22 dan Beban Nama

Alhamdulillah. Akhirnya sampai pada titik ini, 22. Allah masih memberikan kesempatan saya untuk beribadah lebih banyak. Terima kasih untuk semua teman-teman yg mengucapkan dan mendoakan baik secara langsung, WA, Line, facebook dan media lainnya. Punten belum bisa balas satu-satu.

Yang ingin sedikit saya garis bawahi di tulisan ini, a bit out of expectation, banyak teman-teman saya yg dari negara lain -baik ketika saya exchange maupun intern di Hamburg- mengucapkan “happy birthday” melalui facebook. Grateful they still remember me *terharu* :’). Tapi itu juga menjadi salah satu tantangan bagi saya. What I know from facebook algorithm is the more we have interaction with people the more they come to our nearest circle.

The point is nama saya. Yap, tanpa menjelaskan panjang lebar mereka pasti tau saya muslim. Nama depan “Muhammad” memang salah satu beban dan amanah yg harus saya pegang. Dengan salah satu ucapan yg mereka berikan baik via facebook wall atau chat, post-post saya bisa masuk di newsfeed mereka yg kebanyakan non-muslim. Seperti post saya sebelumnya, ini juga bisa menjadi peluang untuk bisa “share” ke mereka what Islam really is. Aamiin. Semoga.

dont-keep-calm-cause-its-my-22-birthday-

Intinya, saya juga berharap di umur 22 ini saya bisa menjadi lebih baik dari 21 tahun saya sebelumnya. Banyak tantangan kedepan. I will be more become an adult. Hidup lebih mandiri. Bersiap untuk berkeluarga (aamiin). Memasuki kerasnya dunia kerja dan berbagai kenyataan dibaliknya. Titik awal dalam mempertahankan prinsip dan idealisme. Sekaligus menjadi khilafah seperti firmanNya di dalam Al-Quran.

Ya Rabb, berkahi umur ini. Aamiin.[]

[Prolog] A Little Piece of Dream: Memori, Mimpi dan Amerika

 

jalan-Hidup

Membuka kembali ruangan-ruangan dalam memori, mengingatkan saya akan banyaknya cita-cita yang ingin saya capai ketika masih kecil.

Teringat sesosok anak SD, dengan kerah dikancing, berdasi merah, memikul tas ransel dan rambut disisir belah pinggir, yang berteriak dengan antusiasnya “Saya ingin menjadi tentara!” dihadapan banyak orang ketika ditanya ingin jadi apa kedepannya. Dia tanpa rasa malu dan bangga, meskipun tingginya hanya sebatas pinggang orang-orang tersebut. Ya itulah saya.

Terbayang juga wajah polos anak berbaju putih biru yang menenteng tas ranselnya dengan hanya 1 bahu, rambut pendek cepak dan agak mohawk, dengan lantangnya berteriak “saya ingin jadi pilot! tapi juga ingin mengajar murid menjadi guru – sekaligus jadi dokter juga biar kaya kayak oom saya!”. Dia mengatakannya dengan tegas dan penuh sorot mata keseriusan. Badai tsunami yang berkali-kali menghantam Jepang, yakin tidak dapat menggoyahkannya. Ya itulah saya.

Hingga merenungkan beberapa tahun lalu, seorang remaja, dengan celana abu-abu nya, berangkat mengendarai motor butut namun kokoh, belajar di salah satu sekolah menengah atas terbaik, bersiap menghadapi & menadah ilmu disana. Ketegasan dan kelantangan bicaranya tidak lagi dituangkannya dalam suara, melainkan dalam keseriusannya belajar agar bisa masuk di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Dia ingin bertemu orang-orang hebat di pulau Jawa, yang katanya berkumpul para “tentara, pilot, dokter dan guru-guru hebat”. Karena dia sedikit ‘alergi’ dengan yang namanya Kimia & Biologi, masuklah dia di elektro ITB. Ya itulah saya.

Sekarang saya hanya makhluk biasa, pendamba surga. Cita-cita yang sering terlontar di masa lalu, semuanya berganti menjadi satu tujuan “Saya hidup untuk menjadi seseorang yang bisa menggapai Ridha Allah, Sang Maha Penentu cita-cita”. Ya itulah mimpi besar saya. A Big Dream that I always move on to.

Palestinian youth prays on street outside destroyed mosque in Mughraqa

Sungguh kebahagiaan sejati yang akan didapat dari-Nya

Namun untuk mencapai mimpi tersebut, tidak mengharuskan saya hanya bersemedi bertahun-tahun di dalam kamar, bertasbih, berdoa sepanjang hari untuk meminta Ridha dari-Nya. Melainkan saya harus melangkah melihat dunia, berusaha mencapai derajat tertinggi seorang insan manusia. Menuntut ilmu, beribadah, memberi manfaat kepada banyak orang, berbagi rezeki dan pengetahuan, menggaet banyak orang untuk bersama menuju surga-Nya, mengajak diri sendiri & orang lain dalam kebaikan & kesabaran, dan masih banyak lagi amal kebaikan yang membuat jiwa tenang dan merasakan kedamaian sejati. Secara tidak langsung Ridha-Nya pun mengalir mengiringi gerak-gerik kita di dunia. Asal semua hal tersebut berdiri dalam satu fondasi kokoh “niat karena Allah”

A Piece of Dream: America

“Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS.Al Mujadalah:11)

Betapa indah dan tegas Allah menjelaskan orang-orang yang berilmu.   Derajat yang lebih, ya itulah hal yang paling menjanjikan melebihi apapun di dunia ini yang akan diberikan kepada mereka yang berilmu. Begitupun saya.Cita-cita lama yang sudah keluar dari mulut saya ketika SD, SMP semuanya berganti bahwa saya ingin menjadi seorang insinyur di bidang teknologi.

Saya ingin membuka lapangan pekerjaan untuk banyak orang sekaligus mengembangkan perteknologian di Indonesia. Sesulit itukah membangun “Facebook, Microsoft, Apple, Samsung atau Logitech”-nya Indonesia? Yah, saya masih belum tau, dan biarlah itu menjadi tantangan yang ingin saya coba selesaikan. Meskipun hal tersebut ‘katanya’ dipengaruhi kebijakan pemerintah, yah saya rasa itu tidak masalah, biarlah teman-teman saya yang lain yang turun di pemerintahan dan membuat kebijakan-kebijakan pro-inovasi. Bukankah itu gunanya generasi muda? Yang bergerak bersama meski dengan minat & ketertarikan berbeda, namun ingin mencapai satu tujuan bersama, yaitu perubahan?

