungkin ilmu terkait industry keuangan dari perusahaan, jadi bukan untuk menolong dalam keburukan. Dan Alhamdulillah, ilmu tersebut ternyata bisa saya terapkan untuk membantu startup teman membuat Fintech berbasis Syariah di 2018. Detailnya akan saya jelaskan di chapter selanjutnya. Dan terkait kerjaan Alhamdulillah, saya lebih in charge di product development dan juga data analysis, jadi seharusnya tidak termasuk yang memberi, menerima ataupun mencatat transaksi. Dan gaji in syaa Allah masih full dari uang investor VC yang membacked FinAccel bukan dari keuntungan riba, karena burning money nya juga masih gila-gilaan. Terkesan pembenaran, tapi semoga Allah bisa menerima itu Aamiin. Karena saya benar-benar tidak ingin menukar dunia yang sementara ini dengan akhirat yang abadi.

Intinya hidup itu adalah pilihan dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya.

Saya tidak tahu apakah jalan yang saya ambil ini benar atau tidak. Namun selama yakin Allah akan Bersama hamba-hambaNya yang berjuang dan diniatkan untuk berkontribusi terhadap islam, in syaa Allah, saya akan tetap mencoba maju dan berjuang, dengan senantiasa selalu beristighfar dan meminta selalu bimbinganNya. Karena, sekali lagi, adalah fakta bahwa dunia ini hanyalah sementara, sehingga tiada guna jika kita memperjuangkan sesuatu yang fana dan sementara untuk sesuatu yang abadi dan jelas kekelannya. Allahualam.

LAST DAY

Sekitar Februari awal 2017, akhirnya saya resmi resign dari NTT Data, dan tanpa jeda sedikitpun, jika tidak salah, waktu itu last day saya hari jumat, kemudian first day di FinAccel hari senin, jadi benar-benar tidak ada waktu kosong di masa transisi perusahaan tersebut.

Flashback sedikit di hari terakhir saya, I bought many boxes of Pizza for all NTT Data employees. This company had built my business foundation, and I made many friends here. Even Minggu-minggu awal setelah resign, saya masih ikut main futsal Bersama mereka. My last days full of smile & prayers from all of my colleagues in NTT Data, mereka mendoakan semoga bisa sukses di karir saya selanjutnya. Aamiin, thanks guys. Bos besar saya, sebelum resign, mengajak one on one meeting in person, untuk menyayangkan keputusan saya. He prefered me to stay a bit longer, but I’d been firmed with my decision, dan akhirnya dia merestui kepergian saya and wish me the best for next journey. He said, He’ll be so opened to talk even after I leave company, and yes I’d be delight to. Lastly I emailed to all id@nttdata.com, to say thanks for every learnings I got and mistakes I made, I wish them the best, and I hope to still keep contact with my personal numbers. Dan selesai semuanya, I packed my stuffs, dan saya pulang ke kosan dengan happy ending. Alhamdulillah.[]

To be continued….

Prague Solo Backpack – One Day Journey

It was so exciting. Prague was tremendously beautiful. I love the city, the architecture, the landscape, and particularly the view from the top of its castle and the hills.

DSC_0153

It’d been ‘oke oce’ since 2 years ago lol

This journey was a bit audacious one to be honest, due to lack of remaining days after the internship I had, that made me race against time in one day. I had the itinerary, but I must be strict with the time. If in case I’d ran out of time while backpacking I might have missed the bus to Berlin. And If I’d missed the bus to Berlin I would have missed the plane to Indonesia in the day after. Ran out of cash. No ticket to back. The visa expired. Deported.

Alhamdulillah it never happened.

Anyway, the incipience of this post was because I just found simple and cool video editor in Mac and randomly edited my (let’s say) vlog while doing solo backpack Journey in Prague, Czech Republic 2 years ago. Well vlogging was not really popular at that time. It is today, attested by abundant vlogging-type videos by so called Millennials. So I just combined some short random ‘shakky’ videos from my DSLR gallery, and created these three parts of the Journey. So most the stories would be told by these three clips

Prague was my final city of this solo backpacking journey in the end of intern, after Vienna and Budapest. Despite of one day, and having the tight time so I didn’t have the chance to enjoy Prague in the night, it was such an unforgettably amazing journey to experience this city.

