2017 Journey: Part I

Learning in life is as indispensable as breathing in running. As my wordpress title, I realized Life is truly series of learning. Dan Islam mengokohkan itu dalam Hadits Rosulullah SAW, yaitu bagi siapapun yang menuntut ilmu, akan dipermudah jalannya oleh Allah menuju surga. Pergantian tahun menjadi salah satu titik refleksi dalam koordinat kartesius hidup, untuk melihat sejauh apa kita belajar dan berkembang dari tahun sebelumnya. Apakah kurva perjalanan kita linear sesuai dengan garis asymptot ideal yang dituju, atau justru berbelok tanda ada yang harus dievaluasi. Salah satu metode refleksi yang biasa saya gunakan, adalah dengan menuliskan milestone perjanalan dalam satu tahun belakang dalam bentuk tulisan.

I really want to make it routine in annual basis to be honest, but to make such commitment is not that easy, yet at least writing in some years is much better than writing nothing at all. Kebetulan sedang ada mood nulis, and here it is, my 2017 Journey. Sebenarnya ada sebagian cerita di tahun 2016 sebagai pembukaan, but mostly core nya di 2017. Saya coba iseng nulis targetnya tidak terlalu Panjang, but once I have mood to write its hard to stop, alhasil sekarang jadi berhalaman-halaman lol. Hence, I will try to parse this story into some parts in order not to make this boring for the readers (if any) and skip some important parts.

Lol, so long opening. So let’s just begin to surf in my 2017 Journey.

hand-playing-with-toy-plane_1252-549

A DYNAMIC YEAR

Tahun 2017 merupakan tahun yang sangat dinamis, terutama dalam historis per-karir-an saya. Total 3 perusahaan saya pindah hanya dalam jangka waktu 1 tahun, yang secara per-HR-an itu sangat buruk dan menurunkan kredibilitas. Namun secara per-Milenial-an, itu dianggap sesuatu yang lumrah, toh teman-teman saya juga banyak melakukan hal yang sama.

Teringat dulu ketika matahari pagi pertama terbit dari Horizon, menandakan pergantian tahun, 1 Januari 2017. Saya masih bekerja sebagai Bisnis Analis Konsultan di NTT Data Indonesia. Jika tidak salah, saat itu saya baru menyelesaikan satu proyek Bersama dengan tim Everis, Spanyol dan Meksiko, dan menyisakan beberapa laporan yang harus dibuat di awal tahun. Proyek officially berakhir di Desember 2017, dan di Januari 2017 selayaknya perusahaan konsultan, terjadi masa transisi, saya harus menyelesaikan laporan-laporan akhir proyek, sembari transisi untuk ditransfer ke proyek lain.

Jujur saat itu, bekerja di NTT Data sungguh sangat berada di zona nyaman saya. Mulai dari gaji yang lebih dari cukup plus bonus ketika lembur. Tempat kosan saya di setiabudi, yang ke kantor hanya berjalan kaki sekitar 20 menit ke Wisma 46 BNI di Sudirman, which is tidak harus merasakan “neraka”-nya kemacetan Jakarta. Tempat makan dekat dan murah untuk ukuran Jakarta. Masjid dekat kosan tinggal jalan dan masjid di dekat kantor juga besar dan tinggal menyeberang, yang terkadang saya sempat tidur siang disana bada dzuhur. Lingkungan kerja juga sangat kondusif, and I made many friends there. Mulai dari yang seumuran sesama milenial, senior, hingga bapak Ibu yang sudah punya anak seumuran saya.

Dunia entertainment, aka hiburan dikala stress di kantor juga tidak terlalu jauh, mall Grand Indonesia tinggal jalan kaki dari kantor yang biasanya saya dengan teman hedon paska gajian ke café atau restoran mevvah, ala jomblo yang belum banyak memiliki tanggungan dan tuntutan tabungan. Atau biasanya ketika ada diskon-diskon musiman, kami bergegas mengagendakan untuk pulang lebih cepat agar tidak terlewat barang-barang bagus yang sekali lagi- diskonan. Nonton bioskop juga hampir setiap minggu tinggal jalan sekitar 5 menit dari kosan ke setiabudi one, yang dulu harganya masih sangat murah Cuma Rp 25,000. Ditambah lagi, ada fasilitas kolam renang, jaccuzi dan spa di tempat apartemen teman, jadi biasanya kami mengagendakan setiap kamis untuk renang disana sepulangnya dari kantor. Semuanya begitu indah dan nyaman, apalagi dengan carreer path yang jelas, terukur, dan poin-poin yang harus dicapai jelas sangat memungkinkan saya menghabiskan karir seumur hidup disana, apalagi ketika sudah berkeluarga, dengan work-life balance yang sangat seimbang disini sangat memungkinkan untuk hidup tenang, bahagia dan Sentosa, forever after.

BUT I have my own dream. Saya sempat menuliskannya di Dream Plan saya, salah satunya I want to build my own company.

Dan disaat yang bersamaan era startup teknologi mulai masuk di titik awal asimptot pendakian linear kurva e pangkat x, yang pertumbuhannya sangat eksponensial. Beberapa teman bahkan langsung menjadikan startup sebagai batu pijakan karir pertamanya. Ketika di pertengahan tahun 2016 pun saya tidak jarang browsing dan research tentang beberapa startup di internet, dan mulai muncul godaan-godaan awal untuk resign dan mencoba belajar dari perusahaan kecil menengah bernama startup.

SOME PROJECTS I WAS INVOLVED

Rencana untuk pindah perusahaan sebenarnya masih kecil, tapi sudah ada sejak pertengahan 2016. Karena saat itu saya masih terlibat di proyek seru, Hospital Market Research, sehingga rasa tersebut tidak lebih hanya sebatas pemantik kecil tanpa followup yang serius. Baru di akhir tahun 2016, setelah saya mendapat kabar paska proyek terakhir saya akan kembali di relokasikan ke proyek sebelumnya, rasa tersebut kembali membuncah dan bergebu-gebu.

For short info, saya ingin coba sharing disini juga, some big projecst I was involved in when I worked in NTT Data. And FYI di bulan-bulan awal saya sempat di rotasi ke beberapa business branches, mulai dari microfinance, HRMS, POS payment division, dll. Alhamdulillah, dari rotasi tersebut saya bisa belajar banyak secara helicopter view business model yang digunakan hingga technical surface dari masing-masing projects. Hingga akhirnya di pertengahan ke akhir bulan I ended up taking many big projects from Healthcare division. Salah satunya saya sempat terlibat di proyek Smart Cabinet Development, yang cukup menarik yaitu menggunakan Internet of Things (IoT) untuk rumah sakit, which is salah satu background mengapa saya di approach ke NTT Data adalah karena akan adanya proyek ini.

Di proyek smart cabinet ini saya terlibat end to end, mulai dari project initiation, veteran review boards (VRB), sedikit dilbatkan di financial planning, kemudian in charge utama di fully research and product development both its hardware and software. If I’m not mistaken, I worked in this project di sekitar bulan Juni – September 2016, which the responsibilities include but not limited to clients engagements, business requirements, system design, business process design, product development hingga implementation and operation di Pilot Project salah satu top referral Rumah Sakit di Jakarta. Serunya disini, saya bekerja sebagai business analyst, sehingga mentransformasikan business needs ke dalam bentuk technical solution. Dan karena IoT, disini sistem yang digunakan dan dibuat oleh teman-teman engineer menggunakan Raspberry Pi 3 sebagai core embedded system di Smart Cabinet nya, which is nostalgia, balikan lagi dengan mantan-mantan lama saat di Elektro ITB lol, meskipun sekarang I was not in charge details code that loving machine haha; dan juga web-based system for backend and frontend solution untuk company client dan juga rumah sakit.

This first phase of the project bisa dikatakan sukses dan saya belajar banyak hal dari sana. Setelah September karena operation team yang jalan, dan NTT Data on progress negotiation dengan client terkait project contract for expansion dsb, saya dialokasikan di proyek lain, yaitu market research di sekitar bulan Oktober – Desember 2016.

Untuk proyek market research ini juga cukup menarik. Jadi salah satu anak perusahaan NTT Data di Spanyol, ingin mencoba masuk ke market di Indonesia untuk Hospital Information System (HIS) software. Dan sebelum masuk tentunya harus dilakukan market research terlebih dahulu, untuk mengetahui iklim pasar di Indonesia, seberapa tinggi entry barrier nya, seberapa cost yang diperlukan untuk masuk, bagaimana flow di Rumah Sakit, apakah banyak custom atau tidak, bagaiamana regulasi dan tipe rumah sakit di Indonesia, dengan tujuan investment yang mungkin mencapai Triliunan dapat mendapatkan Return yang positif dan bisa mengambil pie market yang besar dari total market yang ada di Indonesia. I could say I helped Multinational Company Capitalist to grab domestic market in Indonesia, but well it was business as usual and I aimed to just professionally learn out of it. Dan saya juga baru tahu alokasi budget untuk konsultan pre-market entry research itu sangat besar, mereka berani menggolontorkan uang yang cukup gede, karena memang cukup krusial, lebih baik costly di awal, daripada membuat bad investment dan bakal loss besar di akhir.

Jadi disimplifikasi, market research ini secara garis besar terbagi atas ada dua hal, pertama data gathering di lapangan (which is rumah sakit yang kita sudah kerja sama) dan kedua research and creating report di office Wisma BNI 46, HQ dari NTT Data Indonesia. Jadi di akhir tahun 2016 saya banyak bolak-balik rumah sakit Jakarta untuk data gathering, dan menariknya saya belajar banyak terkait business flow di rumah sakit, interview dengan key persons, ketemu dengan banyak dokter (dokter tua tapi, sayangnya bukan dokter muda haha), research terkait teknologi yang digunakan di rumah sakit, dll. Well in general, Hospital is one type of Healthcare business, which is to make money, isn’t it? Saya saat itu bekerja sama dengan senior konsultan namanya Pak Faried, alumni UI, sudah punya anak. Dan kami berdua ditandemkan dengan konsultan asal Spanyol dan Meksiko, namanya Dierk dan Cyntia. Mereka bertiga meskipun umurnya jauh di atas saya, tapi sangat friendly, and we often spent times together exploring Jakarta, outside of work.