Tantangan dan cita-cita tersebut mengharuskan saya untuk berjuang lebih keras, menggali ilmu lebih dalam dan mempercepat akselerasi diri. Oleh karena itu salah satu serpihan mimpi saya adalah belajar di Amerika. Ya, United States atau yang biasa disebut negeri Paman Sam ini merupakan salah satu mimpi saya didunia ini, guna merangkai kisah menuju derajat yang Allah janjikan. Saya ingin belajar dari salah satu Negara dengan kemajuan teknologi yang luar biasa, agar kelak bisa menyebarkannya ke tanah air tercinta.

Mengapa Amerika? Mengapa tidak eropa, jepang atau korea? Apa saja yang dimiliki Negara paman Sam ini yang membuat saya mematok mimpi ini 5cm di depan saya? Apa target dan langkah yang akan saya coba lakukan jika saya berhasil belajar di sana?

Semua pertanyaan tersebut akan terjawab pada post ISI “A little peace of Dream” selanjutnya. So just wait!

Sebuah Pembelajaran Kehidupan

Lakukanlah sesuatu itu dengan semampumu, tidak usah memaksakan diri. Masing – masing sudah ada ukurannya sendiri. Pilih jalan yang kita suka, yang memang sesuai dengan pilihan hati kita. Karena sejatinya Hati itu akan cenderung memilih yang baik, bukan yang buruk. Mereka yang ahli dalam matematika belum tentu bisa ahli dalam hukum, begitu juga sebaliknya. Pilihlan jalan yang sesuai dengan kapasitas diri kita, karena pekerjaan itu sendiri bukan hanya ditentukan oleh 1 faktor saja.

Jangan pernah pesimis ketika suatu hal yang kita inginkan tidak terjadi sesuai dengan yang kita inginkan. Bisa jadi apa yang inginkan itu tidak baik buat kita, posisikan diri kita masing – masing pada tempatnya. Tidak selamanya harus memiliki peran yang tinggi, tapi dimana ada peran kosong disitulah kita ada. Peran yang tinggi tidak menjanjikan akan memberi hasil yang tinggi pula, Apa yang menjadikan peran itu menjadi tinggi adalah ketika Peran itu dilakukan sesuai dengan ketepatan. Ketepatan kebutuhan, Ketepatan Waktu maupun ketepatan sasarannya.

Jangan pernah pandang Suatu pekerjaan besar atau kecilnya, para pemimpin tidak memandang secara berlebihan pekerjaan besarnya, namun mereka juga tidak pernah meremehkan pekerjaan – pekerjaan kecil mereka. Jadilah diri sendiri, menjadi pribadi yang mencintai apa yang dimiliki. Semua telah ada bagiannya, kita tinggal memilih mau menjadi apa kita nanti. Apakah Seorang Presiden, Guru, Tentara, Polisi atau Pengusaha. Ukuran kesuksesan maupun kesenangan setiap orang berbeda – beda, Jangan memaksakan diri menjadi orang lain. Menjadi diri sendiri dengan kemampuan yang ada itu lebih baik. Daripada harus menyamar sebagai bayangan, yang hanya bisa bertahan dalam beberapa waktu saja.

sumber : milist

Rekonstruksi Jalan Hidup

Sudah 2 tahun lebih saya mengarungi kehidupan perkuliahan di ITB, tidak terasa waktu terus bergulir dan sekarang sudah memasuki tingkat tiga. Benar sekali apa yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Ashr bahwa sesungguhnya setiap manusia itu merugi, jika mereka menyia-nyiakan waktunya tanpa amal kebajikan.

Sesekali -atau mungkin sudah berkali-kali- saya merenungkan akan jadi apa saya kedepannya. Setiap duduk di kelas menjalani pentransferan ilmu dari dosen; menggoreskan tinta di tengah malam hanya untuk sekedar mengejar deadline tugas; hingga ketika bertemu banyak teman satu organisasi dalam rapat ataupun diskusi informal; selalu terbesit dipikiran saya jalan seperti apa yang akan saya lalui dalam menggapai impian; atau bahkan impian pun saya tidak punya(?) Terus saja hal tersebut berputar-putar secara rekursif di setiap neuron syaraf otak saya hingga akhirnya beberapa waktu ini saya menemukan jawabannya.

Benar! Hidup tidak hanya sekedar ‘let it flow’ atau hanya membiarkan mengalirnya buliran-buliran kisah hidup yang terjadi hingga akhirnya mentok di suatu jalan, jalan buntu. Hidup harus mempunyai tujuan dan arah sehingga dengan jelas kita bisa menghadap ke depan, menapak dengan percaya diri,dan berlari menuju titik akhir sebuah pencapaian. Life is by ’designed’, dari pola pikir itu lah akhirnya sebuah renungan pertanyaan akan-jadi-apa-saya-kedepannya bisa terjawab. Jawabannya sederhana, hanya berjumlah tiga kata yaitu: saya-lah yang menentukan!

Semua Berawal dari Cita-cita Masa Depan

Saya mempunyai cita-cita untuk menjadi inventor di bidang rekayasa piranti, sehingga bisa menciptakan alat atau produk yang bermanfaat untuk banyak orang. Namun, saya tidak ingin hanya menjadi sebatas penemu, dan meyerahkan temuan saya kepada orang lain untuk dijual; atau bahkan alat tersebut tidak terpasarkan sama sekali. Tapi saya ingin, saya sendirilah yang menjual alat-alat temuan saya tersebut.

Saya bermimpi untuk dapat memiliki perusahaan sendiri di bidang  pengembangan teknologi tinggi ‘high-tech’, khusuhnya berbasis elektroteknik yang bisa bermanfaat untuk banyak orang. Tidak hanya selevel national-company akan tetapi hingga tataran global, internasional. Terbukanya lapangan kerja sekaligus meningkatnya perkembangan teknologi di Indonesia hingga sejajar dunia adalah mimpi yang ingin saya realisasikan ketika saya sudah memasuki masa kerja produktif nanti.