That’s why I truly wish I could be able to come back here again to more enjoy the city without time boundary someday. And indeed not alone. Lol. Allahumma amiin.[]

Budapest Hungary, Full Journey

Finally uploaded. At first I really wanted to compile the rest of all countries I ever visited in Europe. But while trying to collect all the Budapest videos, it was already more than 10 minutes. Lol. So just decided for this episode #3 of my journey, will be full adventure stories in Budapest. Check it out! x)

ps: so sorry for shaking video haha, amateur and “still alone” nikongraphy lol.[]

Random Journey in Brussels – Part 1

A journey without planning. That’s a short clause which describes what I did in Brussels. Ditengah hening nya Gare Du Central saya duduk di depan starbucks sembari mengecas batere kamera & iPhone, menunggu jam departure bus saya untuk kembali ke hamburg.

What a day. Brussels was sooo amazing. It becomes the third rank in my favorite city in Europe after Paris and Hamburg (at least until now). Berangkat jam 10 pagi dari Paris menggunakan flixbus saya sampai di Gare du Nord (North Station) Brussels pukul 14.00.

The worst thing was I could not find any wifi!! So, really no idea what to do and how to contact my friend. Yap saya punya teman yg sedang mengambil master di Leuven. Kita janjian di Gare du Nord pukul 2. But you know right, Gare du Nord is one of the biggest stations in Brussels. It’s so big. Dan sebelum berangkat ke Paris saya & teman saya belum menentukan dimana lokasi detail untuk ketemu, karena saya mengira akan ada wifi at least di mcD atau starbucks, but no wifi at all. A bit panic, I wandered around the stations, to find the metro map. My only idea was to go out to the city and find wifi. Otherwise no idea to find him in such a big station.

But before going out, I was really hungry since I hadn’t eaten lunch at all. I got to save some euro since I lost it so much due to my bus miss-incident in Paris before. I went to Express store and bought an instant waffle (well it’s Belgium anyway), hazelnut snicker and 1 L box juice (for vitamin needs). It cost around 4 euro

After that I went back to in front of information office to find place for eating. Then the magical event happened. Someone suddenly came to me and shouted:

“Kok dengan lo janjian random banget sih. Gw telpon2 line ga masuk. Gw hampir mau ke Gare du Central”

Saya langsung menjerit (volume medium)

“Akbaarrr!!!!” I directly jumped to him and said “OMG, gimana ceritanya lo nemuin gw?? ThankGod. Emg random banget sih tadi. Gw ga jelas bgt harus ngapain dan gimana nemuin lo di stasiun seluas ini. Terus tiba2 lo muncul. Gilaa!! Alhamdulillah. Haha. Gimana ceritanya lo nemuin gw?”

“Mana gw tau. Tadi gw telpon2 line lo ga nyambung2, jadinya gw mutusin mau ke Gare du Central, tapi pas ke bawah keretanya gaada, jadinya ke atas lagi buat liat jadwal. Terus tiba2 ada lo disini.

“Serius laah!!! Haha Random pisan. Tapi Alhamdulillah gw seneng pisan ketemu maneh wkwk”

Well I didnt know what happened. But I believed it was God’s help. Akbar langsung bilang

“Lo ga jelas bgt sih tiba2 ke Brussels. Ko bisa?”