Setelah selesai core project di Desember 2016, saya masuk tahap idle, yaitu menyelesaikan seluruh sisa report proyek market research, dan tahap transisi ke proyek selanjutnya. Sebenarnya di Desember 2016, saya sudah mendapat kabar-kabar bahwa saya akan direlokasikan kembali ke proyek Smart Cabinet, untuk expansion tidak hanya di Jakarta, tapi ke berbagai kota di Indonesia, bahkan berbagai pulau di Indonesia. Saat ini sebenernya cukup dilemma, di satu sisi saya bisa belajar banyak hal lagi terkait operational expansion, di sisi lain, saya dengan tipe ENTP ada rasa bosan kembali ke proyek yang sama. Sehingga benih-benih untuk resign dan pindah ke startup yang sempat tersemai, mulai kembali tumbuh dan cukup membesar.

PLANNING FOR LEAP OF FAITH TO JUMP TO STARTUP SHIP

Timing transisi dan akhir tahun ini adalah timing yang cukup tepat jika saya ingin resign dan pindah pekerjaan, karena saya belum officially di assign di satu proyek sehingga akan lebih mudah jika ingin mengajukan resign ke perusahaan. CV kerja mulai saya perbaharui kembali dan update dengan data-data terbaru, sebagai senjata tempur untuk masuk ke medan perang pencarian tempat kerja baru dan waktu itu salah satu parameternya, wajib perusahaan startup!

Sempat ada beberapa pilihan apakah saya sebaiknya pindah ke perusahaan startup yang sudah cukup besar, seperti Bukalapak, Tokopedia atau Traveloka. Atau saya pindah ke perusahaan startup yang masih early to medium stage yang tim nya masih kecil dan lean, namun belum banyak dikenal di khalayak umum.

Ada beberapa pertimbangan & parameter. Pertama yang paling penting adalah dari sisi Learning. Jika saya pindah ke startup yang sudah besar sejenis bukalapak/traveloka, ada kemungkinan startup tersebut sudah semi-korporat which is saya akan responsible terhadap satu hal spesifik dan report ke manager, akan sulit untuk eksplorasi variasi ilmu karena memang by nature kultur perusahaan yang sudah banyak karyawannya, limitasi untuk melakukan banyak hal menjadi sangat kecil. Jadi bisa dibilang, tidak akan jauh berbeda dengan learning yang saya dapat di NTT Data.

Sedangkan jika pindah ke startup kecil to medium. Karena timnya masih kecil dan lean, learning opportunity-nya akan sangat besar. Karena kesempatan untuk explorasi banyak hal sangat terbuka. Ditambah lagi saya juga akan belajar terkait how to build startup company yang tidak akan mungkin saya dapatkan ketika bekerja di startup besar. Kultur nya juga sangat dipastikan sangat agile dan fleksible, dengan kata lain tidak korporat aka tidak saklek. Sehingga bisa mengkomplemen pengalaman saya bekerja di NTT Data yang so korporat style.

Akhirnya ketok palu, saya putuskan untuk memprioritaskan pindah ke early to medium stage startup dibanding ke startup yang sudah besar

STARTUP PARAMETER

Resiko pindah ke startup kecil adalah You will learn a lot of things or you will learn nothing at all. Jadi cukup beresiko. Berdasarkan ilmu risk management, di kasus ini saya akan keluar dari zona nyaman jadi harus dilihat dari sisi cost opportunity yang bakal hilang, apakah worth atau tidak saya pindah haluan. How to parameterize it? First and foremost parameter utama yang akan saya gunakan adalah pertama THE FOUNDERS.

Jika pindah ke startup kecil, akan cukup percuma jika saya pindah ke startup yang foundernya bisa dibilang mediocre, atau tidak exceptional. Jadi saya prefer pindah ke startup kecil tapi dengan Founders yang saya bisa banyak serap ilmu nya, apalagi bisa langsung direct report ke Foundersnya langsung dan dilibatin dalam decision making di startup tersebut.

Yang kedua SALARY. I don’t expect much dari sisi salary sebenernya. Tapi at least kalo bisa tidak turun atau bahkan naik why not. Dikarenakan belum bubble, banyak startup-startup yang ready to burn money to hire talent. Jadi related to salary, parameter yang berhubungan adalah its INVESTMENTMONEY dan BACKED INVESTORS. Beda kan ketika kita join di startup yang masih bootsrap atau yang sudah Seed Investment million dollars apalagi yang sudah raising series A. Dari kemampuan untuk menggaji talent juga berbeda ketika startup ini sudah mendapatkan investment jutaan dollar dari investors. Jadi saya coba juga research-research who backed-investors yang mengbackup startup tersebut.

Yang ketiga BUSINESS TYPE AND ROLE. Saya mencoba mencari startup yang memungkinkan saya belajar sesuatu yang baru dan ada kemungkinan untuk booming in the future. Baik dari sisi jenis bisnisnya maupun bisnis modelnya. Selain business as a whole nya, saya juga coba mempertimbangkan role saya di startup tersebut, apakah memungkinkan untuk berada di melting point untuk strategic decision dan mempelajari core nucleus dari startup tersebut, atau hanya sekedar routine activities yang monoton dan circle exploration nya rendah. After do some research, akhirnya saya memutuskan I prefer startup yang related dengan ecommerce, karena startup ini yang sedang booming dan saya yakin one of the future of industry is digital industry and the power of big data. Sedangkan untuk rolenya saya prefer yang related dengan business analysis ataupun product developement, which is center circle between business and technology.

BEBERAPA APLIKASI DAN TAWARAN

Layaknya algoritma job seeker yang biasa saya gunakan, brute-force, saya menyiapkan CV dan mengirimkan ke sebanyak mungkin open vacancy yang ada, still brute-force nya yang sekarang beda dengan pas saat saya baru lulus aka freshgraduate, sekarang dipakai juga algoritma filter. So before applying to certain startup companies, I still did the due diligence berdasarkan parameter-paramater di atas. Jika tidak salah ada sekitar 4 startup yang saya sempet daftar saat itu. Ada startup yang sudah besar, tapi memang kebanyakan saya daftarnya di startup yang cukup early to medium stage. Saya prefer ga menyebutin nama startup yang saya apply hehe, kalo mau tau detail boleh ngobrol langsung saja.

Ada beberapa respond panggilan interview waktu itu, dan tipikal startup biasanya langsung ketemu petingginya bahkan saya sempet ketemu sekelas VP dan bahkan CEO or CTO dari startupnya langsung. But emang belum jodoh, ada beberapa memang saya kurang cocok, dalam sisi role, business model startupnya (learning kedepannya kemungkinan kurang) dan salary hehe. Bahkan sampai di satu sisi, saya memutuskan lebih baik untuk stay setahun lagi di NTT Data. Toh proyek yang saya akan kerjakan juga sebenernya menarik, karena at least saya akan belajar dari sisi operational expansion.

Sampai satu hari random di bulan Januari, ada satu anak baru yang baru join di NTT Data, dia sebelumnya kerja di Halodoc, nawarin ke saya, katanya startup di tempat temennya kerja lagi nyari product management role. Nama startupnya FinAccel. I really had no idea and that was the first time I heard that name. Dan setelah exploring internet ternyata startup ini bergerak di bidang fintech. Dan sebenernya saya juga saat itu masih awam di dunia perfintechan, tapi dari hasil research, ada kemungkinan bisnis fintech ini akan memegang ranah penting di dunia per startup an or technology company in the future. Then I directly submit my CV there, and if I’m not mistaken, selang satu hari setelah submit, saya langsung diminta ketemu one on one interview dengan CEOnya, Akshay Garg

FINTECH WORLD

Siang teriknya Matahari Jakarta menjadi saksi perjalanan saya ke kantor FinAccel di Rukan permata senayan. Saat itu karena di NTT Data sedang fase idle -tidak terlalu banyak kerjaan- jadi memungkinkan saya bisa izin pas makan siang. As soon as after finishing lunch, saya langsung segera pesen Gojek dan berangkatlah saya ke Rukan Senayan tanpa membawa apapun, karena Akshay CEO nya juga hanya meminta ketemu saja in person.

Sampai di depan rukonya saya langsung menekan tombol bel. Kala itu bener-bener seperti ruko biasa, sama sekali tidak ada ciri kantor startupnya sama sekali, seperti di youtube yang banyak cat, mural, meja pingpong, gaming room dll. Tidak beberapa lama saya menunggu di lobinya, yang hanya ada satu buah sofa, datanglah sesosok orang berkontur wajah India, berkepala botak, sudah cukup berumur, berkemeja dan langsung menyalamin saya.

“You are Afif? Lets go talk outside in the café, our meeting rooms are full for today”

Bahasa Inggrisnya beraksen normal, yah setidaknya I know Indian Aksen from Big Bang theory Rajesh, dan Akshay gaya bicaranya tidak seperti Raj di Big Bang Theory, which was almost like states accent. Dan ternyata benar, setelah kenal lama, Akshay memang lahir di India, tapi dia besar di US, bahkan dia mengakui aksen Bahasa India dia aneh.

Duduklah kami berdua di café, one on one and face to face. Kami berdua memesan minum dan hampir tidak seperti interview kerja pada umumnya, melainkan lebih seperti ngobrol biasa. Dia bertanya tentang my background, dimana saya kuliah, experience selama di kampus dll. Kemudia dia meminta saya cerita kerjaan saya selama setahun kebelakang di NTT Data. Waktu itu cukup beruntung, NTT Data di Amerika, sekitar bulan November 2016, baru mengakuisisi salah satu part of services DELL, dan dimedia diberitakan cukup besar, sehingga image perusahaan sedang baik-baiknya, dan dia sangat impress dengan perusahaan tersebut. Saya normal menceritakan apa adanya, semua proyek yang pernah saya kerjakan, key learning points, dan betapa passion saya bekerja di bidang teknologi. Dia semakin impress dan secara langsung menawarkan saya untuk bergabung ke FinAccel, immediately and as soon as possible. Lol.

Saya agak shock aja, dan jujur saya bilang I have such no idea at all aka totally blind di bidang fintech. Bener-bener baru baca-baca dikit, dan memang tidak ada background finance sama sekali. But he makes sure, yang penting ada keinginan untuk belajar, that’s more than enough. Kemudian dia meyakinkan lagi, ala-ala Steve Jobs sedang merekrut John Sculley #lol, FinAccel akan mejadi fintech player terbesar di Asia, and our first move is we’re gonna disrupt financing industry in Indonesia.