Dari keterangan tersebut akhirnya saya menyimpulkan bahwa cita-cita saya adalah untuk menjadi technopreneur sekaligus inventor yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Jawaban ini belum lama terpatri dalam benak pikiran saya, karena ketika awal saya menginjakan kaki di ITB saya masih terombang-ambing di tengah derasnya arus kegiatan yang tidak jelas arah dan tujuannya. Namun saya bersyukur saya sudah menemukannya sekarang.

Dari sana saya mencoba merekonstruksi kehidupan saya, yaitu dengan cara berfikir “memulai dari akhir”, seperti salah satu ungkapan Steven Covey -penulis buku 7 Habits- “start from the end“. Saya mulai memetakan apa yang saya butuhkan untuk mencapai cita-cita tersebut. Kompetensi-kompetensi apa saja yang harus saya miliki, hingga jalan mana yang harus saya lalui. Untuk menjadi inventor sekaligus teknopreneur, saya setidaknya harus memiliki 3 kompetensi;

  1. Kemampuan pengembangan diri dan kepemimpinan;
  2. Kemampuan dalam akademik dan keprofesian;
  3. Serta pengalaman dalam berwirausaha.

Runtutan Penyesalan (?)

Saya sadar betapa bodohnya saya mengapa baru menyadari ini sekarang, ketika saya sudah memiliki 2 angkatan adik kelas; ketika Kerja Praktik akan saya hadapi semester depan; dan juga ketika sebentar lagi saya akan mengerjakan TA dan lulus. Mengapa tidak saya sadari ini ketika saya masih melangkahkan kaki pertama kali di ITB, sehingga saya bisa lebih siap dan hidup di kampus secara terarah dengan satu titik sentral sebagai tujuan. Itulah mengapa penemuan mesin waktu adalah hal yang paling menakjubkan jika bisa ditemukan. Karena kita bisa mengulang hal bodoh yang kita perbuat dan memperbaikinya. Namun hal utopis seperti itu tidak akan mungkin terjadi. Seberapa keras pun ilmuwan berfikir, mereka tidak akan bisa menyentuh variabel waktu. Hal tersebut hanya akan tetap abadi di film dan games-games fiksi belaka.

Namun seyogyanya kehidupan, tidak ada kata terlambat dalam belajar dan mengejar mimpi. Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa menciptakan masa depan. Akhirnya mulai dari sekarang saya tekadkan untuk menjalani kehidupan perkuliahan sesuai dengan passion dan arah cita-cita saya, yaitu untuk menjadi seorang inventor dan teknopreneur yang bermanfaat.

Kedepannya dalam memenuhi kompetisi pertama –yaitu pengembangan diri dan kepemimpinan, karena saya membutuhkannya untuk kelak menginisiasi dan memimpin perusahaan– sudah cukup banyak saya dapatkan dan kembangkan dengan terlibat di beberapa organisasi, kegiatan dan kepanitiaan. Sehingga hal ini tidak menjadi konstrain utama yang saya kejar. Yang perlu saya utamakan adalah 2 kompetisi lainnya, yaitu kemampuan akademik dan keprofesian serta pengalaman kewirausahaan.

Saya sangat menyesal mengapa saya kurang serius dalam belajar dan mengejar IP, dua tahun belakang. Tidak berarti harus berorientasi pada IP, namun proses pengejaran IP tinggi itu penting karena sangat dibutuhkan ketika saya ingin melanjutkan perkuliahan di luar negeri. Tapi Alhamdulillah sekarang saya bisa benar-benar mengetahui bahwa belajar sungguh-sungguh untuk mengejar IP itu adalah hal yang urgen dilakukan dan saya insyaAllah akan melakukannya di semester ini, meskipun hal tersebut sedikit ‘menutup’ waktu sosial perkuliahan, namun tidak masalah karena waktu memang untuk dimanage dalam kebaikan, bukan hanya untuk ‘bersosial’ namun faktanya bercenda gurau untuk hal yang tidak berguna.

Selain mengejar akademik -yang notabene lebih teoritis- saya juga harus mampu menguasai ilmu elektroteknik praktis, karena lebih dekat dengan aplikasi nyata sebuah teknologi. Banyak kata menyesal akan terungkap dalam tulisan ini, salah satunya -kembali -dalam kasus ini adalah ingin rasanya mengulangi tingkat 1 dan serius dalam kaderisasi URO (Unit Robotika) ataupun tingkat 2 dengan mendaftar workshop HME yang bergerak di bidang elektronika praktis. Namun, seperti yang saya ungkapkan sebelumnya tidak ada kata terlambat untuk belajar, akhirnya di tingkat 3 ini saya memutuskan untuk mendaftar kaderisasi Workshop dan mengikuti pelatihannya.

Alhamdulillah (lagi) saya memiliki teman-teman yang sudah lama berkecimpung di dunia keprofesian sehingga saya sekarang bisa banyak belajar dari mereka tepatnya di lab AVRG (Autonomous Vehicle Research Group) ITB. Lab AVRG adalah satu diantara sedikit Lab yang bisa bebas digunakan oleh para pengenyam pendidikan strata 1 (termasuk saya). Dan anggota AVRGpun adalah para orang hebat yang mengikuti URO dari tingkat satu dan bahkan ada teman satu angkatan saya yang sudah pernah mengikuti ajang robot tingkat Nasional hingga internasional. Sering hal keseharian yang saya lakukan saat ini adalah bolak-balik lab yang terletak di lantai 4 Labtek delapan ITB ini, demi mengejar ilmu keprofesian keelektroteknikan dari teman-teman saya disana dan menumbuhkan jiwa inventor dalam lubuk terdalam keprofesian saya. Saya belajar banyak terkait software & hardware dasar, kembali ngoprek rancangan, belajar rangkaian, mikrokontroler dan banyak hal menarik lainnya yang baru saya temukan disini. Sungguh menyenangkan dan bersyukur saya memiliki kesempatan seperti ini!

Saya juga baru mengetahui ternyata keprofesian saya di bidang elektro, memungkinkan banyak pengimplementasian dalam inovasi produk yang dapat bermanfaat untuk banyak orang. Terbukti ketika saya baru belajar beberapa dasar mikrokontroler di AVRG ini, saya sudah terbayang banyak ide yang dapat diaplikasikan dalam inovasi piranti. Inilah salah satu rekonstruksi hidup saya agar kelak bisa menjadi inventor muda di bidang elektroteknik dan salah satu prospektif engineer yang insyaAllah bisa membawa pengaruh positif untuk masyarakat khususnya orang-orang terdekat saya.