“Gw dari Paris dan miss bus ke Hamburg. Akhirnya random daripada naik bus direct Paris hamburg ntar malem. Mending gw transit ke brussels dulu, jalan2 sehari. Harganya beda 4 euro. Dan jam sampe nya sama. Haha”

In short I told him the story behind a bit miss-bus incident di paris yang sekaligus juga mengantarkan gw ke Brussels.[]

DSC_0557

In front of atomium with my friend Akbar

Itu tadi part I. Btw ini gw nulisnya realtime di iPhone ya, di starbucks, dan beneran lagi nganggur nunggu bus balik ke Hamburg lol. Dan gw sekarang mau keluar dari Gare du Central dulu buat ngeliat Grand Palace Brussels di malam hari yang katanya benar-benar indah dan megah. Waktu isya juga sudah masuk menandakan harus segera mencari tempat buat sholat. Dunno where it is. But maybe in somewhere in the corner, emergency stairs or something. Lets see. Well see you in the next writing from Brussels

22:10 August 25th 2015
Gare du central, Brussels, Belgium

Eiffel in Love

Rintikan hujan menimbulkan suara indah di atap apartemen teman saya, tempat saya tinggal selama di Paris. Yap paris hari ini mendung. Namun entah sengaja atau tidak siang nya dia memberikan kehangatan cahaya matahari kembali. Seakan-akan memberikan saya sapaan suara hujan untuk di dengar di pagi hari, kemudian membukakan jalur kehangatan untuk saya bisa berjalan menikmati kemegahannya di siang hari

Hari ini hari terakhir saya di Paris sebelum kembali ke Hamburg, guna kembali menunaikan amanah sesungguhnya bekerja dengan mesin dan coding dalam satu proyek kecil di DESY. Paris benar-benar indah. Semuanya memenuhi ekspektasi saya seblum berangkat kesini. Well its not good actually if we have high expectation on something, unless we can be disappointed. But for Paris I won’t follow that advise. I want to expect as high possible as I can. And you know Paris has answered all of them, he never disappoints me.

Keindahan eiffel tower dari segala sisi juga keragaman waktu. Baik itu dari dekat, sisi kanan, kiri, bawah ataupun dari kejauhan. Ketika pagi, siang, matahari terbenam hingga gelap malam. Semuanya indah. If she was a woman, I had fallen in love in the second of the first sight.

***

Saya ingat ketika pertama kali teman saya mengantar saya melihat eiffel. Sebelumnya sepintas diaroma tower tersebut sempat terlihat ketika saya naik Uber dari bus station ke apartemen teman saya yg sangat dekat dengan eiffel. Puncak menara itu, warna itu, kemegahan itu, semua sempat terlihat dalam hitungan detik dari jendela mobil Uber merci yang saya naiki. Saya pun sempat melihat dari kejauhan, dari jalan dekat apartemen teman saya. And you know what I felt at that time, I incredibly couldn’t wait to face it directly with my eyes.

Then the time had came. Teman SMA saya yg satu lagi, perempuan, yg kuliah S1 di paris akhirnya datang untuk mengantar saya berkeliling paris. Kita berjalan dari apartemen melangkah menuju metro. Adrenaline atau apapun nama enzim yg ada di tubuh saya memicu degup jantung tanda ingin segera melihat menara listrik tertinggi itu secara langsung. Tanda bahwa, yg sebelumnya saya hanya bisa melihat dia dalam gambar 2D ataupun film-film yg pernah saya tonton, sekarang saya visa menyentuhnya, juga menangkapnya dalam latar belakang dengan lensa kamera. Alhamdulillah

Detik2 itu berjalan sangat cepat. Kita berjalan menuju stasiun Metro Charles Michaels, stasiun terdekat apartemen teman saya. Saat weekend terdapat tiket murah seharga 3 euro untuk seharian melintasi zona 1-3 Paris. Saya pun memesannya dari mesin otomatis. Metro yg kita naiki melaju dengan suara gesekan rel yg cukup keras, menimbulkan desing bising bagi siapapun yang berdiri di samping kereta. Kita hanya transit satu kali untuk menuju eiffel. Setelah turun di stasiun terdekat bernama Trocadéro, kita berjalan menuju sortie /exit untuk keluar dari stasiun.

Teringat langkah kaki kami yg berjalan dengan ritme yg sedikit cepat. Tergabung indah dalam derap langkah turis lain yg juga tidak sabar ingin melihat eiffel dari dekat. Langkah kita percepat, sinar matahari masuk ke dalam pintu exit metro.