Dia bilang juga FinAccel sekarang sangat Lean team, dia lebih prefer timnya kecil tapi diisi A+ team, dibanding gemuk tapi banyak yang mediocre. Dia juga menceritakan, baru beberapa hari yang lalu senior saya di IF ITB baru join setelah dia selesai master di Belanda. Engineer-engineernya juga para eks-traveloka, gojek, dll yang sudah super experience. Dia menceritakan juga FinAccel ini founded by 3 orang, yang semuanya memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing.

Dia cerita sedikit tentang dia, sempat bekerja di Deloite sebelum membuat his own company name Comly Media, dan berhasil exit dengan diakuisisi Axiata Malaysia. Umang Rustagi, as COO FinAccel, dia eks-McKinsey yang memang spesialis di financial industry. Alie Tan, the CTO, belasan tahun experience dan sempet founded company juga waktu itu dengan teknologi Black Berry. Dan FinAccel sekarang punya CDO juga, atau Chief Data Officer, dari Swiss, bernama Andreas Granstorm, Chalmer University eks-data scientist di Skyscanner. WOW!

That’s my first thought after hearing his team. Really an A+ team. Kemudian dia juga menjelaskan role saat ini yang sedang dia butuhkan di product management role, which is so match with my goal. Bahkan dia menelpon CTO nya langsung, Alie, diminta datang ke café to join us. Beberapa menit kemudian, Alie turun dan duduklah bertiga kami di café tersebut, I was in the middle of two amazing C-level of the company. Alie menjelaskan sedikit culture di tim teknologinya, dan dia membutuhkan product manager yang bisa melihat dari sisi bisnis dan teknologi. Dia menjelaskan how his tech team currently works, dan gambaran pekerjaan saya kedepannya. I don’t talk that much actually, dan saya sebenernya belum bilang Iya, tapi mereka sungguh serius rekruting seakan-akan besok saya sudah harus join.

Terakhir Akshay bertanya proposed salary, dan saya menyebutkan random X% lebih tinggi dari current salary, random banget itu karena saya juga ga mempersiapkan langsung membahas salary, dan angka yang saya sebutkan cukup threshold atas untuk saya yang baru pengalaman setahun, dan gamblang dia langsung merespon. Yeah, I think that’s still okay, we’ll talk more detail later! And also I can give you stock option as well. Dan ditutup dengan

“So when you can join??”

FINTECH AND THE FUTURE

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya benar-benar cukup blind dari sisi financial industry. My background is engineering, dan selama bekerja di NTT Data, saya sempet terlibat di minor project perbankan & microfinance, tapi tidak masuk terlalu deeper mempelajari bisnis modelnya. Alhasil, sepulangnya dari interview dengan Akshay, saya langsung semalaman fully research terhadap financial industry, khususnya di financial technology atau fintech.

Fintech di awal tahun 2017 mulai booming-boomingnya, terutama dari sisi payment, Peer to Peer lending, investment, dll. Terutama gojek yang mulai masuk dengan Go Pay nya, begitu juga Grab dengan Grab pay, atau pemain yang sudah cukup lama seperti Doku. Kemudian ada juga yang bergerak dari sisi P2P seperti Investree, Modalku, Pinjam, dsb. Bahkan startup-startup ecommerce besar mulai mengembangkan fintech nya sendiri seperti Tokopedia dengan Tokocash nya, Bukalapak dengan Bukadompet dan Bukareksa, begitu juga Traveloka yang mulai masuk ke ranah credit financing untuk pembayaran tiket pesawat.

Setelah semalaman dan beberapa hari research, saya menyimpulkan, Financial Technology atau Fintech akan memegang peranan penting dalam perkembangan teknologi di masa depan. Every payment would shift to digital, and the world will aware with cashless society. Sistem keuangan konvensional akan sedikit demi sedikit ditinggalkan. Dengan tingkat akses ke internet dan smartphone yang sangat massive pertumbuhannya, pembayaran sekarang bisa dengan hanya mengklik beberap tombol dalam genggaman tangan.

Fintech will significantly shape the future

Bahkan bisa dibilang fintech akan menjadi foundation untuk bisnis apapun. Sistem pembayaran merupakan tonggak utama penyokong bisnis, untuk bisnis model apapun. Ecommerce, real sector, manufacture, B2B business, bahkan bisnis konvesional seperti Kuliner, Fashion, dll harus memiliki sistem pembayaran yang kokoh untuk mencapai tahap sustainability dan scalability yang massive. Financial literacy juga harus dimiliki untuk setiap entrepreneur, bahkan bisa dibilang setiap individu terutama dalam negara berkembang agar bisa tumbuh secara exponensial. Financial inclusion harus segera disebarluaskan. Akses to capital juga harus bisa menyebar tidak hanya untuk segelintir orang di kalangan atas which is the nature of capitalism.

Finally after such a long research and browsing, I decided it’s gonna be worth so much to join fintech startup and learn about financial industry, especially as self-investment to support my long term goal to build company in the future. Bismillah.

KONTROVERSIAL DAN RANAH ABU-ABU

Secara opportunity, industrial learning, even salary, FinAccel benar-benar sesuai dengan parameter tempat saya target pindah dan merupakan tempat yang sangat tepat untuk mempelajari financial industry. Dimulai dari Foundersnya yang highly experience, backed investors yang firm dan stage startup yang masih early sehingga range of exploration masih sangat luas.

BUT -always there’s a but in such big opportunity- Fintech is actually a grey area, dan FinAccel secara bisnis model cukup kontroversial dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. FinAccel is multiproduct startup, dan product pertama dan utama nya bernama Kredivo, atau digital credit card. Sederhananya, Kredivo ini adalah sistem pembayaran sama persis dengan kartu kredit namun spesialisasi digunakan untuk pembayaran di ecommerce. I could say dengan saya bekerja di FinAccel sama dengan saya bekerja di bank.

Intermezzo, saya salah satu orang yang memegang prinsip bahwa orang-orang Islam yang sholeh dan paham muamalah harus terjun di dunia perbankan, karena itu yang mengendalikan sistem ekonomi di dunia. Bahkan sebisa mungkin beberapa orang Islam harus bermain di Worldbank, wallstreet, central bank dll dengan tujuan untuk sedikit demi sedikit mempelajari sistemnya dan jika memungkinkan mengubahnya. Makanya saya sangat menyayangkan jika justru orang-orang islam sendiri yang mendiskreditkan orang-orang yang berjuang menegakkan perbankan Syariah. Orang-orang yang dengan gampang nya mencemooh “sistem syariah hanyalah kedok”, padahal mereka tidak tahu betapa sulitnya memperjuangkan sistem islam ini ditengah derasnya sistem kapitalisme yang pernuh riba dan menjadi sistem ekonomi dunia saat ini. Ekonomi juga harus diperjuangkan dan my opnion itu salah satu jihad di era sekarang. Allahualam

Back to FinAccel, bedanya FinAccel dengan bank adalah disini digunakan sistem credit scoring yang innovational dengan memanfaatkan teknologi digital, big data dan machine learning algorithm. Simplifkasi, jika ada seseorang yang HPnya merupakan Samsung Galaxy S8, dari GPS terdeteksi dia sedang berada di Pacific Place, kemudian didalam HPnya terinstall berbagai macam aplikasi ecommerce, secara sederhana dapat kita katakan orang tersebut credit worthy, tanpa harus survey rumahnya, kantornya, interview dll. That’s how machine learning credit scoring algorithm works.

That’s the simple concept, tapi jika In detail conceptnya kita akan menggunakan million data of users to do credit scoring. Personal data, digital data, ecommerce transaction history, banking history, SMS, email, and billions binaries data that users have as digital footprints. Itu mengapa FinAccel menjadi salah satu startup di Indonesia yang memiliki storage terbesar di Amazon Web Service, padahal ukuran perusahaannya masih sangat kecil. Ditambah lagi FinAcceli ini memang spesialisasi untuk pembayaran ecommerce, sehingga secara tidak langsung saya juga bisa mempelajari ecommerce industry.

Jika disimpulkan learning opportunity dengan saya join di FinAccel, secara business view saya dapat mempelajari including but not limited to: Financial Industry, sistem perbankan, credit scoring, ecommerce industry dan juga financial payment system. Dan secara technical view saya dapat mempelajari: big data, data infrastructure, data query, machine learning application dan product development. Such a big fish to catch.

KONSULTASI DENGAN USTADZ

Secara hati, saya sebenernya sangat tidak ingin masuk ke ranah abu-abu tersebut. Bahkan di satu sisi ingin rasanya diri ini hanya menjadi karyawan di perusahaan biasa, mendapat gaji halal, hidup bahagia dengan keluarga dan bisa beribadah dengan leluasa. Namun di sisi yang lain ingin juga mencoba mencari ranah kontribusi terhadap islam terutama di ranah strategis yang mencakup hidup orang banyak.

Karena, bagi sebagian orang, termasuk saya, mungkin cukup mudah untuk menghindari riba. Misal jika asuransi bahkan BPJS di claim riba. Well okay, saya ada penghasilan tetap setiap bulan dan ada tabungan, jadi tidak begitu memerlukan asuransi. Tapi bagaimana dengan orang-orang kebanyakan disana yang penghasilannya jauh di bawah UMR. Mereka punya anak dan sakit membutuhkan biaya besar. Bagaimana solusinya untuk mereka? Ranah-ranah strategis ini bagi individu yang beruntung, punya orang tua berkecukupan, penghasilan stabil, tidak ada masalah menghindari demi tidak terkena riba. Tapi apakah banyak orang seberuntung itu?

Atau yang lebih general, kita tidak ingin memiliki kartu kredit karena sama saja dengan sepakat dengan ribanya. Disisi lain, karena sistem pembayaran global dikuasai oleh VISA, mastercard dan sejenisnya, kemudian kita membutuhkan kartu kredit untuk pembayaran internasional, dan karena enggan memiliki kartu kredit, kita meminjam dengan teman, yang mungkin sesama muslim, untuk memakai kartu kredit. What do you think? Itu subjectively, my humble opinion, seakan-akan kita menggunakan teman tersebut, saudara sendiri sesama muslim, hanya sebagai media, terserah toh dia yang menyetujui agreement dengan kartu kredit, dan dia yang punya, saya hanya memakai, yang penting saya terhindar dari riba. That’s not cool right? Allahualam. Ilmu agama saya juga masih rendah. Tolong diambil yang baiknya saja.