Selain keprofesian, kompetensi ketiga yang harus juga saya miliki adalah pengalaman kewirausahaan. Meskipun cukup sulit bagi saya untuk secara langsung menerapkan bidang keprofesian elektroteknik dalam kewirausahaan -karena membutuhkan modal/dana yang cukup besar- maka setidaknya bisnis kecil-kecilan pun seharusnya bisa saya lakukan untuk menyerap pengalamannya. Namun untuk hal ini saya belum konkrit karena entah mengapa -mungkin bisnis adalah suatu bakat atau apapun alasannya -saya cukup kesulitan untuk bisa secara ‘nekad’ untuk segera melaksanakannya. Cukup berbeda dibanding teman-teman saya yang mungkin sudah memiliki jam terbang lebih & jiwa wirausaha yang kuat bahkan dengan modal 10ribu pun mereka bisa menjalankan bisnisnya. Tapi belajar memang tidak gampang, jalan yang ditempuh pasti berliku dan penuh rintangan. Yang harus saya lakukan adalah meluruskan niat bahwa saya harus bisa menolong orang salah satunya dengan penciptaan lapangan pekerjaan. Saya sekarang sedang dan masih merencanakan bersama teman-teman saya untuk membuat bisnis, doakan saja cepat konkrit dan kompetisi pengalaman ketiga ini bisa segera saya dapatkan.

Penutup

We own ourselves. We’re masters of our own fate. We control our own destiny. Lotso (Toy Story 3)

Sebagai penutup saya ingin menyampaikan betapa indahnya kita hidup jika memiliki tujuan dan arah yang jelas. Betapa indahnya jika kita sudah menemukan passion apa yang kita punya. Betapa menakjubkannya jika kita bisa memperhitungkan setiap langkah yang kita lakukan agar langkah-langkah tersebut bisa terletak di jalur yang benar dengan satu tujuan besar kehidupan kita.

Dengan tujuan dan cita-cita ini saya coba mulai merekonstruksi hidup saya, sehingga apapun yang saya lakukan harus satu jalur dengan apa tujuan saya. Ketika menentukan prioritas pun saya bisa dengan gampang mengaturnya, yaitu apakah diantara dua hal yang berbentrokan tersebut ada yang memiliki kaitan erat dengan mimpi saya? Maka akan saya prioritaskanlah hal tersebut.

Diharap tidak hanya saya tapi kalian para pembaca juga –yang terutama belum mengetahui cita-cita masa depannya- dapat segera menyadari dan mulai merekonstruksi jalan hidup masing-masing untuk mencapai figure masa depan terbaik untuk diri sendiri dan orang lain.[]

Sebuah Kesempatan – Allah Sungguh Mengetahui Apa yang Terbaik untuk HambaNya

Saat ini saya sedang berada di Pesawat Air Asia tujuan Haneda Jepang yang berangkat dari bandara Internasional Kuala Lumpur. Udara begitu dingin karena sepertinya AC yang digunakan menggunakan suhu rendah dikarenakan cuaca yang panas diluar pesawat. Ya benar, saat ini Jepang berada di musim panas. Sebelah tempat duduk saya sepertinya orang Australia. Saya hanya menebak belum sempat berani untuk menanyakannya. Okay tidak terlalu penting, intinya saya menulis ini adalah tujuan ingin menceritakan beberapa kisah sebelum keberangkatan saya ke Jepang.

Mimpi untuk keluar negeri adalah impian saya sejak kecil, dan puncaknya saat saya menduduki kelas 2 SMA. Saat itu saya tinggal satu langkah lagi untuk keluar negeri, yaitu ketika saya dinyatakan lulus seleksi YES (Youth Exchange Study). Terdapat 3 tahap seleksi YES –kala itu yang saya ikuti cabang Palembang –dan saya lulus semuanya, hingga terdapat surat yang menyatakan saya dan 4 teman saya berhasil lolos seleksi. Sungguh syukur sangat saya panjatkan atas Rahmat yang diberikan Allah kala itu. Betapa tidak setelah kira-kira mengikuti tes pengetahuan umum yang jika saya tidak salah pendaftar mencapai ribuan siswa, kemudian hanya seglintir yang lolos ke tahap selanjutnya interview bahasa Inggris hingga akhirnya hanya puluhan siswa yang bisa menuai hasil kegigihan dalam tahap wawancara akhir bersama orang tua. Baru setelah itu para peserta perlu menunggu beberapa bulan dahulu dan surat pernyataan diterima di program YES tersebut keluar.

Dikarenakan saya menjalani kelas akselerasi, biasanya Negara tujuan exchange adalah Eropa. Itu hasil ngobrol dari kakak-kakak kelas aksel para grantee YES sebelumnya. Intinya setelah berhasil lolos dari 3 tahap seleksi tersebut, kami tinggal mengisi beberapa formulir untuk pencarian Host Family atau keluarga yang bersedia menampung kita di luar negeri selama satu tahun penuh. Disinilah tahap yang saya tidak berhasil melangkahinya.

Sebenarnya jika tahap ini saya berhasil, maka sudah dipastikan setelah lulus SMA saya akan menjadi exchange student ke Eropa. Namun memang Allah berkata lain. Datang surat dari YES yang menyatakan bahwa saya masih belum beruntung. Mereka sudah mengusahakan semaksimal mungkin, tapi memang karena beberapa alasan beberapa dari kami yang lolos seleksi tidak mendapatkan Hostfam untuk di Eropa nanti. Salah satu nya adalah saya.

Entah bagaimana perasaan saya ketika menerima surat dari Bina Antar Budaya –yang waktu itu langsung dikirim ke alamat rumah saya –menyatakan bahwa kesempatan untuk menuntut ilmu di luar negeri belum bisa saya dapatkan. Pernyataan lain surat bahwa saya masih diterima di keluarga besar bina antar budaya Indonesia pun masih belum bisa menimpa rasa kekecewaan kala itu. Tetap saya yakinkah dalam hati, Allah punya rencana lain.