At first I didn’t see any tower. My friends said

“So where’s the tower fif?”
“I dont know. We are in right place arent we?”
“Haha” she was laughing “just keep walking”

Then we walked more steps ahead with a big building in the right side of me. And finally those seconds came, we passed the building dan saya menolehkan kepala saya ke arah kiri

“Thats Eiffel!!!” I scream

Menara megah itu berdiri di hadapan dua mata saya. Tinggi menjulang dengan araitektur besi indah yang sangat mendetail menjadikan dia satu-satu nya pusat perhatian dari kejauhan. Bentuk itu, kelokan sudut itu, semuanya sesuai dengan apa yang sebelumnya saya bayangkan dari gambar ataupun film.

Langkah pun saya percepat. Tutup depan lensa Nikon saya buka. Aparture, shutter speed, ISO diseauaikan dan telunjuk saya menekan pertama kali dalam gambar sosok eiffel yg sebenarnya. Ckrek. Ckrek. Disambung dengan runtutan jepretan lainnya dari berbagai zoom dan angle. Landscape dan juga potrait. Dengan foreground keramaian turis hingga air mancur yang ada di depannya. Semua saya ambil seakan-akan tidak memperdulilkan sisa memori yang ada di dalam kamera.

Teman saya yg sudah 4 tahun disini hanya diam dan memperhatikan tingkah aneh kegembiraan saya. How could? Its one of my life dreams to come to this city. Kamera pun saya berikan kepada dia tanda ingin menjadikan eiffel sebagai background foto saya.

Kita berjalan menuruni tangga menangkap gambar eiffel dan saya dari berbagai sudut. Air mancur yang menembakan air secara kuat di kolam depan eiffel pun tidak kalah megahnya. Turis-turis berlalu lalang dengan kamera nya masing2. Beberapa juga ada yg berjemur dintengah teriknya summer. Dan ada juga yang merendamkan kaki di kolam sambil duduk di pinggiran menikmati pemadangan menara dan kota Paris. Anak-anak juga tidak mau kalah. Mereka sengaja membawa baju renang untuk bermain di kolam dangkal yang ada di depan air mancur. Sungguh indah waktu itu.

***

Kita berjalan menuju bawah eiffel. Mulut saya masih terbuka, ternganga akan indahnya menara ini. Teksture besi yang rumit yg semakin jelas terlihat dengan jarak saya dan menara itu yg hanya 1 meter. Hingga betapa besar dan megahnya menjulang ke atas menjadi icon dari kota Paris. Disini peraturannya tidak boleh ada satupun gedung yang lebih tinggi dari eiffel. Thats how Paris honors this tower

Di sisi satunya, di belakang eiffel, rumput terbentang panjang untuk para turis dan warga lokal piknik atau sekedar duduk bercanda gurau. Beberapa rumput sudah gundul karena saking banyaknya turis yg datang dan menginjak mereka. Namun jika kita berjalan lebih ke belakang lagi rumput indah hijau masih terbentang luas. Spot terbaik untuk duduk, membuka buku dan mengikuti alur kata ditemani cold chocolate dan sepotong cheesecake di tengah panasnya summer sambil memandangi eiffel tower.

DSC_0988

Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah sudah memberikan kesempatan saya kesini. Ke bumi Mu di sisi yang lain. In fact Its all Yours. I incredibly thank You for all given chance for me till today.

One thing I missed. I dont have “you” here. Yes you whose the name had been written beside my name. If given chance I promise I will bring you here. Enjoy the moment of sitting peacefully, forgetting the time, ignoring the crowd, to just enjoy the time together, in front of the eiffel tower. InsyaAllah[]

Paris, 24 agustus 2015
Muhammad Afif Izzatullah

Muslim Traveler Series Episode 1: Jeju-Do Backpack (I)

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya… (67:15)

Video pertama dari Muslim Traveler Series. Rencana mau dicoba dibuat video per episode gitu selama traveling ke tempat baru, yaitu bumi Allah di sisi lain. Ciri utama we are traveler and we are muslims. Semoga bisa membuat dokumentasi selanjutnya. Aamiin