Back to topic, akhirnya berkonsultasilah saya dengan beberapa teman dan meminta pendapat mereka terkait tawaran dan kesempatan untuk bekerja di FinAccel. Mayoritas mereka semuanya kontra dengan saya pindah ke sana. Tapi ada beberapa minoritas teman yang justru mendukung. Waktu itu saya ingat, saya sempat meng-email sebanyak mungkin ustad yang alamat email/kontaknya ada di internet. Tapi nihil tidak ada satupun balasan dan jawaban. Kemudian sempat juga menghubungi Muzammil, waktu itu karena dia adik kelas, jadi dibalas japrian saya untuk minta nomor Ustad Hanan Ataqi. Setelah dapat nomor Ustad Hanan, dan mengirim pertanyaan dan butuh saran beliau, tapi hanya terkirim saja, tidak di read. Karena waktu itu Ustad Hanan juga sedang menunaikan Umrah jika tidak salah, sehingga mungkin tidak memiliki waktu untuk membalas pesan saya. Hampir putus asa, dan karena banyak yang kontra, akhirnya memutuskan untuk melepas kesempatan tersebut dan tetap stay di NTT Data.

Namun, setitik cahaya datang dari salah satu teman saya yang menanyakan masalah ini ke Ustad Setiawan Budi Utomo, Dewan Penasihat OJK, yang kebetulan dia ada koneksi disana. Berikut profile nya saya copy dari dakwatuna.com

Dr. Setiawan Budi Utomo adalah Alumnus terbaik Fakultas Syariah Madinah Islamic University, Arab Saudi. Saat ini aktif sebagai Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Ketua Tim Akuntansi Zakat, anggota Komite Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah, Anggota Tim Koordinasi Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dalam Valas, Anggota Tetap Tim Ahli Syariah Emisi Sukuk (Obligasi Syariah), Dewan Pakar Ikatan Ahli Ekonomi Syariah (IAEI), Dewan Pakar Shariah Economic and Banking Institute (SEBI), Anggota Tim Kajian Tafsir Tematik Lajnah Pentashih Al-Quran Depag, Dosen Pasca Sarjana dan Pengasuh Tetap Fikih Aktual Jaringan Trijaya FM, Pegiat Ekonomi Syariah dan Referensi Fikih Kontemporer Indonesia. Penulis juga merupakan salah satu peneliti di Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI).

Jadi at least saya sudah berusaha untuk menghubungi banyak ustad. Karena setidaknya jika nanti di akhirat ditanyakan pertanggung jawaban, saya memiliki backup pendapat dari ustad, bukan hanya keputusan pribadi.

Jawaban Ustadz SBU ini cukup mengejutkan. Saya lupa membackup chat secara harafiah nya, tapi kurang lebih seperti ini. Semoga sesuai dengan apa yang di chat dulu:

“Ambil saja kesempatan itu. Belajar yang banyak dari sana, terlepas apakah Ilmu tersebut dapat diimplementasikan atau tidak kedepannya. Tapi niatkan saja untuk belajar. Jangankan bekerja di startup, bekerja di bank konvensional saja dibolehkan. TAPI tidak untuk berniat menjadikan itu profesi karir dan sumber utama penghasilan jangka panjang. Berikan batas waktu bekerja disana dan pelajari banyak hal dari sana. Apalagi startup, yang dana utama-nya masih full dari Investor, belum dari keuntungan bisnisnya, termasuk untuk gaji karyawan. Jadi dibolehkan dan ambil saja.”  

Entah mengapa dengan chat tersebut, langsung memutarbalikan keraguan saya, dan membulatkan tekad untuk pindah. Istikharah tentunya terus saya lakukan sebelum mengambil keputusan dan setelah memutuskan, supaya bisa lebih dikuatkan dan diberikan jalan terbaik.

Yang saya tau juga dari teman, jika di Turki, jika ada sepuluh ulama, 9 mengatakan tidak boleh dan 1 boleh, maka orang-orang mengikuti dan menghargai yang 1. Berbeda dengan Indonesia, 9 ulama mengatakan boleh, 1 ulama mengatakan tidak, langsung seakan-akan, semua orang mencomooh yang tidak boleh.

Sebenarnya masih rada takut bagaimana jika saya meninggal ketika bekerja di sana? Kemudian apakah saya termasuk orang yang di dalam Al-Quran yang membantu dalam hal keburukan? Apakah saya juga menjadi salah satu pelaku Riba? Banyak kekhawatiran sebenarnya, tapi Bismillah, Allah pasti Mengetahui niat dan kondisi hambaNya. Selama yakin Allah masih Bersama saya, I more than believe to move forward.

Dan terbukti Alhamdulillah, Allah mempermudah jalannya, yaitu saya yang awalnya berniat stay maksimal di sana 1 tahun, dan dalam 6 bulan saya sudah mengajukan resign dan ada rezeki untuk ke startup lain, dengan kondisi lebih dari cukup pembelajaran yang saya dapat. Kemudian, saya juga niatkan untuk belajar dan menyerap sebanyak mungkin ilmu terkait industry keuangan dari perusahaan, jadi bukan untuk menolong dalam keburukan. Dan Alhamdulillah, ilmu tersebut ternyata bisa saya terapkan untuk membantu startup teman membuat Fintech berbasis Syariah di 2018. Detailnya akan saya jelaskan di chapter selanjutnya. Dan terkait kerjaan Alhamdulillah, saya lebih in charge di product development dan juga data analysis, jadi seharusnya tidak termasuk yang memberi, menerima ataupun mencatat transaksi. Dan gaji in syaa Allah masih full dari uang investor VC yang membacked FinAccel bukan dari keuntungan riba, karena burning money nya juga masih gila-gilaan. Terkesan pembenaran, tapi semoga Allah bisa menerima itu Aamiin. Karena saya benar-benar tidak ingin menukar dunia yang sementara ini dengan akhirat yang abadi.

Intinya hidup itu adalah pilihan dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya.

Saya tidak tahu apakah jalan yang saya ambil ini benar atau tidak. Namun selama yakin Allah akan Bersama hamba-hambaNya yang berjuang dan diniatkan untuk berkontribusi terhadap islam, in syaa Allah, saya akan tetap mencoba maju dan berjuang, dengan senantiasa selalu beristighfar dan meminta selalu bimbinganNya. Karena, sekali lagi, adalah fakta bahwa dunia ini hanyalah sementara, sehingga tiada guna jika kita memperjuangkan sesuatu yang fana dan sementara untuk sesuatu yang abadi dan jelas kekelannya. Allahualam.

LAST DAY

Sekitar Februari awal 2017, akhirnya saya resmi resign dari NTT Data, dan tanpa jeda sedikitpun, jika tidak salah, waktu itu last day saya hari jumat, kemudian first day di FinAccel hari senin, jadi benar-benar tidak ada waktu kosong di masa transisi perusahaan tersebut.

Flashback sedikit di hari terakhir saya, I bought many boxes of Pizza for all NTT Data employees. This company had built my business foundation, and I made many friends here. Even Minggu-minggu awal setelah resign, saya masih ikut main futsal Bersama mereka. My last days full of smile & prayers from all of my colleagues in NTT Data, mereka mendoakan semoga bisa sukses di karir saya selanjutnya. Aamiin, thanks guys. Bos besar saya, sebelum resign, mengajak one on one meeting in person, untuk menyayangkan keputusan saya. He prefered me to stay a bit longer, but I’d been firmed with my decision, dan akhirnya dia merestui kepergian saya and wish me the best for next journey. He said, He’ll be so opened to talk even after I leave company, and yes I’d be delight to. Lastly I emailed to all id@nttdata.com, to say thanks for every learnings I got and mistakes I made, I wish them the best, and I hope to still keep contact with my personal numbers. Dan selesai semuanya, I packed my stuffs, dan saya pulang ke kosan dengan happy ending. Alhamdulillah.[]

To be continued….

Conspectus of Annual Journey

pexels-photo-269923

Year 2010,

lets deem as zero state, titik awal pola pikir. Masih sangat dangkal, paska lulus SMA. Bahagia bisa diterima di STEI ITB. Belum ada plan. Belum ada goal. Just want to live happily ever after as a student.

Year 2011,

baru masuk jurusan, milih elektro karena himpunannya keren (petir ganesha), terus biar belajarnya juga ga monoton ngoding-ngoding aja kayak di IF, at least ada solder-solderan. Sama katanya gaji lulusan elektro tinggi. So dangkal. Tapi di tahun ini juga mulai ikut mentoring dan halaqah. Bertemu banyak temen sholeh, anak masjid. Di sisi lain juga bertemu dengan banyak temen gaul, anak himpunan dan anak kabinet. Alhamdulillah fondasinya dibangun di halaqah masjid, tapi pergaulan tetap liberal di kampus. Pola pikir terkait agama mulai shifting, yaitu wajib di bangun. Titik start saya mulai mendalami lebih dalam tentang islam, tidak hanya yang dasar dan fundamental saja, tapi juga cabang-cabangnya.

Year 2012,

puncak dari memegang amanah terbesar selama di Kampus, menjadi ketua Pemira ITB 2013, memimpin 200an orang panitia, dengan 6 orang hebat sebagai core kepala bidang dan sekjen di ring 1 di samping saya, untuk memimpin sekitar 15an divisi di ring 2. Membuat rekor 8953 voters dari ~12000 mahasiswa ITB, atau ~75% suara masuk. Tapi membuat rekor juga mendiskualifikasi kedua calon presiden karena kasus black campaign lol. Puncak pembelajaran politik selama di kampus. Benar-benar katanya ITB miniatur Indonesia. Banyak ranah abu-abu di politik, banyak kepentingan dan belajar untuk tetap bold dalam mengambil keputusan. Selalu istikharah, karena kita tidak tau apakah itu baik atau tidak di sisi Allah. Pola pikir politik mulai terbangun dan mulai sedikit mengerti peran penguasa (power) terhadap keberjalanan kampus 1 tahun kedepan. Pemikiran dan pola pikir masih idealis. Saya mahasiswa. Dan saya ingin berkontribusi untuk perubahan.