“Allah menghilangkan sesuatu dari tangan tangan kita bukan berarti untuk mengambilnya, namun agar tangan kita kosong sehingga dapat menggenggam sesuatu yang lebih besar”

Sebenarnya masih ada kesempatan lain yang bisa mungkin punya nilai harap cukup besar. Yaitu biasanya di pengalaman-pengalaman tahun sebelumnya, murid-murid yang tidak lolos seleksi YES akan dialihkan ke program Jenesys yaitu pertukaran pelajar ke Jepang selama 1 minggu. Namun mungkin memang belum saatnya saya ke luar negeri, yang mendapatkan kesempatan untuk ikut program Jenesys tersebut hanya 1 dari kami berlima. Dan itu bukan saya. Tidak masalah. Kata-kata bahwa Allah tahu yang terbaik akan selalu saya benamkan di dalam hati saya.

Melanjutkan kehidupan perkuliahan

Lulus SMA saya melanjutkan studi di teknik Elektro ITB. Saat itu saya sungguh terobsesi untuk pergi keluar negeri, khususnya dengan jalur beasiswa (atau full funded). Namun saya memiliki kesalahan pola pikir yaitu tujuan saya ingin keluar negeri adalah untuk sebatas terlihat keren saja. Tidak ada tujuan lain. Saya ingat waktu itu saya benar-benar menanamkan ke dalam hati dan tertulis dalam setiap resolusi tahunan bahwa saya harus ke luar negeri gratis, tanpa membebani orang tua. Meskipun itu hanya sekedar Malaysia, Singapura, Philipina atau Timor Leste sekalipun itu tidak masalah, asal  tadi tidak memberatkan orang tua.

Saya juga menargetkan bahwa Negara pertama yang saya kunjungi harus dengan beasiswa atau disponsori perusahaan. Intinya saya tidak ingin membuat passport pertama saya untuk keluar negeri dengan uang orang tua ataupun uang sendiri. Setelah saya mencapai itu, entah di kunjungan ke luar negeri saya yang kedua atau yang ketiga, saya menggunakan uang sendiri, itu tidak masalah. Asalkan untuk perdana saya full funded! Itu mengapa beberapa tawaran teman saya untuk mengajak backpacking –ke Singapura misalnya –saya senantiasa tolak, karena sudah bulat saya membuat passport pertama harus karena beasiswa.

Namun alasan saya untuk keluar negeri dengan beasiswa masih terlalu dangkal yaitu supaya terlihat keren. Dan sepertinya Allah mengetahui hal tersebut. Banyak beasiwa-beasiswa, conference, summer program dll yang saya apply ditolak. Ada yang sempat diterima namun tidak didanai. Intinya kesempatan-kesempatan selalu lewat dan saya tidak pernah mencapai mimpi saya untuk bisa ke luar negeri.

Awal perubahan Pola Pikir

Satu setengah tahun saya menjalani perkuliahan dan kegiatan mahasiswa di kampus gajah ganesha (nama lain ITB, red) saya mempelajari banyak hal. Saya tergabung di organiasasi kemahasiswaan seperti kabinet KM ITB, unit kegiatan mahasiswa, himpunan, dsb. Saya juga turut berperan aktif dalam setiap kaderisasi yang diberikan oleh kakak kelas saya. Dari situ saya sadar bahwa sebenarnya apa yang Negara butuhkan dari mahasiswa.

Puncak perubahan pola pikir saya adalah ketika saya mengikuti Diklat Aktivis Terpusat (DAT). Dalam DAT kami peserta benar-benar dibukakan pintu pengetahuan mengenai kondisi bangsa saat ini. Dari situ saya sadar bahwa Negara, tepatnya masyrakat tidak butuh pemuda yang apatis dan opportunis. Yang hanya mengincar materi untuk kesenangan dan kebanggaan sendiri. Negara ini lebih butuh kontribusi nyata dalam karya.

Akhirnya saya mulai mengubah cara pandang saya bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita bisa berbuat untuk bangsa ini. Atau untuk dalam lingkup kecil bagaimana kita bisa bermanfaat untuk orang lain dalam lingkaran pengaruh kita. Saya mencoba merubah dari yang awalnya egoisentrik yang lebih memikirkan diri sendiri menjadi empatik atau menumbukan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

Mulai dari titik tersebut saya semakin bersungguh-sungguh dalam kuliah karena ini amanah yang diberikan orang tua saya kepada saya. Namun meskipun fokus utama akademik, saya masih harus mencoba mengeksplore lingkaran pengaruh saya untuk bermanfaat bagi orang lain. Saya tergabung di beberapa organisasi baik intra maupun ekstra kampus, terlibat dalam community development, KKN, kegiatan volunteering dsb. Saya juga ingin berkarya dalam lomba dan startup bisnis. Meskipun hingga sekarang masih banyak kegagalan dalam setiap lomba yang saya ikuti. Bisnispun saya masih yang kecil-kecilan, menjual barang dengan saya sebagai pelaku utama,belum memperkerjakan orang lain. Bahkan karena merasa gelisah dengan permasalahan bangsa –yang salah satu unsur kesalahannya adalah pemerintah –saya pernah mengikuti demonstrasi (perdana saya) di depan gedung DPR untuk menuntut ditundanya kenaikan BBM. Tentunya tanpa anarkisme dan mengikuti kajian di kampus dahulu sebelumnya.

Semua pengalaman itu akhirnya mengantarkan saya menjadi pribadi yang lebih baik. Pola pikir yang salah sebelumnya saya coba perbaiki. Saya terus mencoba untuk mengevaluasi diri dan bertindak lebih nyata sedikit-demi sedikit. Ya perubahan tidaklah instan, perlu proses dan waktu agar bisa menjadikannya sesuatu yang bertahan lama dan melekat dalam karakter pribadi diri.

Allah memberikan kesempatan

Ditengah kesibukan dan pengembangan diri saya, rasa untuk ke luar negeri masih tetap ada. Tapi setidaknya tujuan saya sudah berubah yaitu untuk memperluas wawasan agar kelak bisa meningkatkan kualitas diri guna menjadi pribadi yang lebih bermanfaat untuk orang lain kedepannya. Inti sentralnya adalah karena saya ingin menuntut ilmu untuk menggapai ridhaNya. Pemimpin-pemimpin islam  yang memiliki integritas dan pengetahuan tidak hanya nasional tapi global, mutlak dibutuhkan Negara ini.

Akhirnya, baru beberapa hari kemarin, Allah mendengar doa saya. Ada yang bilang keberhasilan adalah ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. Ketika kita siap tapi kesempatan tidak diberikan Allah kepada kita, maka tidak akan kita temukan titik temu keberhasilan. Adapun ketika kesempatan datang, namun kita tidak siap, maka hasilnya akan sama saja, datanglah kegagalan. Alhamdulillah kali ini saya sempat mendaftar di suatu Summer Unversity Program for student di Tokyo Jepang dan saya siap dengan tujuan memperluas pengetahuan. Mindset yang saya punya pun bukannya hanya untuk sekedar terlihat keren saja, namun lebih bagaimana saya ingin memperluas wawasan dan cara pandang untuk di bawa dan di bagi ke teman-teman saya yang ada di Indonesia. Kesiapan itu dijawab Allah dengan kesempatan.

Awalnya untuk pergi ke Jepang dan biaya lainnya memerlukan biaya yang besar. Banyak perusahaan sudah saya ajukan proposal tapi semuanya ditolak. Saya hampir putus asa saat itu, artinya kesempatan saya ke luar negeri harus ditunda lagi tahun berikutnya. Tapi tiba-tiba satu perusahaan  memberikan jawaban bahwa dia sudah mentransfer ke rekening ITB Kegiatan Mahasiswa. Subhanallah, kata syukur atas kebesaranNya langsung saya haturkan berkali-kali kala itu. Akhirnya Engkau menjawab doa hampir 2 tahun ku ini ya Rabb, di waktu yang InsyaAllah tepat ini.

Saya diberikan kesempatan full funded untuk mengikuti summer program tersebut di Jepang. Tapi kali ini saya sudah bertekad bulat, bahwa ini adalah amanah untuk saya. Ke Jepang dengan full sponsor bukanlah suatu kesenangan semata untuk saya tapi lebih sebagai beban. Apakah saya bisa bertanggung jawab dan membawa ilmu dari Jepang ke Indonesia? Itulah pertanyaan besar yang harus saya jawab.

Ini  Barulah Awal dari Perjuangan

Alhamdulillah, sekarang -yaitu waktu saya mengetik tulisan ini- saya sedang berada di ribuan kaki di atas tanah, menaiki pesawat Air Asia dengan tujuan bandara Haneda, Tokyo Jepang. Allah mengabulkan permintaan saya. Tapi saya selalu mengingatkan diri saya bahwa ini baru awal. Saya belum tau seperti apa Jepang dan bagaimana kehidupan disana. Apakah saya bisa mengisi malam-malam ganjil terakhir Ramadhan dengan beriktikaf disana? Apakah saya bisa membaca Al-Quran dengan atmosfer yang sama yang saya rasakan di Indonesia? Dan apakah saya dapat menjadi orang yang cukup pantas untuk menyandeng nama delegasi Indnesia di pergelahan program nanti?

Jawaban pertanyaan tersebut belum bisa saya jawab sekarang. Tapi saya akan selalu yakin dan berusaha agar kelak jawaban YA keluar dari mulut saya ketika pertanyaan itu ditanyakan kepada saya. Allah bersama saya, jadi apa yang perlu saya takutkan?

Ditulis dalam perjalanan menuju Haneda Tokyo

Rabu, 8 Agustus 2012

Bacaan Ketika Saya (atau Kamu) Gagal

Tulisan ini dibuat tujuan utamanya untuk mengingatkan diri saya pribadi & kalian yg mungkin pernah mengalami perasaan yang sama, yaitu pahitnya kegagalan. Ya benar, saat ini banyak kegagalan yang sedang saya rasakan. Tidak perlu diutarakan semuanya, tapi kegagalan yang paling mengombang-ambingkan pikiran saya adalah nilai dan hasil ujian saya yg sungguh tidak memuaskan di semester ini. Terlepas dari variable eksternal (dosen yang mengajar, kegiatan non-akademik, dll), entah mengapa saya merasa memang nasib saya sedang berada di bawah sekarang. Menjumpai kegagalan terhadap amanah dari orang tua dan masyarakat yaitu hasil dari ujian berkuliah di ITB ini. Meski Indeks Prestasi (IP) belum keluar, namun beberapa nilai sudah diumumkan dan saya sangat down terhadap nilai-nilai tersebut, terutama akan sangat berpengaruh di IPK saya nanti.

When we start to have life

Life is not such flat! Hidup layaknya kurva sinus yang beresonansi terhadap sumbu y positif dan negatif. Alkisah, suatu hari keledai milik seorang petani terjatuh ke dalam sumur. Sementara si petani sang pemiliknya memikirkan apa yang harus dilakukannya terhadap keledai tadi. Akhirnya dia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur itu juga perlu ditimbun karena berbahaya. Jadi tidak berguna menolong si keledai. Ia kemudian mengajak tetangganya untuk membantunya. Mereka membawa skop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur. Si keledai menyadari apa yang terjadi. Dia meronta-ronta namun ia kemudian jadi diam. Setelah beberapa skop tanah dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang melihatnya. Walaupun punggung si keledai terus ditimpa dengan tanah dan kotoran. Si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah. Lalu dia menaiki tanah tersebut. Si petani terus menuangkan tanah kotor itu ke atas punggung hewan itu namun si keledai juga terus menggoncang-goncangkan badannya. Dan kemudian melangkah naik akhirnya si keledai bisa meloncat dari sumur dan bisa melarikan diri. [1]

Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran serta masalah kepada kita. Maka cara untuk keluar dari sumur kesedihan dan masalah itu adalah dengan menjadikan kesediahan dan masalah tersebut menjadi tangga untuk keluar masalah dan kesedihan itu sendiri, jangan pernah benamkan masalah dan kesedihan dalam otak dan hati kita, tapi leparkanlah keluar lalu rakitlah menjadi tangga bersama orang-orang yang pandai merakit. Nah dalam usaha merakit itu jangan pernah menyerah dan berputus asa karena sikap menyerah dan putus asa itu adalah jenis barang dagangan Iblis yang paling laku keras.

Putus asa merupakan hal yang mudah sekali didapatkan. Saya bisa saja segera mengambil tali dan menggantukan leher saya dilangit-langit tanpa pijakan di lantai. Saya juga bisa segera pergi ke gedung bertingkat dan langsung jatuh bebas dari lantai teratasnya. Mungkin terdengar sedikit berlebihan, tapi fakta menyatakan banyak sekali orang, terutama mahasiswa yang melakukan hal tersebut dikarenakan hal-hal seperti nilai, ditolak dan tidak sanggup melanjutkan perkuliahan. Tapi apakah hal tersebut menyelesaikan masalah?

Silvester stallone memasarkan film Rocky ditolak 1855 kali.