Di tahun ini juga pertama kali cap visa saya tertempel di passport, pertama kali menginjakan kaki di negara di luar Indonesia, yaitu Jepang. Saat ini pola pikir masih sangat dangkal, intinya ingin ke luar negeri dengan beasiswa. Selama 2 minggu Alhamdulillah saya mengikuti summer program, bertemu dengan mahasiswa Todai, venture capitalist (dulu saya belum tahu apa-apa terkait ini), company visit, hingga global forum dengan mahasiswa berbagai negara. Event ini sangat disayangkan, karena ilmu saya masih rendah, tapi sudah lebih dari cukup untuk membuka mata saya, bahwa seperti ini dunia di luar kampung halaman saya di Indonesia.

Year 2013,

Pembentukan pola pikir mulai masuk ke ranah realita, yaitu mencoba memasuki dunia kerja dengan kerja Praktek/internship. Di tahun ini saya berkesempatan untuk internship sebagai instrument engineer di salah satu perusahaan BUMN, PT Pusri Palembang, sekalian pulang kampung waktu itu. Kerjaannya sangat santai dan sederhana. Saya ditempatkan dengan teman sebagai maintenance engineer, jadi ke lapangan ketika ada trouble.

Tapi di luar ekspektasi, ketika di lapangan, cuma ngelilit lakban di kabel yang terbuka. Mencatat paramater instrumen dan valve. Naik ke atas pabrik yang penuh dengan bau amonia, kemudian memantau dan mencatat DCS yang semuanya sudah terautomasi. Kemudian memantau pekerja yang mengarungi pupuk. Disini pola pikir masih dangkal, dan tahap awal mengenal dunia kerja. Teringat salah satu mimpi saya dulu, ingin jadi engineer di perusahaan minyak, karena gaji bisa mencapai double digit untuk fresh graduate. Tapi untuk bekerja seperti ini? Should I?

Year 2014,

second time I step to country outside of Indonesia, yaitu saya sempat melakukan riset exchange di Bangkok, Thailand. Kemudian setelah selesai sempat backpack di ASEAN. Rutenya dulu dari Bangkok, Kamboja, Vietnam, Laos ke Bangkok lagi. Terus dari Bangkok terbang ke Malaysia, dan naik bus ke Singapore. Baru setelah itu pulang ke Indonesia. Melihat dunia di luar Indonesia, pola pikir semakin meluas. Komparasi realitas negara berkembang di ASEAN dan maju seperti di Singapore. Bertemu dengan senior dan teman-teman mahasiswa yang sekolah dan bekerja di sana.

Kemudian berselang bebrapa bulan dari sana, Alhamdulillah saya diumumkan mendapatkan full scholarship dari NIIED untuk mengikuti pertukaran pelajar selama 1 semester di Korea Selatan. Tinggal di Korea selama kurang lebih 5 bulan, semakin membuka pikiran saya. Korea ini beberapa tahun yang lalu masih seperti Indonesia saat ini. Tapi dengan pemimpin yang hebat, bisnis berjalan dan ekonomi maju dengan beberapa perusahaan seperti Samsung dan Hyundai masuk ke market global. Pola pikir optimis bahwa Indonesia kedepannya bisa seperti ini mulai terbangun, kemudian keinginan untuk someday sekolah lagi semakin firmed dengan melihat realitas di negara ini.

Year 2015, 

ITB graduation year. Tapi Alhamdulillah, sebelum lulus, saya diberi Allah kesempatan untuk menjadi research-electrical engineer intern di salah satu perusahaan riset di Hamburg, Jerman. Pola pikir yang terbentuk, semakin mengokohkan pertanyaan yang sempat saya tanyakan 2 tahun lalu ketika saya menjadi instrument engineer intern di BUMN tahun 2013. Bahwa dengan menjadi engineer ternyata sulit untuk melihat helicopter view dari suatu big picture permasalahan.

So, I created things, but I didn’t fully understand the reason I made it or how to monetize it. It’s hard for me to see a product and business as a whole interconnected thing. Sehingga saya bertekad setelah lulus nanti, memutuskan untuk mencari karir yang memungkinkan saya mengerti helicopter view dari suatu bisnis atau gambaran besar permasalahan. And my mindset was shifting, that being an engineer at that time was the least option.

Year 2016,

adalah pijakan karir pertama saya, tahun paska lulus memasuki hutan rimba dunia kerja. Alhamdulillah saya diterima menjadi Business Analyst di NTT Data Indonesia. Awalnya perusahaan meminta saya menjadi programmer, karena BA saat itu requirement-nya membutuhkan orang yang cukup senior. Tapi saya ngotot menjelaskan bahwa I eager to learn. Akhirnya saya menjadi BA termuda di perusahaan tersebut. Disini saya belajar banyak tidak hanya technical, tapi juga dari sisi business problems and business needs. Pola pikir zoom out lagi melihat dari sudut pandang yang lebih luas. Dan saya bisa mulai melihat secara menyeluruh how the business works as a whole thing.

Di sini era startup mulai berkembang, saya mulai belajar bagaimana teknologi akan sangat berpengaruh terhadap masa depan. Mulai dari software development, ecommerce, fintech, big data, robotics, machine learning, hingga artificial intelligence. Dan teknologi ini akan menyentuh dan juga mendisrupt ke semua ranah bisnis mulai dari financial industry, healthcare, manufacture, infrastructure etc. Oleh karena itu, mimpi saya untuk tetap berada di track “technology-related” semakin firmed. Salah satu mimpi saya yang sempat saya tulis disini, adalah bagaimana in the future, saya bisa membangun perusahaan teknologi, terutama di healthtech company dan juga toys company.

Year 2017,

I worked in 3 companies within a year. Dan Allah masih tetap mengarahkan saya berkecimpung banyak di tech industry, dengan core businessnya di financial and real estate industry. Selama setahun ini, saya juga dipertemukan dengan banyak orang, teman, kolega, tokoh dll dengan berbagai sudut pandang, pengetahuan dan pemikiran yang lebih luas. Ada yang teknolog, engineer, founder, business owner hingga senior dan tokoh yang berkecimpung di ranah politik. Saya juga mulai merutinkan untuk membaca banyak buku dengan berbagai tema.

Pola pikir mulai terbentuk lagi, dan saya melihat how this world works in the bigger perspective. Pertama the power of big data. Saya di 2017 sempat bekerja di salah satu perusahaan fintech yg pertumbuhannya sangat massive. Dan as product manager saya memiliki akses ke database user dan saya juga bekerja bersama banyak engineer dan data science untuk mengolah data menjadi informasi sehingga bisa digunakan dalam decision making in business. Or we know as data driven decision making. Data ini kedepannya akan sangat powerful and the one who owns data I believe could control the world.

Kedua, pola pikir yang terbentuk di tahun ini, bahwa Financial Industry is one of the most influential business who rules the world. Di era kapitalisme ini dikenal game of rich, jadi hanya segelintir orang, atau bisa dibilang 2% owns 98% capital, and that 2% rules 98% society. Di tahun ini makanya saya tertarik untuk mulai sedikit belajar terkait finance & pasar modal. Sederhananya game of rich atau leverage di capital market, misal ada perusahaan PT X tbk, mengalami penurunan sales y% Y.o.Y, tapi harga sahamnya tidak sesuai dengan kinerja nya, which justru mengalami kenaikan dan akhirnya tersuspend. Ketika di suspend PT X tbk mengubah sektor bisnisnya dengan mengakuisisi PT Z tbk, padahal majority owner PT X tbk dan PT Z tbk ini adalah orang yang sama. Jadi keluar kantong kiri, masuk kantong kanan. How to raise money, dengan cara right issue lets say sekian Miliar, dan membeli dengan dana share holder sendiri. Jadi secara tidak langsung “tidak ada” perpindahan dana secara riil, melainkan hanya di atas kertas saja. That’s the power of capital market. I’m still continuously learning about it, still partially understand it dan makanya salah satu target jika harus sekolah tertarik banget ambil di bidang finance/economic. Btw itu juga yg menyebabkan mengapa gojek shift business nya akan ke gopay, karena who owns the capital could manipulate the business and win.

Kemudian saya melihat VC sekarang juga menyuntik dana yang besar ke banyak startup teknologi. How VC get its fund? Yap VC itu adalah one of the types of investment industry dan merupakan salah satu alternatif kecil hedge fund. Dan bahkan jika di total dari pie investment banking, mungkin VC hanya mengucurkan dana 5% dari total mutal fund yang dikelola di Wall Street yang berjumlah Trillion Dollars. Terdengar a bit conspiratorial, but that’s a fact. Saya juga belajar bagaimana politics (power) itu memiliki peranan penting dalam business. Contoh fiksinya jelas seperti di series House of Cards season 2 tentang money vs power. Dan contoh nyatanya di Indonesia adalah kasus Pak Dasep Ahmadi. Seperti yang ditulis di buku Why Nations Fail, bagaimana economic and political institution adalah penyebab utama negara maju atau gagal.

Year 2018,

it’s just still the beginning. Saya mencoba untuk fulltime build my own business. To stand on my own feet to build my own venture. It’s extremely high risk. I could totally fail. But if I’m not trying, I won’t be able to contribute much to society and Islam. Terdengar ambitious, but kembalikan lagi ke tujuan hidup sebagai Khalifah. At least niatkan menuju kesana. Toh dunia ini juga sementara. Ambisi tersebut, diredam dengan tujuan utama untuk mendapat Ridha-Nya. Allahul musta’an. Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba Nya yang berjuang. And I also look forward to keep growing my mindset. Menumbuhkan pola pikir baru, membaca lebih banyak buku, bertemu dengan banyak orang dengan berbagai pemikiran dan pengetahuan yang luas, and self reminder juga untuk tetap firm dengan Agama sebagai pondasi utama. Bismillah! Can’t wait for the journey :)

Year 2019,

jika Allah masih memberikan saya umur hingga tahun ini, in syaa Allah akan di update lagi setiap tahunnya. Lets say like annual diary, but more about conspectus of important milestones in life and the development of mindset each years!

…. to be continued.[]

Prague Solo Backpack – One Day Journey

It was so exciting. Prague was tremendously beautiful. I love the city, the architecture, the landscape, and particularly the view from the top of its castle and the hills.

DSC_0153

It’d been ‘oke oce’ since 2 years ago lol

This journey was a bit audacious one to be honest, due to lack of remaining days after the internship I had, that made me race against time in one day. I had the itinerary, but I must be strict with the time. If in case I’d ran out of time while backpacking I might have missed the bus to Berlin. And If I’d missed the bus to Berlin I would have missed the plane to Indonesia in the day after. Ran out of cash. No ticket to back. The visa expired. Deported.

Alhamdulillah it never happened.

Anyway, the incipience of this post was because I just found simple and cool video editor in Mac and randomly edited my (let’s say) vlog while doing solo backpack Journey in Prague, Czech Republic 2 years ago. Well vlogging was not really popular at that time. It is today, attested by abundant vlogging-type videos by so called Millennials. So I just combined some short random ‘shakky’ videos from my DSLR gallery, and created these three parts of the Journey. So most the stories would be told by these three clips

Prague was my final city of this solo backpacking journey in the end of intern, after Vienna and Budapest. Despite of one day, and having the tight time so I didn’t have the chance to enjoy Prague in the night, it was such an unforgettably amazing journey to experience this city.

That’s why I truly wish I could be able to come back here again to more enjoy the city without time boundary someday. And indeed not alone. Lol. Allahumma amiin.[]

W & P Variable

Experience does matters, doesn’t it. Terkadang untuk mengambil ilmu & pembelajaran dari sebuah pengalaman akan lebih mudah dan bertahan lebih lama dalam memori ketika kita sendiri yang melakukan pengalaman tersebut.

Well we can be inspired and learned from other people experience. But the effect is totally different. Mendengarkan cerita orang lain, pengalaman mereka, kesalahan yang mereka buat, dapat menjadi suatu pembelajaran bagi diri untuk menirunya jika baik ataupun menghindari nya jika buruk. But sometimes it will be just vanished the moment we get distracted by our own life, which must not be same with life of the ones we learned to.

Agree?

I do. I just experienced it by myself. About W variable (which is work) and P variable (which is prayer) in life.

Adalah suatu idiom umum, usaha dapat mengalahkan bakat. Man jadda wa jadda, siapa yang bersungguh-sungguh maka berhasil. Tidak ada yang sia-sia dalam berusaha. Dan seterusnya. Dan sejenisnya.

Well it’s true man! Saya merasakannya sendiri, dalam konteks ini yaitu dalam hal lari. Yap running. I started to routinely run recently. First because I have friends to run with. Second because there are many things now that make running is cool exercise. Cool means it’s easy to do it and it’s definitely affordable. Lol. True, we just need foot right. A bit will indeed.

640-Run-brother-l.jpg

First time running event I joined was 10K run in Jakarta. I finished it around 1 hour 11 minutes. But I felt brutally exhausted at that time. It’s been long time to have no routine exercise, then suddenly have to run 10K. Knocked Out! You know one day after race day, I took a leave. Lol

Subsequent to that event I started to use NRC apps, stands for Nike+ Run Club. It’s able to measure distance, time & pace of our running. And the cool thing is it also has coach feature, for example the one that I am currently using right now, the coach for preparing Half Marathon. I follow that schedule week by week. It usually consists of 2-3 runs per week. And it combination of interval run, speed, long run, recovery run, and others -depend on our condition and our goal. Early day, a bit inconsistent, but right now, well quite better.

I have friends as well to accompany me running both in weekday and weekend. And in some weekends we usually joined NRC event. Run together with the other NRC users. It was exciting to be honest. Another one reason that makes running is so cool.

You know, setelah beberapa bulan ke belakang, I did it routinely, yaitu sesuai dengan jadwal yang ada di NRC apps. Saya merasakan sesuatu yang beda ketika melakukan olahraga lain. Contohnya badminton. I started to play with friends routinely in every sunday. Dan entah mengapa I am not easily to get tired now. Terutama dari sisi nafas. Bisa lebih stabil dan not really easy to out of breath. Buktinya ketika main, double, single, terus double lagi, terus single lagi. I felt still good. Dan menang lagi :p

The point is work works. Usaha itu tidak akan pernah sia-sia. Dibanding dengan jauh berbulan-bulan lalu saya juga lari 5K, 10K sangat super ngos-ngosan. But now, masih aga ngos-ngosan sih, but not really hehe. Bahkan ketika lari dengan pace rendah, bener-bener ga kerasa capek, malah kayak jalan. While the others were tired instead. Others maksudnya yang baru-baru mulai lari gitu. Kalo dibanding pacer-pacer NRC mah kalah jauh. Well mereka juga lebih rutin & lebih lama lagi latihan lari tentu nya. Conclusion, work matters man!

Second thing about variable P, which is Prayer. Seperti di post sebelumnya, saya sekarang bekerja di early stage startup sebagai Associate Product Manager. As an APM I have to report directly to senior PM as well as CEO of the company. FYI, ini salah satu kelebihan bekerja di startup yaitu kita bisa langsung satu ruangan dan berdiskusi dengan executive dan team leaders, karena indeed team di early stage startup masih kecil dan struktur organisasinya tentunya juga masih ramping. Jadi interaksi antara even junior dengan executive sering terjadi.

Terkadang bahkan saya terjebak dalam satu diskusi langsung bersama dengan CEO, CTO dan COO this startup, -baru banget beberapa hari yang lalu- yang ketiganya sudah sangat experience. Another FYI, in startup I am working for right now, the founders are so experience. Eks Mc Kinsey, Deloitte, and some of them had founded successful acquired-startup in their past. Makanya ketika ngbrol terkadang saya agak sulit buat ngikutin, bahkan saya pernah berada sendiri, silent, dan berusaha mencerna in between their debates. Penasaran startup apa? Ntar deh saya cerita di post lainnya hehe. Semoga sempet.

Ohya. Karena founders nya super experience, terutama CEO nya, jadi sesekali (hmm ga ding) sangat sering bahkan, saya melakukan kesahalan. Mulai dari yang sepele sampai yang fatal. Jadi ga jarang juga saya kena semprot langsung oleh CEOnya, sampe ngerasa sudah kayak mau dipecat gitu haha. Semoga ga.

Jadi lumayan berbeda dengan kerjaan sebelumnya, di corporate, lumayan stabil, banyak duit, payung nya gede. Jadi pace nya santai. Kalo di startup yang bagus (banyak startup yang abal-abal emang), dan founders nya oke, kita dipaksa untuk marathon. Ga cuma marathon, tapi sambil sprint. Jadi pace nya cepet banget. If I was slow, then I would get scold! Sempet trauma bahkan, dulu pasca dimarahin, malem nya langsung ke bawa mimpi haha. But Alhamdulillah saya merasa bersyukur, accelerated learning nya bener-bener kerasa.

Ohya, kembali ke topic variable P. Disini karena sering dimarahin, jadinya saya sekarang sebelum berangkat kerja selalu doa keluar rumah. Every day, ketika saya ngelangkahin kaki keluar kontrakan, sambil di gojek, dan sebelum masuk kantor.

Bismillahi tawakkaltu’alallah, walaa haula wala quwwata illa billah

Dan kata-kata terakhir dari doa tersebut, “laa haula wala quwwata illa billah”, selalu saya ucapin di ruangan, ketika kerja, ketika data mining, coding, ngelakuin analisis, apalagi sebelum report atau meeting dengan CEO nya. Wajib itu haha. Selain itu juga saya biasanya banyak-banyak istighfar. Karena mistakes itu terkadang kita buat tanpa sepengetahuan kita, mau seteliti apapun kita. Sepandai-pandai tupai melompat pasti jatuh juga kan. Yang paling penting apakah timing kesalahan itu fatal atau ga. Effectnya gimana. Nah itu kan out of control. That’s what prayer for.

And it’s proven!

Ketika dulu, jarang dzikir, doa keluar rumah kalo inget aja, jarang istighfar. Kesalahan yang dibuat bener-bener fatal, dan sering dimarahin bos. But when I dit that dzikir, istigfar, doa, entah kenapa, I sometimes still created the mistakes but the timing was okay, I mean I still was be able to fix it. Dan entah kenapa juga terkadang pak Bos CEO, lagi slow, jadi malah memaklumi dan malah nasehatin buat improve. Prayers works man!

Experience matters. Self-experience more matters! Saya merasakan keduanya, bahwa varibale usaha dan doa itu benar-benar ada. And we have to combine both of them in our life. Tidak ada usaha yang sia-sia, nothing is wasted if we do something toward our goals. Doa itu sangat, sangat berdampak terhadap hasil nya. Which is out of our control. So let’s user these two variables! Allahualam.[]

Catatan Aksi 212

Ingin segera keluar air mata, ditengah teriakan salawat dan takbir beriringan, saya berjalan melangkah dalam barisan. Beberapa diiringi nasyid dan lagu perjuangan. “Bingkai kehidupan” adalah favorit saya, yang entah mengapa ketika ribuan orang melantukannya bersama dalam satu barisan, haru langsung mendera. Merambat pelan dari telapak kaki, badan, bahu hingga keluar dalam bentuk tangisan.

Allahu Ghayatuna
Ar-Rasul Qudwatuna
Al-Quran Dusturuna
Al-Jihadu Sabiiluna
Al-Mautu fii Sabilillah Asma ama  nina

Allah adalah tujuan kami
Rasulullah teladan kami
Al-Quran pedoman hidup kami
Jihad adalah jalan juang kami
Mati di jalan Allah adalah Cita-cita kami tertinggi

Ketika mulai memasuki bunderan HI, terlihat masa aksi sudah memadati sepanjang jalan Thamrin. Langkah diri masih terus berjalan dengan tujuan tempat terdepan. Berkali-kali banyak yang menawarkan nasi bungkus, minuman dan juga makanan ringan. Begitu dekat dan ikhlas terasa dari senyuman ketika mereka menyodorkan ke orang-orang.

Setelah sekian kalinya, akhirnya saya luluh juga, mengambil satu botol air mineral, dan peci putih. Hitung-hitung untuk wudhu sebelum sholat jumat nanti, dan peci agar semakin seragam dengan barisan aksi.