Walt Disney ditolak 302 kali ketika mengajukan proposal Disneyland.

Merry Curie sebelum menemukan elemen radium, penelitiannya gagal sebanyak 48 kali

Thomas Alfa Edison menciptakan bola lampu melakukan percobaan sampai 999 kali

Rasulullah ketika melanjutkan kehidupan Islam di dunia. Dengan berbagai cara , beliau ditolak di Thoif , dicemooh, dicaci maki. Bahkan diembargo kebutuhan konsumsinya bertahun-tahun dan Beliau tidak pernah menyerah.

Berkaca dari kehidupan mereka, tidak ada orang yang berhasil tanpa melewatkan kegagalan. Justru karena kegagalan, tokoh-tokoh besar tersebut bisa meningkatkan diri menjadi pribadi yang lebih tangguh dengan kapasitas diri yang semakin tinggi. (Mengingatkan diri) nilai-nilai bukanlah yang seharusnya mejadi tujuan utama kuliah. Bukan berarti tidak penting, namun jika sudah terlanjur mendapatkan hasil ujian yang buruk janganlah diam dalam genangan kegelisahan akan nilai tersebut. Sisihkanlah tanah-tanah kegagalan akan nilai tersebut dan manfaatkanlah untuk meningkatkan derajat diri, layaknya keledai di kisah sebelumnya yang hendak ditimbun oleh tuannya.

Ada satu kisah lagi yang sungguh menginspirasi terutama bagi kita-kita yang sedang berada di bawah payung kegagalan. Ada seorang laki-laki yang memiliki sejarah hidup yang luar biasa:

  • 1831 – ia mengalami kebangkrutan dalam usahanya.
  • 1832 – ia menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal.
  • 1833 – ia kembali menderita kebangkrutan.
  • 1835 – istrinya meninggal dunia.
  • 1836 – ia menderita tekanan mental sedemikian rupa, hingga hampir saja masuk rumah sakit jiwa.
  • 1837 – ia menderita kekalahan dalam suatu kontes pidato.
  • 1840 – ia gagal dalam pemilihan anggota senat Amerika Serikat.
  • 1842 – ia menderita kekalahan untuk duduk di dalam kongres Amerika Serikat.
  • 1848 – ia kalah lagi di kongres Amerika Serikat.
  • 1855 – ia gagal lagi di senat Amerika Serikat.
  • 1856 – ia kalah dalam pemilihan untuk menduduki kursi wakil presiden Amerika Serikat.
  • 1858 – ia kalah lagi di senat Amerika Serikat.
  • 1860 – ia akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat.

Siapakah dia? Namanya ialah Abraham Lincoln. Ialah laki-laki yang menjadi presiden Amerika Serikat ke-16 yang berhasil memimpin bangsanya keluar dari Perang Saudara Amerika. Ia juga mampu mempertahankan persatuan bangsa kala itu dan menghapuskan perbudakan yang ada di Amerika Serikat [3]. Mungkin jika orang lain yang mengalami demikian banyak kegagalan ia sudah mengangkat bendera putih untuk mundur secara teratur. Tetapi Abraham Lincoln maju terus, kata mundur sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Akibatnya, setelah semua kegagalan ia dapati, ia kemudian mencapai suatu sukses yang luar biasa.

Keberhasilan merupakan akumulasi dari kegagalan sebelumnya. Namun definisi gagal disini harus diluruskan dan diperlukan persamaan persepsi. Kegagalan (menurut saya pribadi) adalah ketika kita sudah berikhtiar semaksimal mungkin namun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ada variable takdir dan keputusan dari Yang-Maha-Menentukan disini, yaitu Allah SWT. Berbeda jika kita melakukan sesuatu dengan minim ikhtiar dan jauh dari doa tapi berharap mendapatkan hasil yang maksimal, itu namanya kebodohan.

Allah SWT pun ketika Dia memberikan kegagalan dan cobaan kepada umatnya, pastinya sudah memiliki alasan yang jauh dari jangkauan pikiran manusia. Pasti ada berjuta hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik dari kegagalan yang kita dapatkan tersebut. Betapa indah Allah SWT mengungkapkan dalam firmannya;

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S. Al-Insyiroh 94: 5-8)

Belum ada dan dipastikan tidak akan ada manusia yang bisa menciptakan mesin waktu. Jika sudah selesai dalam urusan, terutama ketika hasilnya adalah kegagalan maka berlalulah untuk mengerjakan urusan lain di masa sekarang. Hadapilah yang sekarang bisa dihadapi, jangan hanya merenungi masa lalu dan terucap berkali-kali “Jika saja saya waktu itu mengerjakan ini…”, itu artinya kita hanya orang bodoh yang membiarkan diri kita tenggelam dalam penyesalan masa lalu. Biarkan masa lalu menjadi tangga untuk kita terus melangkah menuju cita-cita yang lebih tinggi. (Kembali mengingatkan diri) biarlah nilai-nilai yang sudah keluar menjadi angka yang tidak berarti lagi untuk diubah, tataplah ke depan untuk memperbaiki nilai-nilai mata kuliah yang masih dapat diubah. Sungguh-sungguhlah dalam ikhtiar dan doa serta jadikanlah kegagalan di masa lalu menjadi evaluasi agar tidak terulang untuk masa yang akan datang.

Satu kisah terakhir sebelum saya menutup tulisan ini, yaitu kisah seorang pemuda yang sungguh membuat saya untuk berusaha menjadi orang yang besar yang seimbang kehidupan dunia dan akhirat.  Yang membuat saya ingin terus meningkatkan kapasitas diri terhadap pengetahuan dan kedekatan dengan Sang Illahi. Yaitu, seorang pemuda yang sangat saleh yang ketika berusia 21 tahun berhasil memimpin islam menaklukan eropa. Namanya Muhammad Al Fatih.

Ketika memimpin, Muhammad Al Fatih  dikenal dengan sifatnya yang tenang, berani, sabar menanggung penderitaan, tegas dalam membuat keputusan dan mempunyai kemampuan mengawasi diri (self control) yang luar biasa. Kemampuanya dalam memimpin dan mengatur pemerintahan sangat menonjol. Namun satu hal yang paling menginspirasi saya, terutama dalam menghadapi meteor-meteor kegagalan yang sedang berjatuhan ini adalah mengenai frekuensi shalat malamnya (Qiyamul lail).