Maklum kaum milenial, tetap rasa ada ingin meminta foto dengan latar belakang keramaian, meng-upload satu ke facebook dan instagram, hanya sekedar untuk menunjukan rasa syukur karena saya diberikan kesempatan untuk berdiri disini. Kesempatan mahal yang mungkin banyak orang inginkan, namun masih memiliki beberapa halangan dan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Foto ini juga sebagai bentuk ajakan, agar teman-teman yang lain juga bisa ikut mendukung gerakan, setidaknya dalam untaian doa yang mereka ucapkan.

Rintik air turun dari langit. Kecil dan gerimis. Saya yang memang tidak membawa payung, membiarkan diri ini sedikit basah. Gerimis itu hanya sebentar. Seakan-akan pemberian Allah untuk membersihkan jalan, agar debu-debu yang berterbangan tersapu bersih oleh air hujan. Betapa indah skenario yang sudah Allah rancang.

Gerimis reda, matahari kembali bersinar, tapi juga masih lumayan mendung. Sedikit aneh memang cuaca hari itu. Seperti sudah di orkestra langsung oleh Sang Pemilik Semesta. Diri ini terus berjalan. Mendekati gedung Bank Indonesia, orang-orang sudah pada duduk membentuk Shaf rapi, persiapan sholat Jumat. Saya dan teman melipir ke pinggir jalan, masih ngotot ingin mencapai barisan terdepan yang bisa dijangkau.

Beberapa kali kami harus melompati orang yang sudah duduk. Tapi kembali terharu. Mereka sangat baik membuka jalan. Sempat saya tidak sengaja menendang orang yang duduk ketika melangkah, saking penuhnya. Tapi tidak ada emosi satu sama lain. Saya minta maaf, dia minta maaf. Malah mempersilahkan saya lewat. Saudara. Itulah ikatan saudara. Saya tidak kenal dia, dan sebaliknya. Tapi kami terikat dalam satu tujuan sehingga menghargai satu sama lain.

Sedikit terburu-buru, saya dan teman mencoba memotong jalan. Kami melawati pagar rendah trotoar di samping gedung BI. Tanpa sengaja kaki kami menginjak tanaman. Langsung ibu-ibu disebelah kami yang sedang duduk mengingatkan, awas jangan sampai menginjak tanaman. Langsung diri ini bergegas mengangkat kaki, melompat kembali ke trotoar. Saya meminta maaf dan bilang terima kasih. Ah indahnya saling mengingatkan. Seberapapun besar aksi kita, tetap harus taat peraturan dan tidak merusak sarana yang ada.

Saya dan teman terus berjalan dipinggir menggunakan trotoar. Jalan di tengah sudah penuh dengan shaf jamaah. Hingga akhirnya sampai juga kami di kolam patung kuda.

Monas sudah terlihat. Tapi masa aksi semakin penuh. Mentok. Kami tidak bisa maju lagi. Kami terhenti di tengah jalan, masih berdiri di aspalnya. Tidak bisa duduk karena sudah sangat penuh. Waktu masih menunjukan pukul setengah sebelas. Masih satu jam lebih menuju jumatan. Karena sudah mentok dan tidak bisa maju lagi, saya dan teman memutuskan untuk berhenti di tempat kami berdiri sekarang. Yap kami memutuskan tetap berdiri, tidak duduk, hingga adzan datang. Bukan tidak mau duduk, tapi memang tidak bisa duduk, karena tidak ada space sama sekali saking banyaknya masa aksi di area tersebut.

Untungnya mobil speaker tepat di samping kanan dan samping kiri kami, jadi tausiyah yang bergantian disampaikan oleh ulama di Monas terdengar jelas di tempat kami berdiri. Pegal kaki tidak ada apa-apanya dibanding siraman rohani ditengah-tengah (mungkin) jutaan umat islam disini. Apresiasi untuk panitia aksi yang sigap menyiapkan sound system di berbagai penjuru jalan.

Sebentar lagi masuk waktu zuhur atau dalam hal ini sholat jumat. Awan yang daritadi memang mulai mendung, akhirnya tidak kuasa lagi menahan air yang dia tampung. Langsung rintik cukup deras segera menyirami semua tempat di Monas dan sekitarnya. Basah kuyup dirasakan semua masa aksi. Tapi tidak ada kekacauan sedikitpun yang terjadi. Malah semua orang dengan ikhlas menerima air hujan, dan justru bahagia karena dengan ini terkabulnya doa akan semakin terwujud. Allahumma shoyyiban nafi’an.

Hujan semakin deras, baju yang saya pakai sudah kuyup menyerap air hujan. Saya sebenarnya sudah wudhu sebelumnya, tapi lupa apakah sudah batal atau belum. Dengan hujan yang makin deras, langsung saya kembali wudhu, menadahkan tangan, mengambil air hujan dengan tangan, dan berwudhu dengan air itu. Diikuti dengan banyak masa aksi yang juga melakukan hal yang sama.

Adzan dua kali berkumandang. Ditengah hujan, saya tidak bisa membedakan air yang ada dimuka saya, apakah air hujan atau air mata. Karena begitu terharu dengan kejadian hari itu. Kaki pegal karena berdiri, hujan mengguyur, dibersamai jutaan umat muslim, bacaan Quran yang terus berkumandang, dan adzan yang sangat menggetarkan telinga. Siapa yang kuasa menahan tangis dari hal itu.

Khotbah berapi-api dimulai. Begitu membakar tubuh dari dinginnya air hujan. Sebelumnya sempat terdengar desah-desuh suara, namun sekarang hening, tidak ada frekuensi suara sedikitpun yang keluar dari bibir para masa aksi. Yap, ketika khatib sudah naik mimbar, jamaah tidak diperkenankan berbicara, meski hanya sekedar menyuruh orang lain diam. Itu yang diajarkan dalam Islam. Begitu indah bukan.

Setelah khotbah berakhir, Iqomah langsung dikumandangkan. Hujan masih cukup deras. Kembali merasakan pengalaman sholat jumat yang tak terlupakan. Bacaan imamnya sangat menyentuh hati. Yang paling terasa ketika doa Qunud-nya yang panjang. Hampir setengah jam sepertinya. Isak-isak tangis terdengar dari kiri dan kanan saya. Saya pun begitu. Benar-benar menyentuh hati. Jujur kaki sangat pegal. Tapi ketika Qunud, seakan-akan saya tidak berdiri menggunakan kaki, tapi saya berdiri menggunakan hati. Sungguh khidmat dan syahdu.

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, density orang disana sangatlah padat. Saya tidak memilik space sama sekali untuk sujud. Alhasil saya sholat semampunya, rukuk 15 derajat, duduk sedikit jongkok, dan kepala tidak bisa menyentuh tanah. Maafkan ketidaksempurnaan gerak sholat ini Ya Allah. Saya yakin Engkau pasti Maha Mengetahui. Semoga sholat ini tetap Engkau terima. Aamiin.

Setelah selesai sholat Jumat. Massa aksi langsung tertib membubarkan diri, menuju ke berbagai arah, tapi tetap teratur. Beberapa orang segera menggenggam kantong plastik hitam besar, memungut sampah apapun di jalan. Sungguh indah. Saya dan teman memutuskan untuk kembali ke kantor menyusuri jalan Thamrin menuju Sudirman. Ada orang yang ingin melompati pembatas jalan tengah Thamrin dan menginjak rumput. Kemudian diteriaki oleh panitia aksi. Tanda tidak boleh. Betapa tertib, tidak hanya sebelum dan saat aksi berlangsung, tapi sesudahnya juga masa aksi benar-benar menjaga etika dan taat pada peraturan.

Ketika dijalan, mata ini menyaksikan seorang nenek, sudah sangat tua, menggunakan kursi roda yang didorong oleh entah anaknya atau cucunya. Masya Allah. Semoga Allah memberkahi umur nenek ya. Sempat juga melihat ibu-ibu menggunakan tongkat berjalan. Beliau terjatuh, dan orang-orang sekelilingnya langsung menolongnya. Senyuman tanda tidak apa-apa langsung terukir di wajahnya. Semoga Allah juga memberikan kekuatan kepada semua masa aksi yang sudah turun di tanggal dua kemarin.

Sungguh indah pengalaman hari itu. In syaa Allah akan menjadi sejarah tersendiri di garis kehidupan saya. Jika Allah memberikan kesempatan, ingin sekali saya ceritakan kepada generasi di bawah saya, terutama kepada anak dan cucu saya (aamiin). Bahwa pada tanggal 2 desember 2016, adalah satu hari, yang menjadi salah satu bukti bersatunya umat Islam dari berbagai penjuru Nusantara. Mereka berdiri dalam satu barisan kokoh, untuk bersama-sama memperjuangkan agama kebanggaanya.[]

whatsapp-image-2016-12-05-at-20-34-09

Foto basah kuyup pasca sholat jumat

Couch Surfing Experience (II): Random Conversation about God

Post ini sambungan dari part I sebelumnya. Tentang pengalaman couch surfing (CS) perdana di Budapest. Singkat cerita, ketika saya di Budapest saya menumpang di salah satu Host CS bernama Laszlo, dia orang Hungary asli.

Di hari terakhir saya di Budapest, tepatnya sebelum pulang saya iseng-iseng aja nanya ke Laszlo tentang agama dan bagaimana pandangannya. Cukup mengejutkan kata-kata pertama yang dia lontarkan

“Yes. I don’t believe in God. And I am happy with my life”

Sebenernya sudah biasa sih saya mendengarkan kata-kata itu. Tipikal orang Eropa. Jadi keep calm dan iseng aja ngajak ngobrol. Tapi tetap, saya coba untuk seterbuka mungkin. Benar-benar pilih kata ketika ngomong. Karena tidak ingin meninggalkan bekas buruk sebelum pulang. Saya bertanya:

“Why don’t you believe in God Laszlo?”

“I just don’t believe it. You see. There were many wars and many people died. If there was God, how could He let it happen”

Waktu itu saya tiba-tiba ingin menjawab sebisa mungkin dari sudut pandang Islam. Tapi mungkin karena efek kurang ilmu, dan kurang siap dalam menjawab, akhirnya malah saya menjawabnya terbata-bata. Ternyata ga segampang itu ya memberitahu orang asing tentang Islam. Di satu sisi ada rasa gugup dan goyah. Tapi saya coba sedertemine mungkin, dan semampu saya untuk menjelaskan ke dia.

Btw ini kisah nyata loh, hehe. Saya tidak membuat-buat pertanyaannya. Laszlo benar-benar menanyakan itu ke saya. Dan mendengar pertanyaan itu langsung saya teringat tulisan yang dulu pernah saya baca tentang mahasiswa Muslim dan Professor yang atheis. Kira-kira poin jawaban saya seperti ini ke Laszlo, tapi jangan dibayangkan saya lancar jawabnya. Semoga Laszlo bisa menangkap poin saya waktu itu.

“Do you know dark room Laszlo? That room is not in the state with much darkness. But instead it is in the state with the absence of light. Same with hot and cold. There is no state named “Cold”. But that state is called “Cold” because of the absence of Heat.”

Terus saya menambahkan penekanan

My point is, God didn’t create that evilness. Humans created it.

Balik lagi ya waktu itu saya benar-benar terbata-bata. Ga selancar seperti di tulisan. Jadi ga tau Laszlo nangkep poin saya atau ga waktu itu. Semoga nangkep. Terus saya lupa dia banyak cerita lagi. Yang menekankan dia tidak akan terpengaruh dengan apapun perkataan saya. I don’t believe in God. Titik. Dan saya bahagia. Katanya. Terus tiba-tiba dia nanya lagi ke saya.

“Then how did you explain this: There was a bus with many children inside. Suddenly it got accident, and many of them died. How could God let them die. They are all innocence”, said Laszlo

Saya benar-benar diam dalam waktu yang cukup lama. Tapi saya mencoba menerangkan apa yang saya tau dari sudut pandang Islam. Saya cukup ingat pas jawab ini. I answered:

“Because I am Moslem I will try to answer according to my religion. In Islam there are two kinds of fate. First, fate that we cannot change no matter how. Second, fate that we are possible to change.

The first one is absolute. No matter how hard we try we are not able to change it. For example, fate that we are a man or a woman. Fate about When and where were we born. Including fate about where and when we will die. And from my personal point of view it is absolutely fair. Back to those children, that means in that exact time is their fate to die.

The second one is fate that we are able to change. For example like wealth, healthiness, quality of life. Etc.

Saya lupa detail balasan dari dia. Tapi intinya dia tidak menerima jawaban seperti itu. Dan dia terus menekankan dia masih tidak percaya Tuhan. But the good thing, he really honors me as Moslem. Bahkan dia mendoakan saya:

“You are a good guy, still young and really determined. I hope you can find happy life in the future.”, katanya.

Aamiin. Yah saya hanya bisa mengaminkan saja. Sebelum pulang, saya sengaja memberi laszlo 4 selebaran tentang Islam yang saya dapatkan dari Islamic Center Vienna. Awalnya mau saya bawa sebagai kenang-kenangan, tapi setelah dipikir-pikir, sepertinya (mungkin) Laszlo lebih membutuhkan. Meski Allahualam di bacanya atau tidak. Hehe

“Those 4 papers I got from Vienna Islamic Center. It tells a bit about Islam and all are English. I hope you will have time to read it”, tutup saya

“Thanks Muhammad. I will save it”, jawab Laszlo

Satu yang saya lega. Laszlo orangnya baik dan pengertian. Sepertinya efek karena sudah sering meng-host orang dari berbagai latar belakang, sehingga dia jadi sangat terbuka tentang perbedaan. Jadinya at least I could have a happy farewell with him. Benar-benar bersyukur mendapat dia sebagai host pertama saya di couchsurfing.

DSC_0658

Satu pelajaran, ilmu saya masih sangat-sangat dangkal. Jawab seperti tadi aja masih terbata-bata. Semoga di sisa umur bisa terus belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya aamiin.[]

Couch Surfing Experience (I): Budapest and First Time CS

Sedang iseng saja, “Joy” dalam diri saya menemukan bola ingatan ini. Warnanya emas, tanda bahagia. Ya bola ingatan tentang sedikit pengalaman ketika saya melakukan solo-backpacking di 3 kota Eropa sebelum pulang ke Indonesia. *efek nonton inside out* lol Jadi benar, seberes … Continue reading

The Flight Day, Good bye Europe

Alhamdulillah. Thank Allah SWT for everything. Live-changing experience I got in here: 2 months, 9 countries, 15 cities, thousand of memories, millions of learning. Hari ini, in syaa Allah hari kepulangan saya ke tanah air. Tepatnya pukul 11:00 dari Tegel international airport, Berlin.

original

In this post I want to say thanks for everyone that I can’t mention one by one, who had helped me in the past two months. Terkadang saya merasa banyak sekali yang sudah menolong saya dalam hal apapun, but I cannot return back in same level. Semoga kedepannya saya bisa memberikan manfaat ke banyak orang

In this post I also want to say goodbye to this blue continent, I do hope Allah will give me other opportunities to visit it again. Tidak terasa hari ini saya harus kembali ke tanah kelahiran. Beribu-ribu mil saya akan terbang, menghabiskan waktu lebih dari setengah hari hingga bisa kembali ke Indonesia.

Masih banyak mimpi-mimpi yang ingin saya capai. Masih banyak tangga-tangga selanjutnya yang harus saya daki, hingga titik akhir untuk kembali padaNya.

Pulang ini saya in syaa Allah (baru akan) diwisuda dari kampus tercinta. Kedepannya saya tidak tahu jalan apa yang akan saya lalui. But I do believe in Allah. Saya punya banyak rencana, tapi rencana Allah lah yang paling baik dan indah.

Ohya satu hal lagi. Saya ingiiiin sekali menulis buku. Wacana ini sudah mengalir sejak lama tapi belum terealisasi hingga hari ini. Tidak harus sampai tercetak, apalagi menjadi bestseller. Tapi cukup sebagai media untuk saya bisa berbagi apa yang bisa saya bagi ke orang lain. Ya Rabb, please help me to make this comes true.

***

Sepertinya itu saja, closing post yang saya tulis di Eropa. Sebentar lagi saya berangkat menuju Tegel, menaiki Air Berlin, transit di Abu Dhabi, hingga kembali ke Indonesia dengan Etihad airways. Bismillah. Goodbye Europe.[]

Berlin, Germany
Muhammad Afif Izzatullah

Reminiscence of Pemira ITB 2013

Ceritanya kemarin malam baru dateng opening pemira ITB 2015 karena beberapa adik mentor yg kahim orasi di sana.

And randomly remembering that nostalgic feeling when I was in their position and found this video in the documentation folder. The first meeting of all committees of Pemira ITB 2013. Hanya ingin mengabadikannya di Youtube “a moment when I met a new big family in ITB”.

Terima kasih teman-teman panitia semua yang sudah memberikan unforgotten reminiscence in my campus life.

Untuk Tuhan, Bangsa & Almamater :)

Tiga Kebahagiaan

Alhamdulillah. Segala puji bagi Mu Ya Allah. Sungguh Engkau masih memperhatikan hamba Mu yang tidak tahu diri ini, yang hina ini, yang tak hingga kelalaian yang telah dilakukannya, namun masih Engkau beri kebahagiaan.

Di awal tahun ini saya ingin sedikit berbagi kebahagiaan. Sebuah pemberian dari Yang Maha Kuasa. Sederhana, namun entah mengapa rasa ini sungguh benar-benar tak terbayar. Membuncah dari lubuk hati yang paling dalam.

1. Kebahagiaan pertama: TA

Alhamdulillah. Saya dan kedua teman saya di tim TA akhirnya menyelesaikan serangkaian panjang mata kuliah TA1. Meski akan masih ada tantangan yang lebih besar lagi di TA2 nantinya, tapi semoga kita bersama bisa menyelesaikannya dengan baik. Sehingga alat yang akan kita buat benar-benar tidak hanya terdokumentasikan bersama debu di perpustakaan. Tapi juga bisa memberikan kebaikan bagi banyak orang.

Itu video tentang sistem yang kita buat sebagai salah satu syarat kelulusan TA1. Kemarin salah satu anggota KP jadi diputuskan cuma saya sendiri yang bicara di video untuk menjelaskan TA yang kita rancang. Untuk lebih lengkapnya terkait apa yang kita kerjakan, bisa dilihat di blog dokumentasi TA kita disini: http://ta141501056.blog.lskk.ee.itb.ac.id/ 

2. Kebahagiaan kedua: ol.akademik

Anak ITB pasti sudah tidak asing lagi dengan ini. Sebuah web sakral yang mungkin paling sering di ‘refresh’ di setiap penghujung semester.

Jadi kebahagiaan kedua ini berkaitan dengan satu mata kuliah wajib yang saya ambil di semester ini, namanya “Sistem Komunikasi”. Saking susahnya dan jujur saya benar-benar tidak terlalu tertarik dengan pelajarannya, mendapat C saja sudah sebuah anugerah. Intinya truthfully I don’t really want to re-take it in the next semester. Saat UAS hampir tidak ada satupun soal yang saya bisa. I answered a few questions (1/6 maybe) but I was sure it was all wrong (x_x). I had learnt. But the problems are truly difficult. Therefore I truly thank God even I get C. At least I pass this course

But, unexpectedly.. you know, I got AB in here. Truly beyond expectation. Alhamdulillah! Much thanks I said to Allah. I remembered at that time after did UAS, nothing I could do but trusted the rest to Allah. Seratus persen pasrah, karena memang tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Ternyata memang setelah tanya ke teman yang lain, they felt the same like me, the questions were too difficult which made me feel a bit relieve. I think that was also the reason some of us still got good result, since none could answer much in UAS. Alhamdulillah.

3. Kebahagiaan ketiga: Murid 

Awal tahun saya mulai lagi ngajar privat. Beberapa hari yang lalu adalah hari pertama ngajar di semester ini. Rada deg-deg an. You know why? Since I need to hear how are my students’ report.

Saya tanya ke Azka, salah satu murid privat saya.
Bagaimana raport nya?
Lebih bagus kak dari semester kemarin.
Adit bagaimana?
Kalo ga salah lebih bagus juga *adit kemarin berhalangan hadir*

Percakapan sederhana itu sangat melegakan dan membahagiakan saya. Meski memang belum membuat mereka menjadi juara kelas tapi mendengar lebih baik dari semester kemarin sudah sangat menggembirakan. Though I know, my influence to those reports is not that much, but knowing they got better results from previous semester truly ignites a little happiness in my heart.

Selalu iringi mereka dengan cahaya Mu Ya Allah. Dan berkahilah juga ilmu yang mereka pelajari. Aamiin[]