Suatu hari timbul soal ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at yang pertama kali di kota yang baru berhasil ditaklukannya, konstatinopel. “Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?” tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri ! lalu Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri. Kemudian beliau bertanya. “ Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akhil baligh hingga hari ini pernah meninggalkan meninggalkan shalat wajib lima waktu, silakan duduk!!” Subhanalloh!!! Maha suci Allah! tak seorangpun pasukan islam yang duduk. Semua tegak berdiri. Apa artinya? Itu berarti, tentara islam pimpinan Muhammad Al Fatih sejak masa remaja mereka hingga hari ini, tak seorangpun yang meninggalkan shalat fardhu. Tak sekalipun mereka melalaikan shalat fardhu. Luar biasa!

Lalu Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rowatib? kalau ada yang pernah meninggalkan shalat sunah sekali saja silakan duduk!!”. Sebagian lainya segera duduk. Artinya, pasukan islam sejak remaja mereka ada yang teguh hati, tidak pernah meninggalkan shalat sunah setelah maghrib, dua roka’at sebelum shubuh dan shalat rowatib lainnya. Namun ada yang pernah meninggalkanya. Betapa kualitas karakter dan keimanan mereka sebagai muslim sungguh bernilai tinggi, sungguh jujur, pasukan islam Al Fatih.

Dengan mengedarkan matanya ke seluruh rakyat dan pasukanya Muammad Al Fatih kembali berseru lalu bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk!!” apa yang terjad? Terlukislah pemandangan yang menakjubkan sejarawan barat dan timur. Semua yang hadir dengan cepat duduk! ”Hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. Siapakah dia? dialah, Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk benteng Byzantium Konstantinopel. Beliaulah yang pantas menjadi imam shalat jumat hari itu. Karena hanya Al Fatih seorang yang sejak remaja selalu mengisi butir-butir malam sunyinya dengan bersujud kepada Allah SWT, tak kosong semalampun. [4]

Qiyamul lail, shalat tahajud, inilah senjata utama Muhammad Al Fatih dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini. Inilah Pedang Malam, yang selalu diasahnya dengan tulus ikhlas dan khusuk, ditegakkan setiap malam. Dengan pedang malam ini timbul energi yang luar biasa dari pasukan Muhammad Al Fatih. Hal itu juga yang meyakinkan pola pikir saya bahwa orang-orang besar yang berpengaruh, memiliki sejarah hidup yang tidak selayaknya orang-orang pada biasanya. Beliau rela bangun disepertiga malamnya, mengurangi waktu istirahatnya guna berkhalwat dengan Sang Maha Pencipta.

Which one will you choose, surrender or keep moving forward ?

Ditengah (beberapa) nilai-nilai ujian yang kelam ini, memotivasi saya bahwa harapan itu masih ada. Masa depan dapat dirubah dengan melakukan yang terbaik untuk hari ini. Masih ada beberapa nilai yang tersisa yang masih bisa diubah hasil akhirnya. Masih ada keberhasilan dibalik hujaman tajam dari pedang kegagalan hari ini. Justru luka tersebutlah yang kelak membuat kita kuat untuk menghadapi hari-hari esok yang lebih baik. Allahualam.[]

Sumber:

[1] http://ramah.fh.unsri.ac.id/

[2] http://www.nomor1.com/

[3] http://en.wikipedia.org/wiki/Abraham_Lincoln

[4] http://menarainspirasi.blogspot.com/

Dunia?

Tidaklah dunia menjadi obsesi seseorang, kecuali dunia menjadi sangat melekat dalam hatinya dalam 4 keadaan, yaitu:

  1. Kekafiran yang tak kenal kekayaan
  2. Keinginan yang tak pernah putus
  3. Kesibukan yang tak pernah habis
  4. Angan-angan yang tak pernah berujung

(Umar bin Khaththab)

Jadi, ingatlah sesibuk apapun kita di dunia, se sukses apapun kita kelak tetap prioritaskan islam dan Allah di atas segala-galanya

Sustainable Development, Giving our Scion the day to smile

In the yesterday friday March 11th 2011, I was involved in one awesome forum which discussed about “the sustainable development” together with kak Cinta Azwiendasari, an alumni of Environmental engineering class 2004, who is continuing her master degree in German. Kak cinta came together with her other two German friends, Deibl and Vogel in order to share and discuss with us about the sustainable development. So in here I just wanna sharing the knowledge what I have gotten at there.

So, what is actually Sustainable Development? According to Wikipedia:

Sustainable development (SD) is a pattern of resources use that aims to meet human needs while preserving the environment so that these needs can be met not only in the present, but also for generations to come (sometimes taught as ELF-Environment, Local People, Future).

To realize the sustainable developments and implement them to every country all over the world, we need to take the environment issues on the top all other issue (without ignoring others). To make it easier to understand, there are 2  models picturing this:

Which one reflect our country?

The ‘Mickey Mouse’ model is the one who use the most by all countries in the world. They more think about how to jack up their economy side by ignoring the society and enironment. Whereas, the ‘Bullseye’ model is the sustainability one which places environment in the wide range circle, before the economy and the society. In chain-simple-question we got.. “What for money if the society is not welfare? And what for welfare society if the place where they are gonna live is damaged and broken?.” It is all about a place where we can live. As far as today, none any astronaut either the engineer have found another planet that human can live in. Just the earth who is very kind to give us the enjoyable place so we can live our life inside Him. Then what will happen if “He” die??

3 circles of sustainable development

Most of us, perhaps still have the mindset that the age of the earth is still too too long. Even, some of them have the damn conceited taught that:

“In the case I will still live and will die before the earth die.. What for I protect the earth? It’s not related with me what will the earth will be.”

Well for you who still have the mindset like that, c’mon soon realize that we live in here not only for ourselves. We still have the young generation under us who still want to live and enjoy the beauty of the earth. They still want to shelter under the shade of tree, they still want to drink the fresh water which can fulfill their windpipe quenching the thirst. They still want thousand things like we got when the earth still green. Did you ever know that?

So from now on, when you still have the power to care each others.. when you still have the soul to be one with the earth.. when you still want your scion live with smile while facing the world.. give ‘them’ the future by using the sustainable development. Using green lifestyle in your day and never ignoring about the environment.[]

“Only after the last tree has been cut down, Only after the last river has been poisoned, Only after the last fish has been caught, Only then will you find that money cannot be eaten.”